Duta besar Saudi, Al-Sati pada hari Kamis (10/9) kemarin, telah dipanggil oleh pemerintah India guna mempertanyakan kerjasama kedutaan tersebut dalam penyelidikan mengenai dugaan perkosaan yang telah dilakukan oleh diplomat Saudi.
Para Tenaga Kerja Demo Kedubes Saudi di India Atas Kasus Pemerkosaan Diplomatnya kepada Dua Pekerja wanita Asal Nepal
Dua kasus korban pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang diplomat Saudi di salah satu flat kawasan Gurgaoun adalah warga Nepal, yang selamat dari percobaan pemerkosaan.
Vikas Swarup, juru bicara kementerian urusan Luar Negeri (MEA), menulis di twitternya mengenai pemanggilan tersebut,
“Kepala protokol MEA (Jaideep Mazumdar) memanggil Dubes Arab hari ini, untuk menyampaikan permintaan Polisi Haryana kepada pejabat kedutaan mengenai kasus dua warga Nepal.” tulis Swarup di twitternya.
Kedubes Saudi memiliki dua pilihan. Jika mereka ngotot menyebut diplomatnya tidak bersalah, maka mereka harus memperbolehkan kepolisian menginterogasi mereka sebagai bagian dari investigasi dan harus mengesampingkan kekuatan imunitasnya diplomatiknya sebagai pejabat negara. Atau memilih mempertahankan imunitas diplomatiknya namun mengakui kekurang ajaran yang telah mereka lakukan. Mereka tidak boleh menggunakan kedua pilihan itu sekaligus.
Bahwa diplomat tersebut memiliki kekebalan hukum dari penuntutan atau tuntutan hukum adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah, maka sepertinya sangat tidak mungkin bahwa Arab Saudi akan membiarkannya peradilan pidana asing mengeksekusi masalah pemerkosaan ini. Tindakan terbaik bagi Riyadh saat ini adalah, diam-diam menarik diplomatnya sebelum kasus ini melebar dan mempengaruhi hubungan kedua negara.
Diplomat itu bagaimanapun juga harus segera meninggalkan India. Dengan cara apapun, jika Saudi tidak segera melakukan tindakan itu untuk meredam situasi, maka pemerintah India terpaksa menyatakan pria tersebut persona non grata dan mengusirnya. Namun India tidak ingin melakukan hal itu, karena hal itu akan beresiko pelanggaran terhadap Konvensi Wina, dan hal ini juga membahayakan diplomat India yang berada di Saudi.
Kasus ini telah terdengar oleh jaringan media internasional, dan telah mendorong organisasi hak asasi manusia dunia, khususnya NGO yang memerangi perdagangan seks, untuk memberikan tekanan pada pemerintah India agar “melakukan sesuatu” terhadap kasus ini.
Pemerintah Nepal juga telah menyampaikan masalah ini kepada pemerintah India dan mengatakan bahwa New Delhi harus melakukan segala sesuatu untuk mencari keadilan bagi warganya. Kedua wanita itu telah meninggalkan Nepal setelah gempa pada bulan April.
Dua pelayan Nepal, yang berhasil diselamatkan dalam operasi penyelamatan polisi, mengatakan bahwa mereka berulang kali diperkosa, dibiarkan kelaparan dan disandera selama beberapa bulan setelah meninggalkan Nepal dan bekerja untuk pejabat Saudi tersebut.
“Mereka memperkosa kami, mengunci kami, tidak memberi kami apa pun untuk dimakan … dan ketika kami mencoba untuk lari, kami dipukuli,” ungkap salah satu wanita yang berhasil diselamatkan.
Menakshi Ganguly, direktur HRW Asia Selatan mengatakan kepada Times of India, bahwa pihaknya telah mendokumentasikan beberapa kasus di Arab Saudi diman para wanita pekerja rumah tangga harus mengalami berbagai tindak kekerasan tanpa adanya pembelaan atau tindakan perlindungan terhadap para pekerja tersebut. Dan memang di Saudi para pekerjanya di anggap sebagai budak jadi tidak masalah mereka mau berbuat apapun, rakyat Saudi memang menggunakan kekuatan Haramain untuk mengelabui dunia atas kelakuan bejatnya.
Monarki Saudi berideologi wahabi masih memandang kulit hitam sebagai budak,” Ali Al-Ahmed, Direktur Institute for Gulf Affairs, dia menulis dalam majalah Foreign Policy. Perbudakan di Arab Saudi itu terkait dengan ideologi wahabi bukan Islam, karena Quran, Hadist dan Nabi Saw diutus untuk menghapus perbudakan. Sementara mereka sengaja memanfaatkan “khadimul Haramain” sebagai alat untuk memikat muslim Afrika dan Asia ke dalam perbudakan. Mereka ditipu dan dipaksa untuk menjual anak-anak mereka ke dalam perbudakan untuk membayar perjalanan pulang. Perdagangan budak memikat muslim Afrika dari Sudan, Mali, Nepal, Nurkina Faso dengan janji manis paket program pendidikan bagi anak-anak mereka. Sebagaimana ulama mereka yang memiliki otoritas keagamaan tertinggi Wahabi Saudi Syeikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, terus terang menyatakan, “Perbudakan adalah bagian dari “Islam” (baca; menurut Wahabi).
Perbudakan adalah bagian dari jihad, dan jihad akan tetap ada adalah Islam. Inilah salah satu bentuk kesesatan ajaran Wahabi Saudi yang selama ini seringkali membuat fatwa-fatwa nyeleneh. Kita jangan tertipu oleh mereka, banyak TKW dari negara-negara miskin di Asia dan Afrika telah menjadi korban kebejatan para majikannya.
(SFA/LM/Times-Of-India/Salafy-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar