Keturunan Nabi Muhammad SAW yang umat Islam Indonesia mengenalnya dengan sebutan Habib, Sayyid, Syarif, Yek dan Ayip dikenal sebagai juru dakwah agama dan ulama karena memang tidak sedikit tokoh terkenal di tanah air dari kalangan mereka yang menekuni bidang itu.
Lagi pula kedatangan leluhur dan pendahulu mereka ke bumi Nusantara diantaranya karena motif menyebarkan ajaran Islam. Tokoh dalam deretan Walisongo contohnya. Sebagian besar dari mereka adalah keturunan Nabi Muhammad dari jalur Sayyid Abdul Malik bin Alawi Ammul-Faqih yang di Indonesia dikenal sebagai penyebar agama Islam di periode awal.
Tokoh lain sebut saja Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri dari Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah yang menjadi pendakwah di provinsi itu. Beliau yang mendirikan perguruan Alkhairaat. Hingga saat ini terdapat sekitar 1.600 sekolah Alkhairaat dalam berbagai kategori dan di berbagai tingkatan di kawasan Indonesia. (Baca: Habib Idrus bin Salim Aljufri, Penyebar Islam di Indonesia Timur)
Ternyata keturunan Nabi Muhammad SAW yang ada di Indonesia tidak sedikit yang menjadi raja, pejuang, militer, polisi, ekspatriat dan ada pula yang menjadi pejabat. Beberapa di antara mereka malah ada menjadi menteri di republik ini.
Berikut ini enam menteri di Indonesia keturunan Nabi Muhammad SAW.
1. Ali Alatas
Ali Alatas lahir 4 November 1932 di Jakarta. Ia meniti karirnya sejak 22 tahun sebagai diplomat di Sekretaris II Kedubes RI di Bangkok. Alumni Fakultas Hukum UI 1956 dan Akademi Dinas Luar Negeri ini sejak kecil bercita-cita ingin menjadi pengacara.
Selama dua dasawarsa lebih, laki-laki yang dipanggil Alex ini memperlihatkan kelas tersendiri sebagai diplomat. Namanya tidak akan terlupa karena setiap kabinet Pembangunan era Soeharto selalu muncul namanya sebagai Menteri Luar Negeri dari 1987-1999. Karena kepiawaiannya dalam diplomasi Internasional, ia pernah dinominasikan menjadi Sekjen PBB oleh sejumlah negara Asia tahun 1996.
Berbagai jabatan yang membidangi masalah luar negeri ia emban, hingga Ali dipercaya menjadi Wakil Tetap RI di PBB- Jenewa (1976-1978), Sekretaris Wakil Presiden (1978-1982), Wakil Tetap Indonesia di PBB, New York (1983-1987).
Pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001) Abdurrahman Wahid, Ali dipercaya sebagai penasehat. Kemudian, setelah Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001) Gus Dur jatuh dan digantikan Megawati Sukarnoputri, Ali diangkat menjabat Penasihat Presiden untuk Urusan Luar Negeri.
Ali di usia senjanya masih dipercaya menduduki jabatan. Itu terjadi pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia Keenam (2004-2014) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Oleh Presiden SBY ia diangkat menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Urusan Luar Negeri 2005-2008. Maka tak salah bila ia dijuluki singa tua diplomat Indonesia.
Ali mengisi waktu dengan mewujudkan impiannya menjadi pengacara, sebagai salah satu penasihat hukum di Biro Pengacara Makarim & Taira’s. Selain itu, ia pun menikmati hidup dengan keluarga di rumah kediamannya di Kemang Timur, Jakarta Selatan dan Jalan Benda Raya No 19, Cilandak, Jakarta Selatan.
Ali Alatas meninggal di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, pada 11 Desember 2008 pagi pada usia 76 tahun karena terkena serangan jantung. Pemimpin dan duta besar negara-negara turut menyatakan bela sungkawa atas kepergiannya. Jenazahnya dimakamkan secara militer di Taman Pahlawan Kalibata-Jakarta.
2. Quraish Shihab
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu al Qur’an dan mantan Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998) pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Ia dilahirkan di Rappang pada 16 Februari 1944. Ia merupakan kakak kandung Alwi Shihab yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Menko Kesra pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yuhdoyono.
Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Quraish sendiri di Indonesia dikenal sebagai ulama ahli tafsir. Al Misbah merupakan tafsir Al Quran lengkap 30 juz yang ditulis oleh Quraish.
Keindonesiaan Quraish memberi warna menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya Makassar, ia melanjutkan pendidikan tingkat menengah di Malang, sambil menyantri di Pondok Pesantren Darul-Hadits al-Faqihiyyah.
Pada tahun 1958 ia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di Kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Tahun 1967, ia meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin – Jurusan Tafsir dan Hadits – Universitas al-Azhar. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di fakultas yang sama dan pada tahun 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudul Al-I’jaz at-Tasyri’i li al-Qur’an al-Karim.
Tahun 1980 , Quraish kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikan di almamater lamanya. Tahun 1982 ia meraih doktornya dalam Bidang Ilmu-ilmu al-Qur’an.
Di Makassar, Quraish dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin. Tahun 1984 Quraish ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, di luar kampus, ia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984); Anggota Lajnah Pentashbih al-Qur’an Departemen Agama (sejak 1989); Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989).
Quraish juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syari`ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Quraish kini aktif menulis artikel, buku dan karya-karyanya diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati. Selain sebagai penulis, sehari-hari Quraish Shihab memimpin Pusat Studi al-Qur’an, lembaga non profit yang bertujuan untuk membumikan al-Qur’an kepada masyarakat yang pluralistik dan menciptakan kader mufasir (ahli tafsir) al-Qur’an yang paham akan konteks.
3. Alwi Shihab
Alwi Abdurrahman Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan Senin, 19 Agustus 1946. Alwi yang adik kandung Prof. Quraisy Shihab ini menghabiskan masa mudanya di Makassar, Malang, dan Kairo. Pendidikan sarjananya dalam bidang akidah filsafat di IAIN Ujungpandang diselesaikan pada tahun 1986. Pada saat yang hampir bersamaan Alwi memperoleh gelar master dari Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Selain itu, Alwi juga mempunyai gelar master dari Universitas Temple, Amerika Serikat tahun 1992. Selain meraih dua gelar master, Alwi juga mempunyai dua gelar doktor, masing-masing dari Universitas Ain Syam, Mesir (1990) dan Universitas Temple (1995).
Sebelum bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa dan pulang ke Indonesia, Alwi menetap di Washington DC, AS. Di situ, ia mengajar agama Islam di Hartford Seminary sejak tahun 1996. Selain itu, ia juga mengajar di Harvard Divinity School di Universitas Harvard (1998), dan di Auburn Theological Seminary of New York. Di kalangan cendekiawan dan pemikir Islam AS, nama Alwi tidak asing. Alwi adalah salah seorang ahli Islam pertama yang duduk dalam Board of Trustee pada Centre for the Study of World Religions, lembaga pengkajian yang berafiliasi dengan Harvard Divinity School.
Pada tahun 1999, Alwi menjadi anggota DPR dan kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada tahun tahun 1999-2001 pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Tahun 2002, Alwi menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada saat Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden, Alwi diangkat sebagai Menko Kesra pada Kabinet Indonesia Bersatu. Ia menjabat dari 21 Oktober 2004 hingga 6 Desember 2005. Ia digantikan oleh Aburizal Bakrie pada perombakan (Reshuffle) kabinet I tanggal 5 Desember 2005.
Jabatan baru Alwi setelah terkena resuhuflle sebagai penasehat presiden dan utusan khsusus presiden RI untuk hubungan kerjasama dengan negara Timur Tengah, organisasi konferensi Islam (OKI) dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Kini pada masa pemerintahan Presiden Jokow Widodo atau Jokowi, Alwi dipercaya sebagai utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah. Saat HUT Konferensi Asia-Afrika (KAA) di ke-60 Bandung tahun 2015, Alwi ditugasi Presiden Jokowi untuk menemui Presiden Mesir Abdel Fatah Al Sisi guna menghadiri event itu. Kehadiran Presiden Al Sisi dinilai penting menghadiri HUT KAA ke-60 tersebut karena Mesir merupakan salah satu negara pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) yang bermula dari KAA di Bandung pada 1955.
4. Said Agil Husein Al Munawar
Dr. Said Agil Husin Al Munawar, MA lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 26 Januari 1954. Ia dikenal sebagai ulama Intektual yang banyak memiliki keahlian sehingga aktifitasnya pun menjadi sangat beragam. Said Agil adalah seorang pengajar dan pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004) pada masa pemerintahan Presiden Megawati.
Said Agil pada masa kecilnya jika pagi hari sekolah di SD Negeri 8 Sepuluh Ulu Palembang, siangnya sekolah di Madrasah Tarbiyah Munawwariyah. Ia lulus dari Madrasah Tarbiyah tahun 1966. SD Negeri lulus tahun 1967, saat sekolah agamanya sudah setingkat kelas 2 SMP atau kelas 2 Tsanawiyah.
Said Agil melanjut ke Sekolah Persiapan Universitas Islam Al Ahliyah (SPUI) 17 Ilir Lrg Ketandan Palembang. Ia termasuk angkatan pertama dan lulus 1971. Karena ia lulusan sekolah swasta, harus mengikuti ujian negeri lebih dulu untuk bisa mengikuti ujian masuk SPIAIN itu.
Saat lulus SMA (SPUI) usianya masih sangat relatif muda, di bawah 17 tahun. Karena ia pernah melompat kelas, hanya tiga bulan di satu kelas dan langsung dinaikan ke kelas berikutnya. Sehingga kebanyakan calon mahasiswa yang mendaftar berusia sekitar 17-18 tahun sedangkan umur Said Agil masih kurang dari itu. Tapi pihak SPIAIN tidak dapat menolak karena ia mempuyai ijazah sekolah agama dan sekolah negeri. Bahkan akhirnya kedua ijazah itu menjadi modal baginya untuk masuk perguruan tinggi itu tanpa testing.
Ia diterima di Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah, dan mendapat beasiswa selama beberapa bulan serta meraih gelar sarjana muda tahun 1974 dengan predikat cum laude.
Said Agil kemudian berangkat ke Madinah kuliah di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, sebuah universitas Islam tertua di Arab Saudi. Di Fakultas Syari’ah itu ia dididik selama 4 tahun untuk mendapatkan gelar LC atau LML sebuah predikat untuk lulusan hukum Islam. Ia lulus 1979 dengan cum laude dan memperoleh hadiah dari Raja Sudi, seribu rial. Ia pun dicalonkan oleh universitas untuk mengikuti ujian S2 di universitas itu. Ia lulus Master of Art 1983 dan melajutkan mengambil S3 atas berbagai pertimbangan dan saran dari guru-gurunya. Akhirnya tahun 1987 ia memperoleh gelar Ph.D dengan spesialisasi Hukum Islam.
Said Agil pernah bekerja sebagai dosen pada beberapa perguruan tinggi sebelum menjadi menteri, terutamanya perguruan tinggi Islam seperti Institut Agama Islam Negeri di beberapa tempat di Indonesia. Selain itu, dia juga pernah menjadi Dosen Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Indonesia Pusat pada tahun 1990 hingga 1998.
Saat menjabat menteri, setiap Jum’at dan Sabtu, ia masih menyempatkan diri mengajar program pascasarjana di berbagai perguruan tinggi di berbagai kota dengan dibantu asisten. Salah satu kepakaran Habib Said Agil yang sangat diakui orang adalah dalam bidang tilawah Al-Quran. Di usia yang masih muda, sebelum berangkat menimba ilmu di Arab Saudi, ia telah dikenal sebagai seorang qari andal tingkat nasional.
Ketika menjabat sebagai Menteri Agama pada awal Agustus 2002, Said Agil menyuruh orang melakukan penggalian di komplek prasasti Batutulis. Ia meyakini, konon berdasarkan petunjuk dalam mimpi, bahwa di bawah prasasti tersebut tersimpan emas harta karun peninggalan zaman Prabu Siliwangi yang dapat digunakan untuk membayar seluruh hutang negara sebesar hampir Rp 1.500 triliun atau setara dengan 10.000 truk emas batangan. Protes dari kalangan arkeologi tidak ditanggapi. Setelah dilakukan penggalian selama dua minggu dibawah pengawasan Agil, penggalian dihentikan dan hanya menghasilkan jejak galian tanah sepanjang 5m, lebar 1m, dan kedalaman 2m tanpa secuil logam pun apalagi emas.
Setelah berita penggalian itu menyebar, demonstrasi dan kecaman datang dari masyarakat luas dan menghendaki Agil untuk mengundurkan diri dan posisi menteri. Namun, Agil tetap bertahan pada posisinya hingga berakhir masa tugasnya.
Pada tanggal 7 Februari 2006, dia divonis hukuman 5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp. 35,7 miliar dan Dana Abadi Umat (DAU) yang berjumlah Rp 240,22 miliar pada tahun 2002-2004.
5. Salim Segaf Al Jufri
Dr. Salim Segaf Al Jufri lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 17 Juli 1954. Salim adalah cucu dari ulama besar Palu, Guru Tua atau Habib Said Idrus Al Jufri yang merupakan pendiri Yayasan Al Khairaat. Salim masuk dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II sebagai Menteri Sosial era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Posisi ini didapatnya ketika SBY menunjuknya langsung pada 22 Oktober 2009.
Saat mendapat amanat menjadi Menteri Sosial, Salim mengaku tidak kaget. Menurutnya, dunia sosial sudah tidak asing lagi baginya. Salim memang aktif dalam kepengurusan di beberapa organisasi sosial seperti di Partai Ketua MPR-RI 2004-2009 PKS, Baznas, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), WAMY dan International Islamic Relief Organization atau IIRO. Salim berkiprah di partai politik menjadi Ketua Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ia juga membaktikan dirinya sebagai Direktur Pusat Konsultasi Syariah Jakarta.
Karena keluarganya berlatar belakang pendidik keagamaan, maka tak aneh bila kelak ia menjadi pribadi yang sangat dekat dengan dunia pendidikan, sosial dan keagamaan.
Setelah lulus SD di sekolah Pemimpin Perang Diponegoro Diponegoro tahun 1962, Salim melanjutkan ke Madrasah Aliyah Alkhairaat Palu (tempat sang kakek). Setelah lulus, di tahun 1972 sampai 1986, Salim melanjutkan pendidikan S1 hingga S3 di fakultas Syariah Universitas Madinah, Arab Saudi.
Sekembalinya ke Indonesia, Salim dipercaya oleh Presiden Republik Indonesia Keenam (2004-2014) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menjadi Dubes RI di kerajaan Arab Saudi dan Oman sejak Desember 2005. Tugasnya sebagai Dubes tersebut menggantikan Muhammad Maftuh Basyuni yang telah menjadi Menteri Agama saat itu.
Salim juga tercatat mengajar sebagai dosen di beberapa tempat. Misalnya, dia mengajar dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah. Salim juga pernah menjabat dosen Fakultas Syariah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA).
6. Fadel Muhmmad
Ir. Fadel Muhammad Al-Haddar lahir di Ternate, Maluku, 20 Mei 1952. Fadel pernah menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Indonesia Bersatu II pada masa pemerintahan Presiden Bambang Susilo Yudhoyono dari 22 Oktober 2009 hingga reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II, 18 Oktober 2011.
Sebelumnya ia menjabat sebagai Gubernur Provinsi Gorontalo sejak 10 Desember 2001 hingga 22 Oktober 2009. Pada pilkada Gorontalo 2006 yang dilaksanakan pada 26 November 2006, ia memperoleh 81 persen suara. Nilai ini merupakan tertinggi di Indonesia untuk pilkada sejenis dan tercatat di rekor MURI sebagai rekor pemilihan suara tertinggi di Indonesia untuk pemilihan gubernur.
Semasa menjadi Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad menerima penghargaan Pencapaian Menuju Tertib Administrasi Keuangan (terbaik) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketua BPK Anwar Nasution menyerahkan penghargaan itu dalam rangkaian acara HUT ke-60 BPK, di JCC (Jakarta Convention Center), Selasa malam 9 Januari 2007, yang juga dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ibu Negara.
Fadel dikenal juga sebagai seorang pengusaha. Dia anak sulung dari orangtuanya, yang pedagang antar pulau dan guru. Nama Fadel diberikan oleh kakeknya yang melihat dari mata batinnya, bahwa cucunya itu kelak akan lebih baik dan berbeda dengan teman-temannya. Sejak kecil memang perbedaan itu tampak dari perilaku kesehariannya yang bersahaja dan selalu patuh pada orangtua.
Dia menikmati masa remaja idi Gorontalo dan Ternate. Setelah tamat SMA di Ternate, Fadel melanjut ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Fadel meraih gelar insinyur dari Jurusan Teknik Fisika, pada tahun 1978. Saat sedang menempuh pendidikan di ITB, ia pernah mendapatkan tawaran beasiswa untuk belajar di Institut Teknologi California, namun tawaran tersebut ditolaknya.
Jiwa wiraswastanya sudah mulai tampak sewaktu dia masih mahasiswa. Saat itu, antara lain, dia mengubah koperasi mahasiswa, sepenuhnya dikelola mahasiswa. Dia mengkapitalisasi brand ITB untuk memajukan koperasi itu.
Setelah meraih gelar insinyur, Fadel memilih jadi pengusaha. Dia mendirikan PT Bukaka Teknik Utama. Usahanya berkembang. Kemudian dia juga menjadi eksekutif dan sekaligus pemilik di sejumlah perusahaan nasional dan joint venture dengan perusahaan asing berskala dunia.
Fadel Muhammad juga salah seorang pendiri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan saat ini dia adalah Ketua Umum Pengurus Dewan Jagung Indonesia. Fadel Muhammad juga pernah menjabat sebagai pengurus inti DPP partai Golkar dari tahun 1989 hingga 2004; kemudian menjadi Ketua DPD Partai Golkar untuk periode 2005 hingga 2010.
Fadel pernah mengalami perkara kepailitan melawan Bank IFI, ING Barings South East Asia Limited di Singapura, serta Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ia dinyatakan berutang Rp. 40 miliar kepada Bank IFI, sebesar US$ 4,8 juta kepada ING Barings, dan sebesar Rp 93,2 miliar kepada BPPN. Dalam putusan Pengadilan Niaga Jakarta pada 13 Maret 2001, ia dinyatakan pailit, namun secara mengejutkan dibebaskan dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung pada 18 Oktober 2004.
(Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar