Banyak negara penghasil minyak mengalami krisis ekonomi lantaran harga minyak dunia yang semakin merosot. Akan tetapi, Republik Islam Iran lebih sedikit resistan terhadap goncangan pasar minyak ini dibandingkan dengan negara-negara tersebut.
Mengapa? Ada beberapa faktor yang membuat Iran lebih tahan banting menghadapi kemerosotan harga minyak dunia ini sebagai berikut:
Pertama, Iran lebih cepat memahami problem yang akan dialami oleh minyak dunia. Untuk itu, Tehran lebih cekatan dibandingkan dengan negara-negara penghasil minyak yang lain menyusun strategi untuk mengantisipasi gelombang merosot minyak ini. Salah satu strategi yang diberlakukan Iran selama jauh sebelum ini adalah program “ekonomi muqawamah” dan lebih menekankan diri pada ekonomi nonmigas.
Kedua, selama satu dasawarsa terakhir ini, ekonomi Iran sudah sangat beragam. Di era 1970, 90 persen produk minyak Iran diekspor ke luar negeri. Akan tetapi, pada tahun 2014 lalu, lebih dari 76 persen produk minyak dialokasikan untuk keperluan dalam negeri. Hal ini dilakukan lantaran industri Iran di bidang petrokimia, semen, dan baja semakin pesat berkembang.
Ketiga, defisit perniagaan nonmigas Iran sedang berkurang. Penambahan investasi di bidang nonmigas telah membuka peluang bagi Iran untuk memperluas ekspor di bidang ini. Hasil semua ini adalah defisit ekspor nonmigas mencapai angka 2.7 milyar dolar pada era tahun 2014-2015. Padahal dalam lima tahun sebelum ini, defisit ini mencapai angka 33.8 milyar dolar.
Keempat, kekayaan Iran yang selama ini ditutup oleh bank-bank asing bisa dibebaskan setelah JCPOA disepakati. Kekayaan Iran ini berkisar pada angka 100 milyar dolar.
Kelima, budget tahunan Iran sangat tidak bergantung kepada minyak. Menurut data resmi dari IMF, hanya 29 persen budget negara Iran berasal dari penghasilan minyak.
(Al-Monitor/Shabestan/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar