Istilah Islam Nusantara sempat menjadi perdebatan di Indonesia, beberapa ada yang menerima dan beberapa lainnya menolak. (Baca: Islam Nusantara Menyatukan Negara dengan Agama).
Alasan penolakan terhadap gagasan tersebut adalah karena mereka menganggap Islam Nusantara tidak sejalan Alquran dan Sunnah Nabi. Padahal, tidak demikian. Hal ini telah dipertegas oleh mantan Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Afifuddin Muhajir.
Kiai Afif mengungkapkan bahwa makna Islam Nusantara tak lain merupakan sebuah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen fikih mu’amalah sebagai hasil dialektika antara nash, syari’at, adat istiadat, budaya, dan realita di bumi Nusantara. Dari proses dialektika tersebut, kemudian terciptalah ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.
Menurut Kiai Afif, dalam istilah Islam Nusantara tidak ada sentimen benci terhadap bangsa dan budaya negara manapun, apalagi negara Arab, khususnya Saudi sebagai tempat kelahiran Islam dan bahasanya menjadi bahasa Alquran. Hal inilah yang harus dipahami betul oleh Umat Islam di seluruh dunia, sehingga selalu menebar kebencian dan kekerasan.
Dalam sejarah masuknya agama Islam Indonesia, bisa kita lihat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia tidak dengan cara yang kasar, sehingga ajaran bisa diterima oleh budaya Indonesia saat itu. Awal-awal masuknya Islam ke Indonesia, para wali Allah atau Wali Songo dengan cara halus telah menyelipkan ajaran Islam kepada budaya Anisme dan Dinamisme saat itu.
Dengan menggunakan cara-cara Islam Nusantara tersebut, Indonesia bisa menawarkan sebuah konsep yang bisa menjadi gerakan konter dari pada gerakan terorisme.
(Satu-Islam/Shabestan/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar