Sempat jadi sorotan karena insiden pembakaran umbul-umbul merah putih, Pesantren Ibnu Masud punya sejarah panjang dengan radikalisme dan terorisme.
Setidaknya 18 orang dengan kaitan ke lembaga pendidikan agama Islam itu telah ditangkap terkait aksi teror di dalam negeri.
Penelusuran lebih lanjut Reuters menemukan menemukan bahwa 12 orang dari Ibnu Masud berangkat ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS sepanjang periode 2013-2016.
Para militan dari Ibnu Masud ini terdiri dari enam orang guru dan enam siswa. Salah satu di antara mereka adalah Haft Saiful Rasul yang berangkat bersama sejumlah kerabat ke Suriah 2015 lalu.
Haft tewas akibat serangan udara setahun kemudian, hanya dua bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-13. Pihak ISIS mengonfirmasi langsung tewasnya bocah itu dan dua warga negara Indonesia lainnya di dekat Kota Jarabulus, Suriah.
Ibnu Masud didirikan di Depok, Jawa Barat, pada 2007 silam. Setelah beberapa orang petinggi, termasuk sang pendiri Amah Abdurrahman, ditangkap dan diadili atas tuduhan terorisme, pada 2010 lokasi pesantren pindah ke kaki Gunung Salak, tepatnya di Desa Sukajaya, Tamansari, Bogor, Jawa Barat
Sofyan Tsauri, mantan anggota kelompok teroris mengaku pernah memberikan sumbangan untuk pesantren tersebut. Menurutnya, Ibnu Masud adalah sekolah untuk anak-anak militan Islam.
Pesantren tersebut juga merupakan tempat persembunyian bagi teroris yang sedang diburu aparat kepolisian. Pelaku bom Bali Dulmatin adalah salah satu buronan kelas kakap yang pernah singgah di sana.
Pada Agustus lalu Ibnu Masud kembali jadi sorotan karena ulah salah satu pengajar yang membakar umbul-umbul merah putih. Aksi tersebut sempat membuat marah warga Desa Sukajaya.
Juru bicara Ibnu Masud Jumadi membantah institusinya punya hubungan dengan ISIS atau kelompok teroris lainnya. Menurutnya, Ibnu Masud hanya mengajarkan agama kepada anak-anak.
“Ibnu Masud memastikan anak-anak muslim disibukkan denga upaya memahami agama mereka dengan benar. Sehingga mereka menjadi generasi yang memahami agama, dan mau berjuang untuk agama,” kata Jumadi seperti diberitakan Reuters, Kamis (7/9).
Saat ditanya apakah yang dimaksud dengan berjuang adalah mengangkat senjata? Jumadi tak memberikan jawaban tegas. “Butuh diskusi lebih lanjut untuk menjawab pertanyaan itu,” ujarnya sambil menolak menjelaskan lebih jauh.
Jumadi mengakui bahwa Haft Saiful Rasul adalah siswa di pesantrennya. Namun, dia mengaku tidak tahu apa-apa soal keberangkatan bocah itu atau anggota pesantren lainnya ke Suriah.
Dia hanya mengaku tahu tentang tiga guru dan seorang murid Ibnu Mas’ud yang ditahan Singapura ketika hendak berangkat ke Suriah tahun lalu.
(JPNN/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar