Fikih Berkenaan Dengan Puasa


Allah swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.[1]

Puasa termasuk dari ibadah yang agung dalam Islam, dan mempunyai keutamaan yang besar, dan telah diriwayatkan dalam hadis-hadis tentang keutamaannya yang banyak. Puasa merupakan perkara yang paling besar yang membuat jiwa suci dan bersih. Apabila puasa dilakukan dengan hati tulus kepada Allah swt niscaya akan memberikan kekuatan dan tekad kepada manusia dalam meniti jalan kesempurnaan. Ia menguatkan manusia untuk berlindung kepada penciptanya.

Puasa mempunyai pengaruh besar dan agung, di antaranya: bersifat sosial seperti tenggang rasa terhadap orang-orang fakir, dan berfungsi untuk kesehatan dan kekuatan badan. Rasulullah saw bersabda: “Berpuasalah kalian niscaya kalian akan sehat”[2], dan pengaruh-pengaruh besar yang lain.


Definisi puasa:

Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa karena Allah swt.


Hukum puasa:

Puasa dibagi kepada:
1. Puasa wajib
2. Puasa sunah
3. Puasa haram
4. Puasa Makruh (sedikit pahalanya)


Pertama, Puasa wajib:

Yaitu puasa yang wajib atas setiap mukalaf yang memenuhi syarat-syarat (yang akan kami bahas nanti). Dan puasa wajib dibagi kepada delapan bagian, di antaranya:
1. Puasa bulan Ramadhan.
2. Puasa qadha.
3. Puasa kafarah.
3. Puasa nazar, sumpah dan janji.
4. Puasa anak laki-laki terbesar untuk menggantikan puasa ayahnya berdasarkan ihtiyath wajib, dan tidak wajib baginya untuk meng-qadha puasa ibu.


Kedua, Puasa sunah: 

Yaitu puasa yang pelakunya diberikan pahala, dan tidak berdosa jika meninggalkannya. Sunah berpuasa pada semua hari kecuali puasa makruh dan haram. Antara lain:
1. Puasa tiga hari setiap bulan, dan cara yang lebih diutamakan adalah berpuasa pada hari kamis pertama dari setiap bulan dan kamis akhir darinya, dan hari rabu pertama dan sepuluh pertengahan (bulan).
2. Puasa di hari kelahiran Nabi saw, tanggal 17 Rabiul Awal, dan juga hari bi’tsah tanggal 28 Rajab.
3. Puasa hari Ghadir.
4. Puasa pada semua Rajab dan Sya’ban atau sebagiannya.
5. Puasa setiap hari kamis atau jumat jika tidak bertepatan dengan hari raya (‘id).
6. Puasa awal bulan Muharram, hari ketiga dan ketujuhnya.


Ketiga, Puasa haram: 

1. Puasa hari raya ( Fitr dan Adha).
2. Puasa di hari syak dengan niat bulan Ramadhan.
3. Puasa nazar untuk perkara maksiat.
4. Puasa wishal (menyambungkan puasa malam hari dengan siang hari dan mengakhirkan buka puasa (ifthar) sampai masuk malam dengan niat puasa).


Keempat, Puasa makruh (berpahala sedikit): 

1. Puasa hari Arafah bagi orang yang khawatir tidak mampu berdoa.
2. Puasa hari Arafah dengan meragukan hilal di mana memberikan kemungkinan bahwa hari itu hari raya Adha.
3. Puasanya tamu, baik puasa sunah atau wajib tanpa izin tuan rumahnya.


Referensi:

[1] Q. s. al-Baqarah: 183.
[2] Bihar al-Anwar, juz 59, hal. 267.

(Hauzah-Maya/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Senin, 05 September 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Fikih Berkenaan Dengan Puasa. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : https://abnsnews.blogspot.com/2016/09/fikih-berkenaan-dengan-puasa.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS