Membantah Fitnah JONRU, Di Iran Tidak Ada Shalat Jum'at


Oleh : Ismail Amin*


Santer tersebar informasi bahwa di Iran itu, tidak ada masjid yang menyelenggarakan shalat Jum’at (ini fitnahnya Jonru, lihat link)
 _______________________________________
Ada beberapa negara yang menerapkan syariah islam. Namun Iran merupakan satu-satunya yang yang pakai label "Islam" pada nama negara mereka: Republik Islam Iran.
Kenapa? Tentu saja agar mengecoh negara lain, agar terkesan bahwa mereka negara Islam.
Padahal aslinya negara Syiah. Dan ‪#‎SyiahBukanIslam
Dulu waktu pak Dahlan Iskan tiba di Iran pas di saat jadwal shalat Jumat, dia merasa kesulitan karena tak ada yang shalat Jumat di sana.
Aneh, bukan? Masa negara Islam tak ada shalat jumatnya!
25 Mei 2015 pukul 10:49 · Publik

, karena pemerintah Iran yang Syiah melarang diadakan shalat Jum’at. Terlebih lagi berita-berita seperti itu disebar secara massif oleh situs-situs berita on line berlabel Islam namun isinya tendensius dan cenderung negatif terhadap Republik Islam Iran. Benarkah demikian?


Sebagai warga negara Indonesia yang sementara menetap di Qom, salah satu kota terkenal di Iran, saya memberi kesaksian, memang benar, bagi warga Iran dilarang shalat Jum’at di banyak masjid di satu kota yang sama. Kebijakan pemerintah Iran sebagaimana yang ditetapkan oleh fatwa-fatwa ulama Mufti di Iran, ditetapkan shalat Jum’at harus berpusat di satu tempat disetiap kota atau jarak minimal antara dua tempat yang menyelenggarakan shalat Jum’at sejauh 1 farsakh [sekitar 3 mil].
Dengan adanya ketentuan tersebut, menjelang penyelenggaraan shalat jum’at akan dimulai, masjid-masjid yang tidak ditetapkan sebagai tempat shalat jum’at ditutup dan dilarang beroperasi.

Di Tehran, shalat jum’at diselenggarakan di lapangan besar Universitas Tehran, tiap pekan jutaan warga Tehran baik laki-laki maupun perempuan membanjir sampai meluber kejalan-jalan raya untuk mendengarkan khutbah dan shalat jum’at. Shalat Jum’at di Teheran diikuti oleh pejabat-pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Iran dan juga kepala-kepala kedutaan besar negara sahabat. Bagi tamu dari negara-negara asing disediakan alat receiver yang menerjemahkan bahasa persia ke Inggris atau Arab. Yang menjadi khatib selain Ayatullah Sayid Ali Khamenei yang merupakan pemimpin tertinggi di Iran, juga sejumlah ulama besar Iran lainnya yang saling bergantian tiap pekannya, seperti Ayatullah Khatami, Ayatullah Jannati dan Ayatullah Siddiqi.

Di Qom sendiri, shalat Jum’at dipusatkan di masjid Haram Sayidah Maksumah yang terletak di jantung kota Qom. 2-3 jam sebelum shalat Jum’at dimulai, kompleks Haram Sayidah Maksumah telah mulai didatangi ribuan jamaah. Sembari menanti masuknya shalat Jum’at, jamaah yang telah terkumpul dan duduk rapi dishaf-shaf depan, akan disuguhi sejumlah orasi politik maupun ceramah agama oleh pejabat negara ataupun muballigh-muballigh terkenal Qom. Biasanya, jika ada ulama besar atau tokoh Islam dari negara lain yang kebetulan berada di Qom baik dalam rangka sekedar berziarah atau menjadi peserta pertemuan internasional, maka oleh pengelola masjid, ia akan diminta menyampaikan ceramah sebelum khutbah Jum’at disampaikan.

Penceramah tamu yang pernah saya dengarkan nasehat keagamaannya di masjid Haram Sayyidah Maksumah berasal dari Mesir, Suriah, Lebanon, Irak, Bahrain bahkan pernah juga dari ulama Ahlus Sunnah yang berasal dari Iran sendiri.

Banyaknya jamaah yang tidak dapat ditampung oleh masjid, menjadikannya jamaah shalat Jum’at meluber ke badan jalan raya. Diluar masjid, dipasang layar besar, sehingga yang shalat dipelataran masjid bisa melihat penceramah layaknya sedang menonton siaran televisi secara live. Khutbah Jum’at biasanya cukup singkat, paling lama sekitar 15 menit saja, sebab jamaah telah sebelumnya dikenyangkan oleh orasi politik dan penyampaian nasehat keagamaan oleh pembicara-pembicara sebelumnya yang biasanya 2 sampai 3 orang.

Momentum shalat Jum’at di Iran, benar-benar dijadikan media politik. Ratusan ribu sampai jutaan jamaah shalat Jum’at yang hadir, tidak sedikit yang sembari membawa bendera, spanduk dan foto-foto Rahbar, termasuk poster-poster yang bertuliskan kecaman terhadap AS dan Zionis. Tidak jarang, sehabis shalat Jum’at dengan massa sebesar itu, jama’ah Jum’at sekalian melakukan aksi unjuk rasa menyangkut isu-isu terkini. Shalat Jum’at di Iran, tidak hanya dihadiri kaum pria, namun juga kaum perempuan.

Bukan saya sendiri WNI yang menjadi saksi atas penyelenggaraan shalat Jum’at di Iran khususnya di kota Qom. Selain seratusan teman-teman mahasiswa asal Indonesia lainnya yang juga sementara mukim di Qom, juga sejumlah tamu yang saya dampingi untuk melihat langsung pelaksanaan shalat Jum’at di masjid-masjid Iran yang spektakuler. DR. Abdurrahim Razak misalnya, dosen Universitas Muhammadiyah Makassar, yang berada di Qom kurang lebih 20 hari dalam rangka melakukan penelitian untuk bahan disertasinya mengenai Tafsir al Mizan yang ditulis oleh mufassir dan filosof Iran, Allamah Husain Thabathabai pada tahun 2011. Saya mendampingi beliau mengunjungi kota Masyhad, dan menyempatkan shalat Jum’at di kompleks Haram Imam Ridha As. Ia tampak terheran-heran ketika ditengah-tengah ceramah, ribuan warga Iran serentak berdiri meneriakkan yel-yel yang sama sembari mengepalkan tangan, seperti yang biasa tampak dalam aksi-aksi demonstasi di jalan-jalan. Tanpa diminta, saya memberi penjelasan, “Mereka ini sedang meneriakkan, kecaman terhadap Amerika Serikat dan Zionis Israel.” Ia menimpali, “Bukannya saat mendengarkan khutbah Jum’at, kita harusnya khusyuk mendengarkan?”. Saya hanya menjawab, “Yang kita dengarkan saat ini pak, bukan khutbah Jum’at melainkan orasi politik yang mengecam kebijakan politik luar negeri AS yang anti Islam.” Beliau hanya mengangguk tanda mengerti.

Saya juga pernah kedatangan tamu, Muhammad Chozien Amirullah ketua umum PB HMI [2009-2011] yang berada di Iran pertengahan tahun 2010 untuk menghadiri konferensi 6th Gathering of the Union of Islamic World Students di Tehran. Disela-sela kepadatan jadwal mengikuti agenda konferensi, ia menyempatkan diri ke Qom dan bersilaturahmi ke kediaman saya sebagai sesama aktivis HMI. Ia menceritakan betapa takjubnya ia berada ditengah-tengah lautan manusia saat menyelenggarakan shalat Jum’at di Teheran. Ia berkata, ““Saya lebih melihat shalat jumat di Teheran seperti shalat idul fitri di Indonesia yang terpusat di satu tempat. Dengan penyelenggaraan shalat Jum’at seperti itu, maka relevansi shalat Jum’at sebagai ibadah politik benar-benar sangat saya rasakan.” Chozien bahkan menuliskan pengalaman shalat Jum’at di Teheran tersebut yang disebutnya sebagai forum rakyat untuk mengkonsolidasikan dan menjaga semangat revolusi Islam, Tulisannya tersebut dimuat di situs resmi PB HMI dan disejumlah blog-blog Islam.

Ada beberapa tamu lagi yang sempat saya dampingi, turut merasakan gempitanya shalat Jum’at di Iran. Mereka menggambarkan diri, seolah berada ditengah-tengah lautan demonstran dan aksi unjuk rasa, yang dikomandai seorang korlap dengan orasi yang berapi-api. Tidak semuanya masjid Iran yang bisa menyelenggarakan shalat Jum’at tersebut, membuat Dahlan Iskan ketika baru tiba di Teheran dan tepat di hari Jum’at menjadi kecele. Sebab masjid bandara yang didatanginya malah tutup dan tidak ada shalat Jum’at disitu. Pengalamannya itu ditulis di media, dan disalah artikan oleh sejumlah pihak dengan menyimpulkan, di Iran yang mengaku negara Islam kok tidak ada shalat Jum’atnya?.

Pak Dahlan Iskan menulis:
“Memang ada masjid di bandara itu tapi tidak dipakai sembahyang Jumat. Saya pun minta diantarkan ke desa atau kota kecil terdekat. Ternyata saya kecele. Di Iran tidak banyak tempat yang menyelenggarakan sembahyang Jumat. Bahkan di kota sebesar Teheran, ibukota negara dengan penduduk 16 juta orang itu, hanya ada satu tempat sembahyang Jumat. Itu pun bukan di masjid tapi di universitas Teheran. Dari bandara memerlukan waktu perjalanan 1 jam. Atau bisa juga ke kota suci Qum. Tapi jaraknya lebih jauh lagi. Di Negara Islam Iran, Jumatan hanya diselenggarakan di satu tempat saja di setiap kota besar.

“Jadi, tidak ada tempat Jumatan di bandara ini?,” tanya saya.

“Tidak ada. Kalau kita kita mau Jumatan harus ke Teheran (40 km) atau ke Qum (70 km). Sampai di sana waktunya sudah lewat,” katanya.”

Dahlan Iskan menulis, DI NEGARA ISLAM IRAN, JUMATAN HANYA DISELENGGARAKAN DI SATU TEMPAT SAJA DISETIAP KOTA BESAR…

Dari pengalaman yang dibagi itu, JONRU mengambil kesimpulan:
“Dulu waktu pak Dahlan Iskan tiba di Iran pas di saat jadwal shalat Jumat, dia merasa kesulitan karena tak ada yang shalat Jumat di sana.

Aneh, bukan? Masa negara Islam TAK ADA shalat jumatnya!”

Metode penyimpulan seperti itulah, yang oleh Jonru disebutnya sedang menyampaikan kebenaran.

*Ismail Amin, sementara menetap di Qom.
[Versi singkatnya, pernah di muat di Majalah Itrah]
Ket: Foto2 terlampir, penyelenggaraan shalat Jum’at di Teheran.

(Ismail-Amin-07/Pks-Puyengan-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Senin, 15 Agustus 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Membantah Fitnah JONRU, Di Iran Tidak Ada Shalat Jum'at. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : https://abnsnews.blogspot.com/2016/08/membantah-fitnah-jonru-di-iran-tidak.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS