Seluk Beluk Hubungan Militer Israel - Myanmar

Sejak merdeka pada 1948, Myanmar meminta bantuan Israel untuk membangun kekuatan militernya.

Sedikitnya seribu umat Islam dari beragam organisasi berunjuk rasa mengutuk kekerasan atas etnis minoritas muslim Rohingya oleh tentara Myanmar. Demonstrasi ini berlangsung di Jakarta, 6 September 2017. (Foto: Faisal Assegaf/Albalad.co)

Sejak Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) membentuk SLORC (Dewan Pemulihan Hukum dan Tatanan Negara) pada 1988 dan mengambih alih kekuasaan, muncul selentingan di seantero kawasan Asia Pasifik: Israel dan Myanmar menjalin hubungan militer secara rahasia.

Meski para pejabat Israel di Yangon, Bangkok, dan Singapura berkali-kali membantah rumor itu, beragam laporan terus muncul menyebutkan Israel benar-benar terlibat dalam program ambisius junta untuk memperluas dan memodernisasi kekuatan militer Myanmar, seperti dilansir burmalibrary.org.

Israel adalah satu dari sedikit negara menjadi tempat Myanmar mencari bantuan dan meminta saran setelah memperoleh kemerdekaan pada 1948. Sebagai bekas daerah jajahan Inggris, Israel juga berdiri pada 1948, merasa seidentitas dengan Myanmar.

Hubungan kedua negara kian erat pada pertengahan 1950-an. Sejak awal, Myanmar memang berkepentingan untuk menjalin kerjasama militer dengan Israel.

Pada 1954, sebuah misi militer dari Myanmar mengunjungi Israel untuk mempelajari struktur paling cocok bagi kekuatan pertahanan Myanmar. Secara khusus, delegasi Myanmar tertarik buat memakai sistem wajib militer berlaku di Israel, tapi gagasan ini tidak pernah terlaksana.

Dalam kunjungan ke Israel pada 1955, Perdana Menteri Myanmar U Nu sangat tertarik pada sistem kibbutz merupakan pertahanan paling depan di Israel.

Sepulang dari negara Zionis tersebut, U Nu membangun empat desa pertahanan, mengikuti model kibbutz di Israel. Lokasinya di Negara Bagian Shan, sebelah barat Sungai Salween, sekitar 200 kilometer dari daerah perbatasan dengan Cina.

Empat desa itu kemudian berevolusi menjadi milisi rakyat.

Hubungan militer Myanmar-Israel lainnya berlaku secara langsung. Pada pertengahan 1950-an, Israel menjual 30 jet tempur jenis Supermarine Spitfire dengan beragan perlengkapannya, amunisi senapan mesin, bom, roket, dan suku cadangnya.

Angkatan Udara Israel pernah melatih enam pilot Myanmar menerbangkan Supermarine Spitfire. Negara Bintang Daud ini juga mengirim tim teknis ke Myanmar untuk mendidik para teknisi Myanmar soal bagaimana merawat 30 jet tempur tersebut.

Israel mengirim pula perwiranya dan material buat membantu memodernisasi Angkatan Darat Myanmar. Juga diyakini beberapa pelatihan diberikan Israel mencakup aspek intelijen militer.

Saking karibnya hubungan militer kedua negara, pada 1958 Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Mayor Jenderal Moshe Dayan dan Shimon Peres, direktur jenderal di Kementerian Pertahanan, melawat ke Myanmar. Setahun kemudian, Jenderal Win melakukan kunjungan resmi ke Israel, kapasitasnya sebagai perdana menteri dan panglima militer dalam pemerintahan sementara Myanmar.

Hubungan dengan Israel anjlok signifikan setelah pemerintahan revolusioner berkuasa pada 1962. Situasi ini berlanjut sehabis pemerintahan sipil Ne Win dari Partai Program Sosialis Burma terbentuk pada 1974.

Meski begitu, Israel tetap mendapat tempat khusus di hati para petinggi militer Myanmar.

Ketika Tatmadaw kembali berkuasa di Myanmar pada 1988, pemerintahan junta dikecam banyak negara dan mendapat sanksi keras dari negara-negara pemasok senjata, seperti Inggris dan Amerika Serikat.

Kondisi ini memicu persoalan sulit bagi SLORC. Untuk mencukupi kebutuhan militer, SLORC pertama kali beralih ke Singapura dan Pakistan. SLORC juga membangun hubungan sangat dekat dengan Cina.

SLORC aktif pula menjalin relasi militer dengan negara-negara lain, termasuk Yugoslavia, Polandia, Rusia, dan Israel.

Myanmar pertama kali menerima pasokan senjata dari Singapura setelah militer berkuasa pada 1988. Pengiriman kedua lewat laut pada Agustus 1989, berupa beragam senjata dan amunisi, berasal dari Belgia dan Israel.

Pasokan dari Belgia dan Israel ini termasuk pelontar granat bekas jenis RPG-2 berkaliber 40 milimeter dan senjata antitank berkaliber 57 milimeter.

Sejak saat itu muncul pelbagai laporan menyebutkan Israelmengirim senjata dan teknologi militer ke Tatmadaw. Pada 1991, sebuah tim dari Israel mengunjungi Myanmar untuk menjual senapan submesin Uzi berkaliber 9 milimeter.

Uzi ini dipakai para pengawal anggota SLORC dan petinggi rezim militer.

Atas bantuan para ahli dari Israel, Myanmar berhasil mengembangkan senapan serbu dan senapan mesin ringan berkaliber 5,56 milimeter. Senjata diproduksi Myanmar ini juga memakai sejumlah elemen dalam senapan Galil berkaliber 5,56 milimeter bikinan Israel.

Banyak pengamat meyakini Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel) memberikan pelatihan dan bantuan teknis bagi intelijen pertahanan Myanmar, bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri sekaligus menyokong operasi militer.

Israel dipercaya terlibat dalam memajukan komunikasi militer Myanmar dan melatih pasukan elite antiteror Myanmar.

Pada Agustus 1997, Elbit, perusahaan asal Israel, memperoleh kontrak dari Myanmar untuk meningkatkan kemampuan tiga skuadron jet tempur F-7 dan pesawat latih FT-7 buatan Cina.

Sejak menerima kiriman F-7 dan FT-7, Angkatan Udara Myanmar sudah mengalami banyak masalah. Beberapa kecelakaan menimpa F-7.

Myanmar juga menerima F-7 tanpa perangkat lunak komputer di dalamnya. Mereka juga mengeluhkan sulit untuk merawat F-7. Masalah-masalah itulah membuat Myanmar meminta bantuan Israel.

Dengan bantuan Israel, 36 jet tempur F-7 Myanmar kini sudah dilengkapi oleh radar udara ke udara EltaEL/M-2032, infra merah, Rafael Phyton 3, dan peluru kendali AAM. Israel juga membantu Myanmar membangun tiga kapal perang, masing-masing berukuran panjang 75 meter dan berat 1.200 ton.

Kerjasama militer Myanmar dan Israel berlanjut setelah NLD (Liga nasional Demokrasi) dipimpin tokoh hak asasi manusia dan demokrasi Aung San Suu Kyi menang pemilihan umum dua tahun lalu. Salah satu pimpinan junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlain, mengunjungi Israel pada September 2015, untuk berbelanja perlatan militer di negara Zionis itu. Delegasinya diterima Presiden Israel Reuven Rivlin dan para pejabat militer. Selama di sana, dia melawat ke markas-markas militer dan berkunjung ke kontraktor pertahanan Elbit Systems serta Elta Systems.

Michel Ben Baruch, Direktur Kerjasama Pertahanan Internasional Kementerian Pertahanan Israel, lebih dulu mengunjungi Myanmar di musim panas 2015. Dalam lawatan itu, pimpinan junta Myanmar menjelaskan mereka telah membeli kapal patroli Super Dvora dari Israel dan sudah mengadakan pembicaraan mengenai pembelian persenjataan lainnya.

Agustus tahun lalu, foto-foto dipublikasikan di situs TAR Ideal Concepts, perusahaan Israel menyediakan latihan dan peralatan militer, memperlihatkan latihan menembak menggunakan senapan serbu Corner Shot bikinan negara Bintang Daud itu, dengan keterangan Myanmar sudah mulai menggunakan senjata tersebut.

(Burma-Library/Haaretz/Myanmar-Times/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 10 September 2017

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Seluk Beluk Hubungan Militer Israel - Myanmar. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : https://abnsnews.blogspot.com/2017/09/seluk-beluk-hubungan-militer-israel.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS