BEDA TAPI RUKUN: Jamaah usai menunaikan salat Jumat di Masjid Yardyam (Foto: Kaltim Post)
Pemandangan langka bisa didapati saat salat Jumat 24 Juni 2016 di Masjid Yardyam, Moskow, Rusia. Sulit menemukan tandingannya. Apalagi di Indonesia ketika stigma penyesatan dan pengkafiran massif dialamatkan ke mazhab Syiah oleh mereka yang membawa agenda proxy Saudi.
Sunni dan Syiah hidup berdampingan tanpa ada kekerasan. Hal ini dikisahkan wartawan Kaltim Post, Edwin Agustyan, saat backpacker-an ke Moskow, Rusia.
Edwin mengisahkan, siang itu, saat dirinya tiba, belum banyak jamaah yang datang ke masjid yang diresmikan pada September 1997 tersebut. Ketika masuk, dirinya tidak langsung duduk di bagian utama masjid. Lebih dulu berbincang dengan jamaah setempat.
Selang lima menit, jamaah mulai banyak berdatangan. Sudah tidak ada tempat untuk salat di dalam masjid. Dirasa penuh, Edwin beranjak keluar menuju pintu masjid yang lain. Letaknya di sebelah kanan. Masih satu bangunan.
Edwin sedikit bingung ketika melihat jamaah menunaikan salat sunah. Gerakannya berbeda dengan seperti yang umum ia lihat dan lakukan di Tanah Air. Ketika takbiratulihram mereka tidak melipat tangan di bagian dada atau perut. Tapi lurus ke bawah. Azan yang dikumandangkan juga berbeda.
Ternyata yang Edwin datangi itu ruangan jamaah Syiah yang masih satu kawasan. Edwin kembali keluar masjid. Bukan apa-apa, Edwin mengaku hanya ingin menghindari kebingungan. “Apa jadinya jika dalam satu ruangan hanya saya yang berbeda gerakannya. Pastilah menjadi pusat perhatian,” gumam Edwin.
Edwin beranjak kembali ke ruangan tempat semula yang ia datangi. Berharap ada sedikit ruang. Sebenarnya di bagian luar masjid disediakan tempat terbuka. Bagi yang tidak membawa sajadah bisa membeli kertas karton seharga Rp 2 ribu.
Tapi, bagi dirinya yang ketiduran saat sahur, dan hanya berbuka dengan satu gelas air putih, empat kurma, dan sepotong roti, itu bukan pilihan bagus. Takut oleng. Apalagi sejak berangkat dari hotel kepalanya sudah pusing. Mungkin kalau puasa di Indonesia masih bisa tahan. Tapi, di Moskow harus bertahan hingga pukul 21.24.
Sembari mencari tempat kosong, matanya juga memerhatikan orang yang sedang salat sunah. Ternyata berbeda dengan ruangan di sebelah tadi. Edwin lantas memilih bertahan di situ. Dari obrolan dengan salah satu jamaah, di Masjid Yardyam memang terdapat dua ruangan salat.Satu ruangan dikhususkan untuk yang menganut kepercayaan Syiah. Ruangannya lebih kecil. Tiang masjid dicat biru dan putih. “Tapi, sebenarnya sama saja. Tidak ada larangan,” kata Yahmed, salah satu jamaah.
Pembangunan masjid tidak lepas dari peranan Bayazitov Ryashit Zhabbarovich. Seorang akademisi Tatar dan ketua perkumpulan muslim Siberia. Dia mengepalai Yayasan Hilal yang sebelumnya bernama Yayasan untuk Toleransi Beragama dan Kebebasan Sipil. Yayasan itu yang menginisiasi berdirinya Masjid Yardyam.
Masjid Yardyam bisa menjadi percontohan bagi mereka yang sering bertikai. Di sana tidak ada sweeping oleh ormas. Saling menghormati meski berbeda. Syiah dan Sunni masing-masing punya tempat. Meski lafal azan tidak sama, tak ada yang menghardik. Jamaah Syiah juga terlihat nyaman beribadah meski jumlah mereka lebih sedikit. Tidak ada gangguan sama sekali. Sunni juga tak mengekang. “Di sini bebas,” kata Yahmed.
Masjid ini bisa dicapai dengan berjalan kaki sekira 10 menit dari stasiun Metro Otradnoye. Dua menara setinggi 41,5 meter memudahkan untuk mencari lokasinya. Arsitekturnya sederhana. Tanpa banyak ukiran. Masjid ini bisa menampung dua ribu orang. Ketika salat Jumat jamaah meluber sampai jalan raya.
Selain digunakan sebagai tempat ibadah, di bagian kiri masjid juga terdapat pusat pendidikan. Di sana diajarkan sejarah Islam, bahasa Arab, dan membaca Alquran. Tidak heran jika banyak muslim yang saya temui lebih fasih bahasa Arab ketimbang Inggris.
Tenda Ramadhan
Umumnya masjid-masjid di Moskow menyambut Ramadan dengan antusias. Tapi, hanya di Masjid Memorial yang menyediakan tenda Ramadan. Selepas magrib selalu diadakan acara buka puasa bersama. Selain menyajikan makanan, juga ditampilkan beberapa pertunjukan. Mulai pukul 07.00 hingga dini hari. Mereka yang ikut dalam acara ini tidak dibatasi hanya umat muslim. Siapa pun bisa turut serta.
Jika ingin ambil bagian, lebih baik masuk sebelum waktu berbuka. Soalnya selepas magrib antrean sudah mengular. Edwin tidak masuk. Namun, dari luar terlihat jenis makanan yang disajikan lebih beragam. Tidak hanya plov. Masjid Memorial dibangun pada 1995 dan rampung dua tahun kemudian. Pemerintah Moskow membangunnya di Poklonnaya Hill. Berdekatan dengan gereja dan sinagog. Pembangunannya untuk penghormatan bagi tentara Rusia yang berperang melawan serbuan tentara Nazi Jerman. Tentara muslim memiliki andil dalam mempertahankan negara mereka saat itu.
Masjid Memorial memiliki enam lantai. Dua lantai digunakan untuk rumah imam dan perlengkapan masjid. Dan bisa menampung tiga ribu jamaah. “Tapi, harus desak-desakan,” kata Ahmad, penjaga masjid.Menaranya berbentuk seperti permata. Menonjol di antara bangunan lain. Di samping masjid terdapat museum perang. Tiang bagian dalam dan langit-langit diukir khas masjid pada umumnya. Yang unik, terdapat lampu gantung yang bentuknya tiga perempat lingkaran.
Ahmad mengaku perhatian Pemerintah Rusia kepada muslim sangat baik. Walau menurutnya jumlah masjid yang dibangun masih sedikit. Padahal di Rusia terdapat 20-22 juta muslim. “Tidak ada intimidasi atau diskriminasi. Pemerintah sangat memerhatikan kami,” tuturnya.
Di sela perbincangan dengan Ahmad, Edwin memerhatikan jamaah yang keluar-masuk. Mereka mengantre untuk bertemu dengan salah satu pengurus masjid. “Mereka minta dibacakan Alquran,” jelas Ahmad kepada Edwin.
Ada pula yang iktikaf sembari menunggu waktu berbuka. Di Moskow, tidak diperkenankan tidur-tiduran di masjid. Sehingga yang datang murni untuk beribadah. Entah membaca Alquran atau salat sunah. Selain magrib dan isya, hanya satu ruangan masjid yang dibuka.
(Kaltim-Post/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar