Wacana reformasi dan perubahan dalam tata kelola pemerintahan di Kerajaan Arab Saudi nampaknya memang bukan isapan jempol belaka.
Hal ini terkait dengan Rencana Transformasi Nasional Arab Saudi, elemen penting dalam reformasi ekonomi "Vision 2030" yang diumumkan Deputi Putra Mahkota Mohammed bin Salman, akan segera disahkan dalam sidang kabinet pada Senin 6 Juni 2016 ini.
Dewan ekonomi Saudi, The Council of Economic and Development Affairs (CEDA) sudah menyetujui draf final Rencana Transformasi Nasional Arab Saudi tersebut. Salah satu rencana merupakan rancangan dari Deputi Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, yang juga menjabat sebagai presiden CEDA.
Rencana tersebut mengulas detil implementasi program Pangeran Mohammed, yang menitikberatkan pada restrukturisasi perekonomian kerajaan dan mengurangi ketergantungan pada minyak. Pangeran Mohammed mengumumkan rencana ini pada April 2016 lalu.
Pangeran muda Saudi ini mendapatkan peran sentral dalam perekonomian Saudi, setelah ayahnya, Raja Salman, naik tahta awal tahun lalu. CEDA adalah lembaga top beranggotakan para menteri untuk tujuan reformasi.
Saat ini keuangan Arab Saudi sangat bergantung pada penerimaan minyak. Namun harga sektor energi yang turun sejak pertengahan 2014 membuat penurunan pada pendapatan negara kerajaan ini dan pertumbuhan negara ini jadi berisiko.
Detail rencana reformasi akan dipaparkan pada konferensi yang dihelat pada hari Senin ini.
Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz diapit Putra Mahkota Mohammed bin Nayef (kiri) dan Wakil Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (kanan) di Riyadh, Arab Saudi,
Rencana transformasi ini antara lain mencakup pemotongan subsidi, kenaikan pajak, penjualan aset negara, efisiensi pemerintahan, dan menaikkan investasi asing. IMF menilai rencana ini sebagai rencana yang perlu, berani dan perlu jangka waktu lama untuk mencapainya.
Bagian lain dari Vision 2030 adalah privatisasi sebagian saham perusahaan minyak negara, Saudi Aramco, serta transformasi Public Investment Fund jadi lembaga pengelola kekayaan terbesar di dunia.
Pengumuman persetujuan reformasi ini mengambil saat penting, yakni permulaan puasa bagi umat Muslim. Biasanya saat tersebut, aktivitas bisnis dan pemerintahan di negara kerajaan Islam seperti ini akan melambat. Oleh sebab itu, rilis reformasi ini memperlihatkan pendekatan yang lebih energik.
Arab Saudi saat ini sedang didera defisit anggaran yang masif hingga mencapai 98 miliar dollar AS di 2015. IMF memprediksi defisit akan lebih besar pada tahun 2016 ini, sebab GDP hanya tumbuh 14% dibanding 16% tahun lalu.
(Reuters/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar