Sejarah Israel Menjajah Palestina


Lawrence, Yahudi di belakang Saudi Arabia

Gagalnya Theodore Herlz membujuk Khalifah Turki Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid II, agar menyerahkan wilayah Palestina kepada komplotan Zionis Yahudi, membuat Herlz sangat geram. Turki Utsmaniyah harus dihancurkan! demikian tekad Herlz. Maka dimulailah konspirasi penghancuran kekhalifahan Islam di gerbang Eropa ini dari dalam maupun dari luar. Dari dalam, konspirasi Zionis telah memiliki seorang pion yakni seorang perwira di tubuh angkatan bersenjata Turki bernama Mustafa Kemal, seorang Turki kelahiran Salonika yang masih berdarah Yahudi. Dari luar, konspirasi akan menggerogoti pengaruh kekhalifahan di wilayah-wilayah luar Turki dengan cara mempr ovokasi satu-persatu tokoh-tokoh setempat, menumbuhkan sikap kesukuan serta harga diri kelompoknya, dan dibenturkan dengan bangsa Turki. Politik adu domba, seperti Devide et Impera-nya VOC Hindia Belanda terhadap Nusantara, dilakukan komplotan Zionis ini. Pion-pion Zionis pun disebar dan disusupkan ke dalam lapisan elit mereka. Salah satunya T.E. Lawrence, seorang perwira muda Inggris berdarah Yahudi yang berhasil menyusup dan menjalin hubungan mesra dengan klan Ibnu Saud yang merupakan dinasti berpengaruh di Saudi Arabia.


Saudi Arabia, seperti halnya Palestina, merupakan bagian dari wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam saat itu. namun berkat kepiawaian seorang Lawrence, yang merupakan anak buah dari Jenderal Allenby (seorang jenderal yang sangat islamofobia), tokoh-tokoh Saudi akhirnya terprovokasi dan akhirnya melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Islam yang berpusat di Turki. Bahkan dalam banyak pertempuan melawan pasukan kekhalifahan Islam Turki Utsmaniyah, Lawrence memimpin sendiri pasukan Saudi. Disebabkan jarak geografis yang cukup jauh dengan pusatnya, maka wilayah Saudi pun berhasil melepaskan diri dari kekhalifahan Islam dan berdiri sebagai kerajaan sendiri. Pion Zionis T.E. Lawrence merupakan seorang pion kelompok Zionis. Hal ini dikemukakan oleh sejarawan Inggris bernama Martin Gilbert, yang di dalam artikelnya berjudul “Lawrence of Arabia was a Zionist” (The Jerusalem Post, edisi 22 Februari 2007), menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme Internasional. Sejak memberontak terhadap kekhalifahan Islam, Saudi Arabia menjadi sebuah kerajaan (monarki) di mana Dinasti Saud menjadi garis keturunan raja. Walau secara formal kerajaan Saudi Arabia mencantumkan Islam sebagai agama resmi kerajaan, namun ada banyak hal yang bisa dijadikan catatan buruk bagi perannya dalam ikut berjuang menegakkan panji ketauhidan di seluruh muka bumi. Craig Unger, mantan deputi direktur New York Observer di dalam karyanya yang sangat berani berjudul “Dinasti Bush Dinasti Saud” (2004)


memaparkan kelakuan beberapa oknum di dalam tubuh kerajaan negeri itu, bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari keluarga kerajaan. “Pangeran Bandar yang dikenal sebagai ‘Saudi Gatsby’ dengan ciri khas janggut dan jas rapih, adalah anggota kerajaan Dinasti Saudi yang bergaya hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di Barat. Bandar selalu mengadakan jamuan makan mewah di rumahnya yang megah di seluruh dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan aman dari Arab Saudi dan dengan entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum Brandy dan menghisap cerutu Cohiba,” tulis Unger.


Bandar, tambah Unger, merupakan contoh perilaku dan gaya hidup sejumlah syaikh yang berada di lingkungan elit kerajaan Saudi. “Dalam hal gaya hidup Baratnya, ia bisa mengalahkan orang Barat paling fundamentalis sekali pun.” Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan, Menteri Pertahanan Saudi. Dia juga kemenakan dari Raja Fahd dan orang kedua yang berhak mewarisi mahkota kerajaan, sekaligus cucu dari (alm) King Abdul Aziz, pendiri Kerajaan Saudi. Lalu yang juga ironis adalah tindakan dari kerajaan Saudi yang menyerahkan penjagaan keamanan bagi negerinya—termasuk Makkah dan Madinah—kepada tentara Zionis Amerika. Bahkan Saudi mengontak Vinnel Corporation di tahun 1970-an untuk melatih tentaranya, Saudi Arabian National Guard (SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya. Vinnel merupakan salah satu Privat Military Company (PMC) terbesar di Amerika Serikat yang bisa disamakan dengan perusahaan penyedia tentara bayaran. Dalam invasi Amerika Serikat ke Afghanistan dan Irak, Saudi bersikap pro-aktif membantu pasukan sekutu ini dengan menyediakan wilayahnya kepada pihak sekutu dengan harga sewa yang didiskon sampai dengan 30
persen. Tangan para syaikh Saudi berlumuran darah umat Islam Afghanistan dan Irak dalam kasus ini.

Bagi yang ingin lebih mengetahui tentang kaitan kerajaan Saudi Arabia dengan Amerika, silakan membaca literatur di bawah ini:
1. Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)
2. Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006)
3. Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)
4. History of the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)

(Copasiana-55/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 10 Juli 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Sejarah Israel Menjajah Palestina. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/07/sejarah-israel-menjajah-palestina.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS