Al Habib Samir bin Abdurrahman Al-Khauli Al-Rifai Al-Husaini (Foto: NU Online)
Satu persatu para ulama dan tokoh Timur Tengah melakukan testimoni tentang bahaya kelompok Wahabi. Maklum saja, mereka telah merasakan bagaimana ajaran Wahabi yang dikenal dengan ‘takfiri’ telah menjadi penyebab porak-porandanya beberapa negara Islam di Timur Tengah.
Tidak hanya itu, seakan tak peduli mereka dituduh Syiah seperti kebiasaan Wahabi selama ini, para tokoh-tokoh besar Timur Tengah itu juga mengingatkan agar negara-negara berpenduduk Muslim termasuk Indonesia agar lebih waspada dan jangan membiarkan ajaran berbahaya kelompok Wahabi tumbuh berkembang di dalamnya.
Umat Islam Indonesia harus belajar dari situasi yang terjadi di Timur Tengah. Jangan sampai kondisi damai yang ada di negara ini justru rusak karena hadirnya ajaran menyimpang, terutama dari kelompok Wahabi.
Peringatan ini disampaikan Al Habib Samir bin Abdurrahman Al-Khauli Al-Rifai Al-Husaini saat mengisi materi Daurah Aswaja Internasional di gedung PWNU Jawa Timur, Ahad, 13 Maret 2016.
“Jaga Indonesia dari pengaruh ajaran yang menyimpang dari Ahlussunnah wal Jamaah. Kita jaga teguh ajaran yang penuh keteduhan ini jangan sampai diganggu dengan aliran ekstrim,” katanya.
Dengan menggunakan bahasa Arab, Syekh Samir menjelaskan, Islam menyebar di negeri ini tanpa kekerasan apalagi pertumpahan darah. “Islam datang ke Indonesia lewat perdagangan. Dan karena akhlak pembawanya akhirnya menimbulkan simpati sehingga masyarakat berbondong-bondong memeluk Islam,” ungkapnya.
Guru besar asal Lebanon ini kembali mengingatkan jangan sampai di negeri ini terjadi pertumpahan darah lantaran kemunculan aliran yang gemar mengafirkan antarkelompok seperti yang dilakukan Wahabi.
“Tugas (menebar kedamaian) ini ada di pondok pesantren masing-masing peserta (dauroh) untuk saling bersinergi menjaga kondisi negeri agar tetap damai,” terangnya.
Oleh karena itu, syekh yang datang dengan mengenakan farwa atau baju kebesaran berwarna kuning emas tersebut mengingatkan peserta untuk menjaga diri agar tidak mudah terpengaruh golongan Wahabi yang bertentangan dengan Aswaja. “Kita harus selalu mengingatkan akan bahaya mereka (Wahabi),” katanya dengan suara lantang.
Sebagai bukti, Syekh Samir memaparkan bahwa dalam sejarahnya mereka mengaku dirinya sebagai Salafi atau pengikut ulama salaf. “Tapi pengakuan itu adalah dusta,” sergahnya. Karena dalam perjalanannya, ketika kelompok ini menguasai sebuah negara dan akan menyatukan dalam sebuah barisan, padahal yang dilakukan adalah mengakafirkan bahkan membunuh kelompok muslim lain.
“Apa yang dilakukan mereka adalah memorak-porandakan sebuah negara dan kemanusiaan,” katanya.
Kepada negara dan kawasan yang dimasuki, lanjut Syekh Samir, Wahabi akan menebarkan bom bunuh diri, takfir atau mengafirkan siapa saja yang tidak sepaham, lanjutnya.
“Untuk di Indonesia, Wahabi kerap mendirikan pesantren, lembaga kursus komputer yang di dalamnya mendoktrinkan ajaran ekstrim yang justru bertentangan dengan Aswaja,” jelasnya.
Karena itu Syekh Samir menyarankan agar jangan sampai mempercayakan pendidikan dan keterampilan generasi muda kepada mereka yang justru nantinya akan menentang Aswaja.
Di akhir ceramahnya, syekh mengajak peserta untuk menirukan kalimat yang diucapkan terkait tauhid, bahwa tiada sesuatu yang menyerupai-Nya (Allah). “Allah ada tanpa tempat,” pungkasnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.
(NU-Online/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar