Syarat-syarat wajib puasa:
1. Balig.
2. Berakal.
3. Tidak pingsan.
4. Tidak sakit.
5. Bermukim (tidak bepergian yang menyebabkan salat di-qasar).
Pertama/ Balig:
Apabila mukalaf balig sebelum terbit fajar dari bulan Ramadhan atau salah satu harinya, maka wajib berpuasa. Akan tetapi, jika balig di pertengahan hari maka tidak wajib menahan diri (imsak) dari hal-hal yang membatalkan puasa. Ini jika dia tidak berpuasa, tapi kalau dia berpuasa dengan suka rela (tathawwu’) maka tidak wajib melanjutkan puasanya sekalipun hal itu disunahkan.
Kedua/ Berakal:
Orang gila tidak wajib puasa jika kegilaannya bisa merusak niat yang disyaratkan, kalau tidak-misalnya di malam hari berniat puasa dan di siang harinya tiba-tiba gila kemudian sembuh sebelum matahari terbenam-menurut ihtiyath wajib harus menyempurnakan (puasa) kemudian meng-qadha.
Ketiga/ Tidak pingsan:
Orang pingsan tidak wajib puasa sekalipun terjadi pada sebagian siang hari. Apabila dia berniat puasa kemudian jatuh pingsan, maka berdsarkan ihtiyath wajib harus menyempurnakan puasanya dan meng-qadhanya.
Keempat/ Tidak sakit:
Yaitu sakit yang membahayakan orang yang berpuasa, dan apabila sembuh sebelum zawal (zuhur) dan belum membatalkan (puasanya), berdasarkan ihtiyath wajib harus berniat dan berpuasa serta meng-qadha setelah itu.
Kelima/ Bermukim:
Artinya tidak bepergian yang menyebabkan salat diqasar.
Beberapa hukum puasa bagi orang yang bepergian (musafir):
1. Apabila mukalaf bepergian sebelum zawal dan telah berniat untuk bepergian sejak dari malam, berdasarkan ihtiyath wajib harus membatalkan puasa.
2. Apabila mukalaf bepergian sebelum zawal dan tidak berniat untuk bepergian sejak dari malam, maka berdasarkan ihtiyath wajib tidak sah puasanya pada hari itu dan dia boleh berbuka setelah melewati Had at-Tarakhush (batas yang diperkenankan membatalkan puasa) dan wajib menggantinya.
3. Apabila mukalaf yang berpuasa melakukan perjalanan setelah zawal, berdasarkan ihtiyath wajib harus menyempurnakan puasanya dan sah.
4. Orang yang bepergian tidak boleh membatalkan puasanya sebelum sampai pada batas tarakhush, dan jika membatalkan dengan mengetahui hukum maka wajib membayar kafarah. Begitu juga kalau dia bimbang, maka berdasarkan ihtiyath wajib harus membayar kafarah. Akan tetapi, jika dia tidak tahu hukum maka tidak dikenai apa-apa.
5. Apabila mukalaf bepergian dan masuk suatu kota dengan berniat untuk bermukim (tinggal minimal sepuluh hari), maka ada beberapa kondisi:
6. Sampai ke kota itu setelah zawal (Zuhur), maka puasa hari itu harus diganti sekalipun dia tidak makan sesuatu.
7. Sampai ke kota itu sebelum zawal dan telah melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, maka puasa hari itu harus diganti juga dan sunah baginya untuk imsak sampai matahari terbenam.
8. Sampai ke kota itu sebelum zawal dan belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, maka ia wajib berpuasa setelah memperbaharui niatnya.
9. Bepergian di bulan Ramadhan secara ikhtiyar dibolehkan tetapi makruh kecuali pada kondisi-kondisi berikut:
10. Pergi haji atau umrah.
11. Pergi perang di jalan Allah.
12. Pergi untuk menjaga harta yang dikhawatirkan hilang.
13. Pergi untuk menjaga seseorang yang dikhawatirkan binasa.
14. Pergi setelah dua puluh tiga malam berlalu dari bulan Ramadhan.
(Hauzah-Maya/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar