Apa Hukumnya Menziarahi Kuburan Menurut Islam? (Bagian 2)


Apa hukumnya menziarahi kuburan menurut Islam? [1]

Ziarah ke kuburan Rasulullah saw. dalam pandangan Ibnu Taimiyah secara mutlak adalah haram, baik ziarah itu melalui persiapan safar sebelumnya atau pun tidak, dan tentunya kalau ziarah ke kuburan beliau saja haram apalagi ziarah pada kuburan-kuburan yang lain.

Hal ini dinukil oleh Qasthalani [2] dan Ibnu Hajar dalam kitab al-Jauharu al-Munadzom [3], bahhkan diriwayatkan juga bahwa Ibnu Taimiyah mengklaim adanya ijma’ tentang haramnya perjalanan untuk ziarah kubur dan sebagai konsekuensinya shalat yang dilakukan saat bepergian dengan tujuan ziarah kubur harus secara lengkap dan bukan singkat (qhasar).


KENDALA DEFINISI

Kalau kita membaca sumber-sumber utama dalam membuktikan apakah satu hal tertentu tergolong syariat Islam atau tidak ternyata bukti-bukti itu tidak mendukung pandangan Ibnu Taimiyah di atas melainkan sebaliknya menegaskan ziarah kubur sebagai bagian dari syariat Islam. Sumber pertama adalah Qur’an, Allah swt. berfirman:

وَ لَو اَنَّهُم اِذ ظَلَمُوا اَنفُسَهَم جَاؤُوکَ فَاستَغفَرُوا اللهَ وَاستَغفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِیمًا ﴿ النساء 64 ﴾

Artinya “sungguh kalau mereka ketika menganiaya dirinya mereka datang kepadamu lalu mereka meminta ampun kepada Allah dan rasul pun memintakan ampun bagi mereka niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa’ 64).

Ziarah adalah kehadiran yang berarti mendatangi seseorang baik untuk meminta istighfar atau tidak. Dan kalau ziarah pada Rasulullah saw. dianjurkan oleh ayat di atas pada masa hidup beliau maka anjuran itu tetap berlaku setelah beliau meninggal dunia karena adanya bukti-bukti kuat yang menunjukkan kehidupan beliau di alam barzakh dan bahwasanya beliau mendengar salam orang lain kepadanya serta menjawabnya bahkan perbuatan umat senantiasa dilaporkan kepada beliau saw.

Qasthalani menerangkan bahwa tiada hari kecuali pada hari itu juga amalan umat Rasulullah saw. dilaporkan pada beliau siang dan malam. Dengan demikian maka beliau dapat mengenal mereka melalui tanda serta amalan mereka, kemudian beliau akan memberi kesaksian pada mereka. [4]

Ibnu Zar’ah al-Iroqi meriwayatkan hadis dari Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda kehidupanku baik untuk kalian karena kalian bisa berbicara dan dibicarai secara langsung, dan kematianku juga baik untuk kalian karena amalan kalian senantiasa dilaporkan kepadaku, setiap kali aku melihat kebaikan dalam laporan itu maka aku puji Allah swt. dan manakala aku melihat keburukan dalam laporan itu maka aku beristighfar (baca mintakan ampun) pada Allah swt. untuk kalian. [5]

Subki menurut hikayatnya Samhudi berkata bahwa ulama’ memahami ayat yang tersebut di atas bersifat umum mencakup dua kondisi kematian dan kehidupan sekaligus, mereka juga menjelaskan mustahab hukumnya bagi orang yang menziarahi kuburan beliau untuk membaca ayat itu. [6]

Selain itu, kisah arab badui juga menjadi bukti kehidupan Rasulullah saw. di alam barzakh, kisah ini dinukil oleh banyak penulis dari berbagai mazhab dalam karya-karya mereka tentang manasik, mereka mengakui kebenaran kisah ini dan memandang perbuatan yang dilakukan oleh arab badui itu sebagai salah satu tata cara peziarah.

Ceritanya demikian sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Muhammad bin Harb [7] berkata suatu hari aku memasuki kota Madinah dan segera mendatangi kuburan Rasulullah saw., aku menziarahi beliau dan duduk persis di hadapan kuburan, tiba-tiba seorang arab badui datang untuk menziarahi beliau, orang itu kemudian berkata wahai sebaik-baik utusan Allah, sesungguhnya Allah swt. telah menurunkan kirab suci kepadamu dan Dia berfirman:

 وَ لَو اَنَّهُم اِذ ظَلَمُوا اَنفُسَهُم 

(sungguh kalau mereka ketika menganiaya dirinya mereka datang kepadamu) maka sekarang aku mendatangimu untuk kau mintakan ampun pada Allah swt. untukku, setelah itu terdengar suara dari dalam kuburan yang berbunyi Allah swt. telah mengampunimu. Samhudi menukil riwayat ini dari dua jalur yang menyambung pada Ali bin Abi Thalib as. [8]


SUNNAH

Sumber kedua yang membuktikan ziarah ke kuburan Rasulullah saw. adalah hal yang disyariatkan oleh Islam adalah sunnah, banyak sekali hadis dari berbagai jalur menegaskan masalah ini dengan beragam ungkapan, di antaranya adalah sebagai berikut:

Hadis pertama Rasulullah saw. bersabda “barangsiapa menziarahi kuburanku maka dia pasti mendapatkan syafaatku” [9], sedikitnya referensi hadis ini ada empat puluh kitab di bidang sunnah yang penyusunnya adalah para hafidz dan imam hadis, nama-nama berikut ini adalah sebagian dari mereka
1. Ubaid bin Muhammad al-Warraq an-Nisaburi (554 H.).
2. Ibnu Abi ad-Dunya Abu Bakar al-Qurasyi (281 H.).
3. Ad-Duwlawbi ar-Razi (310 H.) dalam kitab al-Kuna wa al-Asma’.
4. Ibnu Khuzaimah (311 H.) dalam kitab Sahihnya.
5. Abu Ja’far al-Aqili (322 H.) dalam kitabnya.
6. Abu Ahmad bin Adi (360 H.) dalam kitabnya al-Kamil.
7. Ad-Daru Quthni (385 H.) dalam kitab as-Sunan.
8. Al-Mawardi (450 H.) dalam kitab al-Ahkam as-Sulthoniyah.
9. Al-Qadhi Iyadh al-Malik (544 H.) dalam kitab as-Syafat.
10. Ibnu Asakir (571 H.) dalam kitab Tarikhnya bab tentang orang yang menziarahi kuburan Rasulullah saw. [10]
11. As-Subki as-Syafii (756 H.) dalam kitab Syifau as-Siqom.

Pada hakikatnya langkah orang yang berusaha untuk membuktikan kelemahan hadis “barangsiapa menziarahi kuburanku maka dia pasti mendapatkan syafaatku” sudah tergelincir … dan kalau Anda menghendaki penjelasan yang lebih terperinci dalam hal ini maka Anda bisa merujuk pada artikel-artikel saya tentang ziarah kuburan Rasulullah saw., yang pertama berjudul al-kalamu al-mubromu fi naqdhi al-qouli al-muhaqqaqi al-muhkam, yang kedua berjudul al-kalam al-mabrur fi roddi al-qouli al-manshur, dan yang ketiga berjudul as-sa’yu al-masykur fi roddi al-mazhabi al-matsur, semua artikel itu saya tulis dalam rangka membantah artikel-artikel mereka yang haji tapi enggan untuk menziarahi kuburan Rasulullah saw. baik siang maupun malam. [11]

Saya tambahkan bahwa semua silsilah perawi hadis ini sampai ke Musa bin Hilal adalah orang-orang yang terpercaya dan sama sekali tidak diragukan lagi. Adapun berkenaan dengan Musa bin Hilal, Ibnu Adi berkata menurut hemat saya dia tidak bermasalah, mengingat dia adalah salah satu masyayikhnya Ahmad, dan tentunya Ahmad tidak pernah meriwayatkan hadis kecuali dari orang yang terpercaya. [12]

Sebagaimana hal itu juga diakui oleh pihak lawan dalam bantahannya terhadap al-Bakri. [13]

Subki mengajukan berbagai bukti yang menunjukkan kekuatan silsilah rawi (baca sanad) hadis ini dan pada akhirnya dia berkata kalau saja kita terima gugatan terhadap kesahihan hadis ini tapi minimal bukti-bukti ini sanggup mengelompokkan hadis ini dalam kategori hadis yang hasan. Selanjutnya Subki juga menjelaskan bahwa cukup hanya dengan sebagian bukti-bukti ini untuk mematahkan klaim mereka yang menyatakan hadis-hadis tentang ziarah kuburan Rasulullah saw. adalah hadis palsu, Maha Suci Allah apa mereka tidak malu pada Allah swt. dan Rasul-Nya saw. mengatakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dikatakan baik oleh orang alim maupun orang jahil, baik oleh ahli hadis maupun ulama di bidang yang lain, dan sepengetahuan kami tidak seorangpun yang menyatakan atau menuduh Musa bin Hilal atau perawi lain hadis ini sebagai pemalsu hadis, lalu bagaimana mungkin seorang muslim mengizinkan dirinya menuduh hadis-hadis tentang ziarah ke kuburan Rasulullah saw. sebagai hadis-hadis palsu [14]!

Hadis kedua adalah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar “barangsiapa yang datang menziarahiku di saat motivasinya tiada lain adalah ziarah padaku maka dia berhak padaku agar aku menjadi pemberi syafaat baginya di hari kiamat”. Hadis ini termuat dalam enam belas referensi yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. At-Thabrani (360 H.) dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir.
2. Al-Hafidz bin as-Sakan al-Baghdadi (353 H.) dalam kitabnya berjudul as-Sunanu as-Shihah.
3. Ad-Daru Quthni (385 H.) dalam kitab Amalinya.
4. Abu Na’im al-Isbahani (430 H.).
5. Abu Hamid al-Ghazali as-Syafii (505 H.) dalam kitab Ihya’u al-Ulum. [15]

Hadis ketiga diriwayatkan oleh Ibnu Umar secara marfu’, Rasulullah saw. bersabda “barangsiapa yang haji kemudian dia menziarahi kuburanku setelah aku wafat maka dia seperti orang yang menziarahiku saat aku masih hidup”. [16] Hadis ini dicatat dalam dua puluh lima referensi kitab-kitab sunnah, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. As-Syibani (303 H.).
2. Abu Ya’la (307 H.) dalam musnadnya.
3. Al-Baghawi (317 H.).
4. Ibnu Adi (365 H.) dalam kitab al-Kamil.
5. Al-Baihaqi (457 H.) dalam kitab as-Sunan. [17]
6. Ibnu Asakir (571 H.) dalam kitab tarikhnya.
Hadis keempat diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar secara marfu’ bahwa Rasulullah saw. bersabda “barangsiapa yang haji ke baitullah dan tidak menziarahiku maka dia telah berbuat tidak sopan padaku”. Hadis ini dicatat oleh sejumlah besar para hafidz hadis [18], di antara mereka adalah sebagai berikut
1. As-Samhudi (911 H.) dalam kitab Wafa’u al-Wafa’.
2. Ad-Daru Quthni (385 H.) dalam kitab Ahaditsu Malik allati laysat fi al-Muwattho’.
3. Al-Qasthalani (923 H.) dalam kitab al-Mawahibu al-Laduniyah.

Hadis kelima juga marfu’, Rasulullah saw. bersabda “tidak ada alasan bagi siapa saja dari umatku yang mempunyai peluang untuk menziarahiku tapi dia tidak menziarahiku”. [19]


PERBUATAN SAHABAT

1. Umar bin Khattab ketika pulang dari penaklukan Syam dan memasuki kota Madinah maka awal yang dia perbuat di sana adalah menuju masjid dan mengucapkan salam Rasulullah saw. [20]

2. Ibnu Umar setiap kali pulang dari perjalanan dia mendatangi kuburan Rasulullah saw. seraya mengucap salam padamu wahai Rasulullah saw., salam padamu wahai Abu Bakar, salam padamu wahai Ayah. [21]
3. Ibnu Umar berdiri di hadapan kuburan Rasulullah saw. kemudian dia mengirimkan shalawat dan salam kepada beliau[22].

4. Ibnu Aun meriwayatkan suatu saat seorang lelaki bertanya pada Nafi’ apakah dulu Ibnu Umar selalu mengucapkan salam pada kuburan Rasulullah saw. dia menjawab iya, sungguh aku melihatnya seratus kali bahkan lebih mendatangi kuburan Rasulullah saw. kemudian berdiri di dekatnya sambil mengucap salam padamu Nabi saw. [23]

5. Ibnu Hanifah meriwayatkan dari Ibnu Umar berkata bahwa salah satu perbuatan sunnah adalah hendaknya kamu mendatangi kuburan Rasulullah saw. dari sisi kiblat kemudian posisikan punggungmu ke arah kiblat dan menghadaplah pada kuburan beliau serta mengucapkan … .

Itulah tadi sebagian contoh dari perbuatan sahabat Nabi saw., Allamah Amini mengumpulkan lebih dari empat puluh ucapan dari ulama ahlisunnah dan fuqoha mereka yang menyatakan ziarah kuburan Rasulullah saw. adalah sunnah lalu menyebutkan tata cara ziarah Rasul. [24]


AKAL

Akal sehat menilai baik perbuatan mengagungkan siapa saja yang diagungkan oleh Allah swt. (premis mayor) dan ziarah ke kuburan Rasulullah saw. adalah salah satu dari bentuk pengagungan terhadap makhluk yang diagungkan oleh Allah swt. (premis minor). Oleh karena itu pengagungan terhadap Rasulullah saw. dalam bentuk ziarah padanya adalah termasuk pengagungan syiar-syiar Allah swt. serta penghinaan terhadap musuh-musuh-Nya.


KRITIK TERHADAP HADIS SYADDU AR-RIHAL 

Ibnu Taimiyah menyudutkan mazhab syiah imamiyah dengan ucapannya pengikut-pengikut mazhab syiah imamiyah adalah orang yang bepergian ke masyhad-masyhad (tempat pemakaman orang suci) seperti halnya perjalanan orang haji menuju baitullah seakan-akan ziarah ke masyhad-masyhad adalah ciri khas mazhab syiah imamiyah dan tidak dimiliki oleh mazhab-mazhab islam lainnya!

Muhammad bin Abdul Wahab mengharamkan syaddu ar-rihal (bepergian) menuju masyhad-masyhad dan kuburan Rasulullah saw., haramnya perjalanan ini apabila memang bertujuan untuk pergi ke masyhad-masyhad tersebut, mengingat Rasulullah saw. bersabda “disunnahkan ziarah kepada Rasulullah saw. tapi ingat dilarang bepergian (syaddu rihal) kecuali ke tiga masjidil haram, masjidku dan masjidil aqsha” [25]. Hadis ini dijadikan landasan oleh putera Abdul Wahab untuk mengharamkan perjalanan yang bertujuan ziarah kubur.


JAWABAN UNTUK IBNU TAIMIYAH 

Pertama-tama pembatasan tersebut bersifat relatif dan tidak sesungguhnya, yakni pada hakikatnya pembatasan itu berlaku pada masjid-masjid yang lain sehingga makna hadis ini adalah dilarang bepergian ke masjid-masjid kecuali ke tiga masjid, hal itu karena hadis ini tidak menyebutkan hal yang dikecualikan sehingga menyebabkan beberapa kemungkinan dalam pengartiannya, dan sebagaimana hal yang dikecualikan tersebut bisa maksudnya tempat bisa juga maksudnya adalah masjid sehingga makna hadis menjadi larangan bepergian ke masjid-masjid kecuali ke tiga masjid yaitu masjidil haram, masjidin nabi, dan masjidil aqsha, jadi maksud ini lebih benar karena awal yang terlintas di benak setiap orang yang mendengarnya secara konvensional adalah demikian. Maka dari itu sebenarnya hadis ini tidak ada hubungannya dengan pengharaman syaddu rihal (bepergian) ke masyhad-masyhad atau pemakaman.

Qasthalani berkata pengecualian dalam hadis ini tanpa menyebutkan hal yang dikecualikan, dan kalau memang yang dimaksudkan di sini adalah tempat secara umum maka konsekuensinya adalah secara mutlak dilarang bepergian ke semua tempat selain tiga masjid tersebut di atas, baik perjalanan itu untuk menziarahi orang saleh, sanak famili, teman, atau untuk mencari ilmu, berdagang, kemping, dan lain sebagainya. Namun yang sebenarnya dimaksudkan oleh hadis ini bukanlah tempat secara umum melainkan tempat khusus yaitu masjdi, yakni dilarang bepergian ke masjid-masjid kecuali ke tiga masjid tersebut. [26]

Jawaban kedua adalah ijma’ dan kesepakatan ulama yang tidak perlu dipertanyakan lagi tentang diperbolehkannya bepergian ke mana saja untuk berdagang, mencari ilmu, jihad, ziarah ke ulama’, kemping, atau lain sebagainya. Karena itu, apabila yang dimaksudkan oleh hadis ini bukan masjid melainkan tempat secara umum maka itu berarti di larangan untuk bepergian ke tempat-tempat yang disebutkan tadi, dan ini bertentangan dengan ijma’ dan kesepakatan tersebut. Jadi, makna yang lebih mengena untuk hadis ini adalah larangan untuk bepergian ke masjid-masjdi kecuali ke tiga masjid yaitu masjidil haram, masjidin nabi, dan masjidil aqsha. Dengan demikian maka hadis ini sama sekali tidak menunjukkan haramnya bepergian ke masyhad-masyhad khususnya bepergian ke kuburan Rasulullah saw. dan menziarahinya.

Jawaban ketiga adalah kalaupun pengecualian dalam hadis ini ditujukan pada masjid tapi tetap saja makna hadis ini tidak wajar, karena dengan begitu maka bepergian ke masjid hanya boleh pada tiga tempat yaitu masjidil haram, masjidin nabi, dan masjidil aqsha; sedangkan selain tiga masjid itu seseorang tidak diperbolehkan untuk bepergian ke sana, padahal banyak sekali nash (bukti tekstual yang jelas) yang jelas-jelas menyatakan bahwa Rasulullah saw. dan para sahabat setiap hari sabtu bepergian menuju masjid Quba yang jaraknya dengan kota Madinah mencapai tiga mil, dan tentunya masjid Quba tidak termasuk tiga masjid yang disebutkan dalam hadis tersebut. Oleh karena itu kalau memang makna hadis itu adalah melarang seseorang untuk bepergian ke masjid-masjid kecuali ke tiga masjid tersebut maka Rasulullah saw. dan para sahabat telah berbuat haram, dan sudah barang pasti tidak seorang muslimpun yang berani berkata demikian.

Ibnu Umar dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah saw. senantiasa mengunjungi masid Quba pada setiap hari sabtu, baik dengan jalan kaki ataupun naik kendaraan, dan Abdullah juga melakukannya. [27]

Jawaban keempat adalah kisah Bilal yang bepergian untuk menziarahi kuburan Rasulullah saw.. Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa dalam perjalanan pulang setelah penaklukan Baitul Maqdis, Umar bin Khattab sampai ke sebuah kolam besar dan di situlah Bila memintanya untuk memposisikan dia di Syam dan Umarpun memenuhi permintaanya. Ibnu Asakir melanjutkan setelah itu Bilal dalam mimpinya bertemu Rasulullah saw. seraya menegurnya betapa kasarnya sikapmu padaku wahai Bilal, bukankah sudah waktunya kamu datang menziarahiku Seketika itu juga Bilal terjaga dari tidurnya dengan penuh rasa malu dan takut, dia langsung menaiki kendaraannya dan melesat menuju Madinah, tanpa menyia-nyiakan waktu dia segera mendatangi kuburan Rasulullah saw., dia menangis di sisi kuburan beliau dan mengusap-usapkan wajahnya di sana, kemudian dia mendatangi Hasan dan Husein (cucu nabi) dan memeluk mereka erat sambil dia ciumi, kedua cucu nabi tersebut berkata padanya hai Bilal, kami sangat merindukan suara azanmu, Bilal tidak sanggup menolak dan mulai mengumandangkan azan, ketika Bilal mengumandangkan Allahu Akbar Madinah berguncang, dan ketika dia melanjutkan Asyhadu alla ilaha illallah guncangan itu semakin keras, dan ketika dia sampai pada bagian Asyhadu anna Muhammadar rosulullah maka gadis-gadis keluar dari tempat persembunyian mereka sambil berkata Rasulullah telah diutus, dan sejak hari itu kebanyakan orang laki-laki maupun perempuan yang terlihat di kota Madinah berada dalam kondisi menangis. [28]

Hafidz Abdul Ghani dan juga yang lain menyebutkan bahwa setelah Rasulullah saw. wafat, Bilal tidak pernah mengumandangkan azan kecuali sekali saja tepatnya ketika dia datang ke Madinah untuk menziarahi Rasulullah saw. [29]

Menurut Subki kita bukan hanya bersandar pada mimpinya Bilal, melainkan yang lebih penting bagi kita adalah perbuatan Bilal itu sendiri khususnya hal itu dia lakukan pada periode kekuasaan Umar bin Khattab dan pada waktu itu banyak sekali sahabat, kisah ini juga bukan hal yang rahasia buat para sahabat. Oleh karena itu perbuatan Bilal di tengah pengawasan para sahabat nabi menjadi landasan kita selain mimpi dia juga menjadi penguat alasan tersebut. [30]

Di tengah penaklukkan Syam, ketika Umar bin Khattab menerima permintaan damai penduduk Baitul Maqdis, Ka’bul Akhbar menghadap Umar dan menyatakan keislamannya, Umar gembira atas masuknya Ka’bul Akhbar ke dalam agama Islam seraya berkata padanya apa engkau mau jalan bersamaku ke Madinah dan menziarahi kuburan Rasulullah saw. sehingga kamu akan merasakan nikmatnya ziarah tersebut Ka’bul Akhbar menjawab iya, aku akan lakukan hal itu, dan ketika Umar sampai ke kota Madinah dia adalah orang pertama yang memasuki masjid dan mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. [31]

Dalil kelima adalah riwayat mustafidz (riwayat yang dinukil oleh para perawi dalam jumlah yang besar tapi tidak sampai batas hadis mutawatir) menyebutkan bahwa Umar bin Abdul Aziz selalu mengirim surat dari Syam seraya berkata sampaikan salamku pada Rasulullah saw. [32]


SIKAP ULAMA TERHADAP PANDANGAN IBNU TAIMIYAH

1. Qasthalani berkata ucapan Ibnu Taimiyah yang melarang ziarah ke kuburan Rasulullah saw. adalah masalah terburuk yang pernah dinukil dari dia. [33]

2. Nablusi berkata ini bukanlah jurang pertama yang Ibnu Taimiyah beserta pengikut-pengikutnya terjerumus di sana, dia menilai perjalanan ke Baitul Maqdis sebagai perbuatan maksiat … dia melarang orang berperantara pada Rasulullah saw. atau wali-wali yang lain untuk menuju Allah swt … begitu hal-hal lain dari dia yang mengerikan dan tanpa perhitungan serta menyebabkan putus hubungan, semua itu dimuat oleh al-Hashni dalam kitab khusus tentang bantahan terhadap Ibnu Taimiyah dan pengikut-pengikutnya. [34]

3. Ghazali berkata siapa saja yang ditabarruki dengan cara menyaksikannya saat masih hidup bisa ditabarruki juga dengan cara menziarahinya setelah meninggal dunia, dan boleh juga hukumnya bepergian untuk tujuan itu karena sabda “dilarang bepergian kecuali ke tiga masjid” tidaklah melarangnya. [35]

4. Izami as-Syafii berkata Ibnu Taimiyah telah melanggar batas bahkan sampai pada Rasulullah saw. itu sendiri, karena dia telah menilai bepergian untuk menziarahi beliau sebagai perbuatan maksiat … . [36]

5. Haitsami as-Syafii setelah memaparkan berbagai bukti pensyariatan ziarah ke kuburan Rasulullah saw. yang di antaranya adalah ijma’, berkata kalau Anda katakan kenapa kamu menyebut ijma’ sebagai salah satu bukti pensyariatan ziarah ke kuburan Rasulullah saw. dan perjalanan ke sana padahal Ibnu Taimiyah sebagai pengikut mazhab Hanbali yang terdahulu mengingkari pensyariatan tersebut, sebagaimana Subki menyaksikan catatan itu! Dan Ibnu Taimiyah melanjutkan pembuktiannya dengan hal-hal yang ditolak oleh pendengaran dan dibenci oleh tabiat setiap orang, bahkan lebih dari itu dia juga mengklaim adanya ijma’ tentang haramnya bepergian untuk ziarah kuburan Rasul, dan dia juga mengatakan shalat yang dilakukan pada waktu perjalanan untuk ziarah kuburan Rasul harus dilakukan secara lengkap dan tidak boleh disingkat (qashar), kemudian dia menuduh semua hadis yang membuktikan pensyariatan ziarah kuburan Rasul sebagai hadis palsu, dan diteruskan oleh para pengikut mazhabnya.

Saya akan menjawab Anda siapakah Ibnu Taimiyah sehingga setiap orang harus melihatnya dan bersandar padanya dalam urusan agama! Bukankah dia adalah orang yang menurut para imam kata-katanya salah dan bukti-buktinya lemah, mereka juga telah menyebutkan kekeliruan, kesalahan dan kelemahan pandangan-pandangannya … . [37]

Intinya; hadis-hadis yang dinukil oleh para hafidz dan ahli hadis dalam kitab sunnahnya yang telah mencapai batas hadis mustafidh bahkan sampai pada tingkat hadis mutawatir, begitu pula perbuatan sahabat nabi, ziarahnya Bilal ke kuburan Rasulullah saw. dan perjalanannya untuk ziarah yang didengar dan disaksikan oleh para sahabat pada zaman itu serta tidak diprotes oleh mereka, ajakan Umar bin Khattab terhadap Ka’bul Akhbar untuk menziarahi kuburan Rasulullah saw. dan tidak adanya protes dari para sahabat, semua itu merupakan bukti-bukti kuat diperbolehkannya bepergian ke masyhad-masyhad suci khususnya makam Rasulullah saw., bahkan bukan hanya menunjukkan pembolehan tapi juga merupakan bukti bahwa perbuatan itu dianjurkan dan hukumnya adalah sunnah, karena sebagian dari bukti-bukti itu mengandung perintah untuk ziarah yang menurut mayoritas ulama perintah itu berarti sunnah dan menurut Ibnu Hazm perintah itu berarti wajib, yakni menurut Ibnu Hazm hukumnya ziarah ke kuburan Rasulullah saw. adalah wajib bagi setiap orang sekali dalam hidupnya. [38]

6. Syekh Ahmad Qasthalani berkata ketahuilah bahwa ziarah ke kuburan mulia Rasulullah saw. adalah salah satu pendekatan diri pada Allah swt. yang terbesar, bentuk ketaatan yang paling bisa diharapkan, dan merupakan jalan menuju derajat-derajat yang tertinggi, dan barangsiapa mempunyai keyakinan selain ini maka dia telah keluar dari kendali Islam dan telah menentang Allah swt., rasul-Nya, dan para ulama’ terkemuka. Dia juga berkata dalam hal ini Ibnu Taimiyah mempunyai perkataan yang mengerikan dan mengherankan, yaitu perkataan yang mengandung larangan bepergian untuk menziarahi kuburan Rasulullah saw. … . [39]

7. Dzahabi menjawab Hasan bin Hasan – yang melarang seorang lelaki yang dia lihat sedang berdiri di hadapan rumah yang di dalamnya terdapat kuburan Rasulullah saw. dan berdoa serta mengirimkan shalawat kepada beliau di sana dengan alasan sabda yang dinisbatkan pada Rasulullah saw. yaitu “jangan kalian buat perayaan di rumahku dan jangan kalian buat rumah kalian menjadi kuburan dan bershalawatlah padaku di mana saja kalian berada karena sesungguhnya shalawat kalian pasti akan sampai padaku” – hadis ini adalah mursal (hadis lemah yang perawinya tidak sampai pada Rasulullah saw.), dan apa yang dijadikan landasan oleh Hasan bin Hasan untuk fatwanya sama sekali tidak menunjukkan hal dia inginkan, melainkan siapa saja yang berdiri di ruangan suci makam nabi dalam keadaan merendah, pasrah, dan bershalawat pada beliau saw. maka alangkah beruntungnya dia; sungguh dia telah melakukan sebaik-baik ziarah serta betapa indahnya cinta dan rendah diri yang dia tunjukkan, sungguh dia telah melakukan ibadah yang lebih besar dari ibadah orang yang bershalawat kepada Rasulullah saw. di tempatnya sendiri atau pada saat dia shalat karena peziarah berhak mendapat dua pahala ziarah dan pahala shalawat pada beliau, sementara orang yang bershalawat kepada beliau di masing-masing negerinya hanya berhak mendapatkan pahala shalawat, dan barangsiapa yang bershalawat kepada beliau sekali maka Allah swt. akan bershalawat kepadanya sepuluh kali, adapun orang yang menziarahi Rasulullah saw. dan salah dalam tata cara ziarah, sujud pada kuburan, atau melakukan hal lain yang tidak disyariatkan maka sebenarnya dia telah melakukan satu perbuatan baik dan satu perbuatan buruk, dan layaknya orang seperti ini adalah diajari secara lemah lembut [40] karena Allah swt. Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan demi Allah! Tidak ada teriak seorang muslim atau ciuman dia ke tembok dan tangisannya kecuali karena dia mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya, dan cintanya itulah yang membedakan antara penghuni surga dan penghuni neraka.

Ziarah ke kuburan Rasulullah saw. adalah sebaik-baik kedekatan diri. Adapun bepergian ke kuburan para nabi atau wali, andai saja kita terima bahwa hal itu tidak diizinkan karena umumnya sabda nabi “la tasyuddu…” (jangan kalian bepergian …) tapi bepergian ke sana tidak akan mungkin kecuali setelah pergi ke masjid, oleh karena itu bepergian ke kuburan Rasulullah saw. juga menjadi sah menurut syariat karena sebelum sampai ke sana harus terlebih dahulu memasuki masjidin nabi, maka sebaiknya peziarah memulai amalannya dengan tahiyatul masjid (penghormatan terhadap masjid yang kadang dalam bentuk shalat dua rakaat) dan kemudian tahiyat pemilik masjid (penghormatan terhadap nabi yang juga terkadang dengan cara shalat dua rakaat), semoga Allah swt. menganugerahi kami dan kalian semua ziarah ke sana[41].

8. Mu’alliq (komentator) berkata sebetulnya dengan catatan dalam kurung ini penulis ingin membantah syekhnya sendiri yaitu Ibnu Taimiyah yang melarang bepergian untuk menziarahi kuburan Rasulullah saw. [42]

9. Zainud Din al-Maraghi berkata seyogyanya bagi setiap orang muslim untuk percaya bahwa ziarah ke kuburan Rasulullah saw. adalah sebuah pendekatan, dengan alasan hadis-hadis yang ada tenang hal itu, di samping juga firman Allah swt. yang berbunyi

وَلَو اَنَّهُم اِذ ظَلَمُوا اَنفُسَهُم جَاؤُوکَ فَاستَغفَرُوا اللهَ وَاستَغفَرَ لَهُم الرَّسُولُ لَوَجَدُوا الله تَوَّابًا رَّحِیمًا ﴿ النساء 64 ﴾

Artinya “sungguh kalau mereka ketika menganiaya dirinya mereka datang kepadamu lalu mereka meminta ampun kepada Allah, dan Rasul pun memintakan ampun bagi mereka niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa’ 64).

Hal itu juga karena pengagungan terhadap Rasulullah saw. tidak terputus dengan wafatnya beliau, dan tidak mungkin dikatakan bahwa permintaan ampun Rasulullah saw. untuk mereka hanya berlaku di saat beliau hidup sementara ziarah tidak demikian, karena sebagaimana dijelaskan oleh para imam dan peneliti bahwa ayat ini menjelaskan seseorang akan mendapati Allah swt. sebagai Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang apabila tiga perkara berikut ini terpenuhi, yang pertama dan kedua adalah kedatangan dan istighfar dia sendiri dan yang ketiga adalah istighfar Rasulullah saw. untuk mereka, dan hal ketiga sudah ada berdasarkan ayat lain yang menjelaskan beliau telah meminta ampun bagi semua orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan

وَاستَغفِر لِلمُؤمِنِینَ وَ المُؤمِنَاتِ ﴿ محمد 19 ﴾

Artinya “dan mintalah ampun bagi orang-orang mukmin laki dan orang-orang mukmin perempuan” (QS. Muhammad 19).

Tersisa dua hal lagi, apabila seseorang ingin mendatangi Rasulullah saw. dan dia sendiri juga beristighfar maka tiga hal itu terpenuhi dan pasti akan menghasilkan penerimaan tobat dari sisi Allah swt. dan juga rahmat-Nya. [43]


ZIARAH KUBUR DAN MASYHAD

Apa yang telah kita bahas dan buktikan sebelumnya adalah tentang ziarah kuburan Rasulullah saw., adapun berkenaan dengan ziarah ke kuburan-kuburan yang lain serta bepergian ke sana maka sebetulnya hal itu juga tidak diragukan lagi pensyariatannya karena Rasulullah saw. berulang kali mendorong dan menganjurkan umat Islam untuk menziarahi kuburan-kuburan tersebut sebagaimana beliau sendiri juga melakukan hal yang sama dan menziarahi kuburan ibunya Aminah binti Wahab – semoga Allah swt. meridhoinya –, selain itu sejarah umat Islam yang senantiasa menziarahi kuburan-kuburan muslimin menjadi bukti penguat diperbolehkannya ziarah kubur menurut syariat.


HADIS-HADIS TENTANG ZIARAH KUBUR

1. Sulaiman bin Buraidah meriwayatkan dari ayahnya dari Rasulullah saw. bersabda dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, tapi ketahuilah sekarang aku perintahkan kalian untuk menziarahinya. [44] Syekh Mansur menjelaskan bahwa perintah untuk ziarah di sini menurut mayoritas ulama berarti anjuran (sunnah) dan menurut Ibnu Hazm berarti keharusan (wajib) walau hanya sekali dalam seumur hidup. [45]

2. Rasulullah saw. bersabda “dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, adapun sekarang aku telah diizinkan untuk menziarahi kuburan ibuku, maka ziarailah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur mengingatkan pada akhirat”. Hadis ini diriwayatkan oleh sihah sittah (enam kitab induk hadis-hadis sahih) kecuali Bukhari, sementara ibarat di atas dinukil dari Tirimidzi. Dia mengatakan mayit meyenangi peziarahnya dan dia mengambil keuntungan dari doa, bacaan Qur’an dan sedekah apa pun yang bisa dikirmkan padanya dalam kondisi sekarang, dan itulah hikmah atau tujuan ziarah. [46]

3. Rasulullah saw. bersabda “dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur tapi kemudian terjadi bada’ pada diriku (maka ziarailah kuburan)”. [47]

4. Rasulullah saw. bersabda “kunjungilah mayit-mayit kalian dan kirimkanlah salam –atau shalawat- pada mereka, karena sesungguhnya pada mereka ada pelajaran”. [48]

5. Rasulullah saw. pada setiap akhir tahun rutin mengunjungi kuburan para syahid (korban nyawa perang di jalan Allah swt.) seraya bersabda salam pada kalian yang telah sabar dan dapatkanlah sebaik-baik akibat di hari kebangkitan, setelah itu Abu Bakar, Umar dan Usman juga mengunjunginya, begitu pula ketika Muawiyah berangkat haji dia juga mendatangi kuburan tersebut. Dikatakan bahwa manakala Rasulullah saw. melewati kaum atau daerah tertentu maka beliau bersabda salam pada kalian yang telah sabar. [49]

6. Riwayat dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. setiap dua malam berlalu maka di penghujung malam beliau rutin keluar remuh untuk mengunjungi kuburan Baqi’ dan bersabda salam pada kalian kaum beriman, di hari esok kalian pasti mendapatkan apa yang telah dijanjikan untuk kalian, dan insyaAllah kami juga akan bergabung bersama kalian, ya Allah ampunilah ahli baqi’ yang mulia. [50]

7. Ibnu Mas’ud meriwayatkan dari Rasulullah saw. bersabda “ziarailah kuburan-kuburan kalian karena sesungguhnya ziarah kubur membuat seseorang menjadi zahid di dunia dan mengingatkannya pada akhirat.” [51]

8. Anas bin Malik meriwayatkan dari Rasulullah saw. bersabda “dulu aku larang kalian dari ziarah kubur tapi sekarang ziarailah kuburan-kuburan kalian karena sesungguhnya ziarah kubur mengingatkan kalian kepada kematian.” [52]

9. Rasulullah saw. bersabda “sesungguhnya dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur tapi sekarang siapa saja dari kalian yang hendak menziarahi kuburan tertentu maka ziarahilah karena sesungguhnya ziarah kubur melembutkan hati dan mengundang air mata serta mengingatkan kalian kepada akhirat.” [53]

10. Thalhah bin Abdillah berkata suatu saat kita keluar bersama Rasulullah saw. yang sedang menuju kuburan para syahid dan ketika kita telah sampai ke sana beliau bersabda “ini adalah kuburan saudara-saudara kita.” [54]

11. Aisyah meriwayatkan dari Rasulullah saw. bersabda “sesungguhnya Jibril mendatangiku … lalu dia berkata sesungguhnya Tuhanmu memerintahkanmu untuk mengunjungi ahli Baqi’ dan beristighfar untuk mereka.” [55]


PERBUATAN SAHABAT DAN TABIIN

1. Riwayat dari Abu Ja’far as. Bahwa Fatimah Zahra binti Rasulillah saw. senantiasa menziarahi kuburan Hamzah – semoga Allah swt. meridhoinya –, dia memperbaikinya dan merapikan batu di atasnya. [56]

2. Razin meriwayatkan darinya (Abu Ja’far as.) bahwa Fatimah – semoga Allah swt. meridhoinya – senantiasa menziarahi kuburan para syahid antara dua atau tiga hari. [57]

3. Yahya juga meriwayatkannya dari Abu Ja’far as. dari Ali bin Husein as, tapi ada sedikit tambahan bahwa Fatimah Zahra’ juga shalat, berdoa dan menangis di sana, perbuatan itu selalu dia tekuni sampai akhir hayatnya. [58]

4. Riwayat dari Ali as. bahwa Fatimah senantiasa menziarahi kuburan pamannya, Hamzah, setiap hari jumat dan shalat serta menangis di sana. [59]

5. Ibnu Abi Malikah meriwayatkan suatu saat aku melihat Aisyah menziarahi kuburan saudaranya yang bernama Abdurrahman dan meninggal di Habasyi dan dikubur di Mekkah. [60]

6. Ibnu Abi Malikah juga meriwayatkan suatu hari aku melihat Aisyah sedang pulang dari kuburan maka aku menyapanya bukankah dulu Rasulullah saw. melarang ziarah kubur Dia menjawab iya, Rasulullah saw. dulu pernah melarang ziarah kubur tapi setelah itu beliau memerintahkannya. [61]

7. Baihaqi meriwayatkan dari Hasyim bin Muhammad al-Umari, salah satu keturunan Umar bin Ali, berkata di hari jumat ayah mengajakku pergi ke Madinah untuk menziarahi kuburan para syahid, waktu menunjukkan pertengahan fajar subuh dan terbitnya matahari, aku terus berjalan mengikuti ayah dan ketika dia sampai kuburan dengan suara lantang dia mengucapkan salam pada kalian yang telah bersabar dan sebaik-baik akibat untuk kalian di alam akhirat. Tiba-tiba terdengar suara jawaban dan salam balik untukmu wahai Abu Abdillah, seketika itu juga ayah menengokku sambil bertanya apa kamu tadi yang menjawab Aku katakan padanya tidak, maka ayah memposisikanku di sebelah kanan dan untuk kedua kalinya mengucapkan salam, ternyata setiap kalia dia mengucapkan salam maka salamnya pun mendapat jawaban, ayah melakukannya sebanyak tiga kali dan setelah itu dia sujud syukur pada Allah swt. [62]

8. Yahya meriwayatkan dari Attaf berkata aku diberitahu oleh bibiku yang merupakan salah satu orang yang tekun beribadah bahwa suatu hari aku naik kendaraan menuju kuburan Hamzah, pada waktu itu aku mengajak budakku, ketika sampai aku segera melakukan shalat dan demi Allah di sana tidak seorang pun terlihat berdoa, menjawab doa atau bergerak, dan budakku pada waktu itu sedang menjaga binatang kendaraanku, dan ketika aku selesai shalat aku berdiri dan mengucapkan “salam pada kalian” sambil mengisyaratkan tangan, tiba-tiba aku mendengar jawaban salamku dari dalam tanah, aku sadar dan yakin akan hal itu sebagaimana aku yakin bahwa Allah swt. telah menciptakanku, mendengar jawaban itu bulu-buluku berdiri, maka kupanggil budakku dan kuperintahkan dia untuk segera membawakan kendaraanku dan aku langsung pergi dari sana. [63]

9. Dzahabi berkata … ketika Harun Rasyid berangkat haji dan memasuki kota Madinah dia perintahkan Yahya bin Khalid untuk mendatangkan seseorang yang mengetahui kota Madinah beserta masyhad-masyhad (pemakaman) yang ada di sana, begitu pula tahu orang itu juga tahu bagaimana Malaikat Jibril turun pada Rasulullah saw. dan dari mana dia mendatangi nabi serta tahu di mana saja kuburan para syahid.
Yahya mulai mencari orang yang diinginkan oleh Harun dan setiap kali dia bertanya pada seseorang maka orang itu menunjukkan diriku padanya, akhirnya Yahya mengirim utusan padaku dan aku penuhi panggilannya, dia memberiku waktu isya’ terakhir, ketika itu tersedia lilin-lilin, dan aku tidak menyisakan satu masyhad atau tempat penting pun kecuali aku telah memberitahukannya, dan di setiap lokasi yang kuberitahu mereka berdua melakukan shalat dan bersungguh-sungguh, hal itu terus berlangsung sampai akhirnya waktu subuh tiba. [64]


KUBURAN-KUBURAN YANG DIZIARAHI

Ada beberapa kuburan para sahabat, orang saleh, dan orang beriman lainnya yang sejak dahulu sampai sekarang senantiasa diziarahi oleh umat Islam dan ditawasuli serta ditabarruki … di antaranya adalah:

1. Kuburan Bilal bin Hamamah al-Habasyi; dia adalah muazin (pengumandang azan) Rasulullah saw. yang wafat pada tahun 20 hijriah di kota Damaskus, di bagian kepala kuburan tercatat nama dan tanggal wafatnya, dan doa di tempat penuh berkah ini senantiasa diterima sebagaimana telah dirasakan oleh tokoh-tokoh dan orang-orang baik yang bertabarruk dan berziarah ke sana. [65]

2. Kuburan Salman Farsi yang wafat pada tahun 36 hijriah. Khatib Baghdadi mengatakan kuburannya terkenal dan terletak di dekat istana kisra, di atasnya terdapat bangunan yang didiami oleh seorang pembantu, dan aku lebih dari sekali menziarahi kuburan tersebut. [66] Ibnu Jauzi bekata Qalansi dan Samnun mengatakan padaku kalau mereka pernah menziarahi kuburan Salman. [67]

3. Kuburan Abu Ayub al-Anshari yang wafat pada tahun 52 hijriah di Rum. Hakim mengatakan kalau masyarakat selalu menjaga dan menziarahi kuburan Abu Ayub serta meminta hujan di sana ketika mereka ditimpa paceklik. [68]

4. Masyhad (pemakaman) kepala Husein as. di Mesir. Ibnu Jubair yang wafat pada tahun 614 hijriah berkata kepala beliau as. diletakkan di peti perak kemudian dikuburkan di bawah tanah dan setelah itu banyak sekali bangunan yang dibangun di atasnya sehingga tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata dan dijangkau oleh pengetahuan … Hal yang lebih menakjubkan lagi adalah apa yang kita saksikan saat kita masuk ke dalam masjidnya, di sana terdapat batu yang ditempelkan di dinding tepat di hadapan setiap orang yang memasuki masjid, warna batu itu hitam kelam dan berkilau, semua orang berbaris di sana seakan batu itu adalah cermin India, kita juga menyaksikan bagaimana masyarakat mengusap makam penuh berkah kepala Husein as., mereka mengelilinginya, menekuninya, mengusap kain yang terletak di atasnya, thawaf di sekitarnya, berdesakan di sana, berdoa, menangis dan bertawasul padanya menuju Allah swt. dengan berkat yang dimiliki tanah makam tersebut, sikap mereka yang menundukkan diri di sana melumerkan setiap hati dan membuat pusing benda-benda mati, bahkan masalah ini lebih agung dari sekedar kata-kata dan pemandangan di sana lebih besar dari yang dibayangkan, semoga Allah swt. memberi kita keuntungan dengan barokah yang terletak di masyhad mulia tersebut … . [69]

5. Kuburan Umar bin Abdul Aziz al-Umawi yang wafat pada tahun 101 hijriah, kuburan itu berada di biara Sam’an [70] dan selalu diziarahi. [71]

6. Imam Musa bin Ja’far as. yang dimakamkan di Kadzimiyah, beliau syahid pada tahun 183 hijriah. Khatib Baghdadi berkata … saya mendengar Hasan bin Ibrahim – syekh atau tokoh mazhab Hanbali pada masa hidupnya – berkata setiap kali aku dirundung masalah maka aku segera menuju ke kuburan Musa bin Ja’far dan bertawasul padanya, setiap kali aku melakukannya maka pasti Allah swt. memudahkan urusanku sesuai yang kuinginkan. [72]

7. Kuburan Imam Muhammad al-Jawad as. Ibnu Imad berkata Abu Ja’far Muhammad al-Jawad wafat di kota Baghdad … dan dimakamkan di sisi kakeknya Musa bin Ja’far dan masyhad mereka selalu ramai diziarahi oleh masyarakat. [73]

8. Kuburan Imam Ali Ridho as., Muhammad bin Mu’ammal berkata suatu saat kita keluar bersama imam ahli hadis yaitu Ibnu Khuzaimah beserta iparnya Abu Ya’la ats-Tsaqafi dan sekelompok masyayekh kita, ketika itu mereka sama-sama ingin menuju kuburan Ali bin Musa ar-Ridho as di kota Thus, di sana aku menyaksikan penghormatan yang luar biasa dari Ibnu Khuzaimah terhadap makam beliau, sikap hormat, rendah diri dan ketundukannya di sisi makam beliau betul-betul membuat kita tercengang. [74]

9. Kuburan Muhammad bin Idris as-Syafii. Dia adalah imam mazhab Syafii yang wafat pada tahun 204 hijriah, dia dimakamkan di pekuburan kecil, dan kuburannya selalu diziarahi di dekat gunung Muqattam. [75]

10. Kuburan Ahmad bin Hanbal. Dia adalah imam mazhab Hanbali yang wafat pada tahun 241 hijriah. Dzahabi menyebutkan kuburannya di Baghdad selalu diziarahi orang. [76]

11. Kuburan Abu Hanifah. Dia adalah imam mazhab Hanafi yang wafat pada tahun 150 hijriah, kuburannya terletak di A’dzamiyah salah satu daerah di Baghdad, kuburan itu terkenal dan diziarahi. [77] Dinukil dari Syafii bahwa setiap hari aku menziarahi kuburan Abu Hanifah. [78]

12. Kuburan Dzun Nun al-Mishri yang wafat pada tahun 246 hijriah, dia dimakamkan di pekuburan yang kemudian di atasnya dibangun sebuah masyhad … aku menziarahinya bukan hanya sekali. [79]

13. Kuburan Ismail bin Yusuf ad-Dailami. Mu’afi mengatakan bahwa masyarakat senantiasa menziarahi kuburan Ismail Dailami yang terletak di belakang kuburan al-Kurkhi yang terkenal, dan di antara dua kuburan tersebut ada kuburan-kuburan kecil, dan aku berkali-kali menziarahi kuburannya. [80]

14. Kuburan Mus’ab bin Zubair yang wafat pada tahun 157 hijriah. Ibnu Jauzi menyebutkan bahwa masyarakat selalu menziarahi kuburannya di Maskan [81] seperti halnya mereka menziarahi kuburan Husain bin Ali as.[82] Coba perhatikan kembali perumpamaan Ibnu Jauzi tersebut, alangkah jauhnya jarak antara seorang penumpah darah yang mengimpikan kekuasaan di negeri Irak [83] dengan penghulu pemuda-pemuda surga!!.

15. Kuburan Laits bin Sa’d al-Hanafi. Dia adalah imam di negeri Mesir dan wafat pada tahun 175 hijriah dan dikubur di pemakaman kecil, kuburannya selalu diziarahi orang dan aku menyaksikannya sendiri berulang kali. [84]

16. Kuburan Abu Uwanah yang di atasnya dibangun masyhad dan terletak di Isfarayin dan di dalam kota, kuburan dia senantiasa diziarahi orang. [85]

Ibnu Asakir berkata sesungguhnya kuburan Abu Uwanah di Isfarayin adalah tempat ziarah dan juga tempatnya khalayak mencari berkah … . [86]

Ibnu Saffar al-Isfarayini berkata setiap kali kakekku sampai ke masyhadnya ustadz – Abu Ishak – bukan saja aku melihatnya masuk dengan hormat melainkan dia menciumi pintu gerbang masyhad yang tinggi tersebut, dia berhenti di sana selama satu jam dengan penuh penghormatan dan pengagungan, setelah itu dia melewatinya seperti orang yang sedang meninggalkan orang yang sangat agung dan berhaibah, dan ternyata ketika dia sampai ke masyhadnya Abu Uwanah pengagungan dia terhadap masyhad Abu Uwanah lebih besar lagi daripada pengagungannya terhadap masyhad Abu Ishak. [87]

17. Kuburan Hafidz Abul Hasan al-Amiri yang wafat pada tahun 403 hijriah. Masyarakat beri’tikaf di kuburannya selama bermalam-malam sambil membaca Qur’an dan berdoa di sana, selain itu para penyair juga berdatangan dari berbagai penjuru meratapi dan menyanyikan lagu-lagu sedih. [88]

18. Kuburan Mu’tamid Alallah. Dia wafat pada tahun 488 hijriah dan nama lengkapnya adalah Abul Qasim Muhammad bin Mu’tadh al-Lakhmi al-Andalusi, para penyair berkumpul di kuburannya dengan melantunkan kasidah-kasidah sedih dan meratap di sisinya sambil menangis, salah satu di antara penyair-penyair itu adalah Abu Bahr yang setelah melantunkan puisi-puisinya dia menciumi tanah kuburan tersebut dan menempelkan tubuhnya di sana serta melumuri pipinya dengan tanah, perbuatan dia menyebabkan semua orang yang hadir dan menyaksikan pada waktu itu jadi turut menangis. [89]

19. Kuburan Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi yang wafat pada tahun 490 hijriah. Dia adalah syekh (tokoh) mazhab Syafii, dia wafat di Damaskus dan dikuburkan di Babus Shagir, kuburannya terkenal dan diziarahi. [90]

20. Kuburan Qasim bin Firah as-Syathibi. Dia wafat pada tahun 590 hijriah dan dimakamkan di pekuburan, kuburannya terkenal dan diziarahi, dan akupun berulang kali menziarahi kuburannya. [91]

21. Kuburan Ahmad bin Ja’far al-Khazraji al-Basti. Dia tinggal di Maroko dan wafat pada tahun 601 hijriah. Pengarang kitab Nailu al-Ibtihaj berkata … dan sampai sekarang kuburannya masih tetap ramai oleh khalayak yang menziarahi dan mengadukan keperluan-keperluannya di sana, aku menziarahinya lebih dari lima ratus kali, akupun pernah bermalam di sana lebih dari tiga puluh malam. [92]

22. Kuburan Sufyan at-Tsauri. Ibnu Habban berkata kuburan Sufyan Tsauri terletak di pekuburan Bani Kalib di kota Bashrah, dan aku pernah ziarah ke sana. [93]


Siapakah Ibnu Habban

Dia adalah imam, allamah, hafidz, mujawid, dan syekhnya kawasan Khurasan sebagaimana ditulis oleh Dzahabi, dan dia tergolong fuqaha yang pakar dalam agama, penghafal literatur atau karya-karya tulis terdahulu, penyusun kitab hadis musnad sahih, dan pengajar agama di kota Samarkand sebagaimana dikatakan oleh Idrisi. Dia adalah wadah berbagai disiplin ilmu seperti fikih, bahasa, hadis dan nasihat, dan dia tergolong orang-orang yang bijaksana sebagaimana dinyatakan oleh Hakim Nisaburi. Dia adalah orang yang terpercaya, pintar dan istimewa sebagaimana disebutkan oleh Khathib Baghdadi. [94] Dan dia termasuk kategori tokoh-tokoh abad ketiga.

Orang besar yang sudah mencapai kedudukan tinggi di bidang ilmu, keutamaan dan keagamaan – sebagaimana pengakuan ulama tersebut di atas – ini masih melakukan bepergian untuk ziarah kubur dan sama sekali tidak memandangnya sebagai perbuatan yang syirik dan haram seperti halnya aliran Wahabisme.

23. Kuburan Malik Mudzafar. Quthbud Din mengatakan bahwa kuburan Malik Mudzafar selalu menjadi tujuan ziarah masyarakat dan pada bulan Ramadhan tahun enam ratus lima puluh sembilan aku berkenan ke sana dan menziarahinya. [95]


Itulah cuplikan singkat dari data-data yang tercatat dalam buku-buku biografi, sejarah dan hadis tentang ziarah kubur, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat-sahabat nabi dan tabiin. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengagungkan kuburan Rasulullah saw. dan menziarahinya, begitu pula halnya dengan kuburan para imam suci, orang saleh, wali dan ulama’, semua itu diziarahi oleh masyarakat dan menjadi tujuan dalam bepergian mereka serta tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.

Dan mengingat bukti-bukti yang tersebut di atas tidak tersisa lagi peluang bagi Ibnu Taimiyah dan pengikut pandangan-pandangannya untuk mengarang alasan pengharaman ziarah kubur dan bepergian ke sana. Di samping itu, apa dosa mazhab syiah imamiyah apabila pemeluknya berlaku sesuai dengan tuntunan sunnah Rasul saw. dan menapaki jalan umat Islam dalam menziarahi kubur!

Apa semua kuburan yang dituju dan diziarahi adalah kuburan milik mazhab syiah imamiyah! Atau semua peziarah kubur adalah pengikut mazhab syiah isna asyariah! Apakah Ibnu Khuzaimah dan sejawatnya ats-Tsaqafi adalah pengikut mazhab syiah! Apakah Syekh al-Hanabilah adalah orang syiah karena dia menziarahi kuburan Musa Kadzim as.! Apakah Ibnu Habban adalah orang syiah karena dia menziarahi kuburan Ali Ridho as.! Apakah Syafii Muhammad bin Idris adalah orang syiah karena setiap hari dia menziarahi kuburan Abu Hanifah! Dan apakah Aisyah adalah syiahnya Ali bin Abi Thalib as. karena dia menziarahi kuburan saudaranya yang bernama Abdurrahman di Mekkah!


PANDANGAN FUQAHA AHLISUNNAH

1. Al-Asqalani setelah menukil hadis yang diriwayatkan oleh Anas bahwa suatu saat Rasulullah saw. melewati seorang perempuan yang sedang menangis di sisi kuburan maka beliau bersabda “bertaqwalah pada Allah dan bersabarlah” … , berkata hadis ini bisa menjadi bukti ziarah kubur, baik peziarah adalah seorang lelaki maupun seorang perempuan, dan baik yang diziarahi adalah orang muslim ataupun orang kafir, karena hadis ini tidak memberikan pemisahan-pemisahan seperti itu … .

2. Nawawi berkata mayoritas ulama memastikan bolehnya ziarahnya kubur. Dan Mawardi pemilik kitab al-Hawi mengatakan tidak boleh hukumnya ziarah ke kuburan orang kafir, tapi ini perkataan yang salah. Mawardi berdalil dengan firman Allah swt:

 وَلَا تَقُم عَلَی قَبرِهِ 

tapi argumentasi seperti ini jelas tidak bisa diterima. Nawawi melanjutkan secara global, hukumnya ziarah ke kuburan muslimin bagi orang laki-laki adalah sunnah berdasarkan hadis sahih dalam kitab Sahih Muslim dulu aku larang kalin dari ziarah kubur tapi sekarang aku perintahkan kalian untuk menziarahinya karena ziarah kubur adalah mengingatkan akhirat.

3. Malik ketika ditanya tentang ziarah kubur berkata perbuatan itu pernah dilarang oleh Rasulullah saw. tapi kemudian beliau mengizinkannya, maka apabila seseorang melakukannya dan tidak mengatakan sesuatu kecuali yang baik maka menurutku hal itu boleh-boleh saja. [96]

4. Samhudi berkata ulama berijma’ pendapat bahwa hukumnya ziarah kubur bagi lelaki adalah sunnah sebagaimana disinyalir oleh Nawawi, bahkan sebagian kelompok Dhohiri mewajibkan perbuatan ziarah kubur. [97]


RASULULLAH SAW. ZIARAH KE MAKAM IBUNYA

Salah satu bukti-bukti tekstual tentang ziarah kubur adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa’i dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw. menziarahi kuburan ibunya lalu beliau menangis dan membuat orang-orang yang ada di sekitarnya juga menangis, setelah itu beliau bersabda aku telah minta izin pada Tuhanku untuk beristighfar untuk ibuku dan Dia tidak mengizinkanku tapi aku minta izin pada-Nya untuk menziarahi kuburan ibuku dan Dia mengizinkanku untuk itu. Oleh karena itu ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur adalah mengingatkan kematian. [98]


KAJIAN SEPUTAR IMAN KEDUA ORANG TUA NABI SAW.

Bukti-bukti tekstual dan historis semuanya menunjukkan iman kedua orang tua Rasulullah saw. dan keterhindaran mereka dari kesyirikan. Betapa tidak, sementara beliau sejak pertama berpindah dari sulbi-sulbi (tulang punggung) yang suci ke rahim-rahim yang suci pula. Selain itu ayat suci al-Qur’an juga secara jelas atau minimalnya secara dzohir menunjukkan kenyataan tersebut, Allah swt. berfirman:

وَ تَقَلُّبَکَ فِی السَّاجِدِینَ ﴿ الشعراء 219 ﴾

Artinya “Dan gerakanmu di antara orang-orang yang sujud”.( QS. as-Syu’ara’ 219).

Dan berkenaan dengan ayat ini buku-buku tafsir menjelaskan sebagai berikut:
1. Suyuthi meriwayatkan dari Ibnu Abi Umar al-Adni dalam kitab Musnadnya, begitu pula Bazzaz, Ibnu Abi Hatim, Thabrani, Ibnu Murdawaih dan Baihaqi dalam kitab Dala’il dari Mujahid bahwa maksud dari ayat:

 وَ تَقَلُّبَکَ فِی السَّاجِدِینَ 

adalah gerakan atau perpindahan dari nabi ke nabi yang lain sampai akhirnya dilahirkan dan menjadi nabi. [99]

2. Suyuthi juga meriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Murdawaih serta Abu Na’im dalam kitab Dala’il bahwa sehubungan dengan ayat:

 وَ تَقَلُّبَکَ فِی السَّاجِدِینَ 

Ibnu Abbas berkata Rasulullah saw. senantiasa berpindah dari sulbi-sulbi para nabi sampai dilahirkan oleh ibunya. [100]

3. Ibnu Murdawaih juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata aku bertanya pada Rasulullah saw. demi ayah dan ibuku di manakah kamu sebelumnya di saat Adam berada di surga Maka beliau tersenyum menampakkan gigi gerahamnya seraya bersabda ketika itu aku berada di sulbi Adam, lalu dia turun ke bumi sementara aku berada di sulbinya, akupun menaiki kapal di sulbi orangtuaku Nuh, aku dihempaskan ke dalam api di sulbi orang tuaku Ibrahim, sungguh orang-orangtuaku sama sekali tidak tersentuh perzinaan, dan Allah swt. senantiasa memindahkanku dari sulbi-sulbi suci ke rahim-rahim yang suci, bersih dan jernih, tidak ada dua cabang kecuali aku berada di cabang yang terbaik di antara keduanya, Allah swt. mengambil kenabian sebagai perjanjianku dan Islam sebagai petunjukku, menyebutku di dalam Taurat dan Injil, menjelaskan semua sifat-sifatku di timur bumi dan barat, mengajarkan kitab-Nya kepadaku, menaikkanku ke langit-Nya, membuka asma’-Nya untukku, maka Pemilik arsy adalah Mahmud sementara aku adalah Muhammad, Dia menjanjikanku telaga dan memberiku kautsar (kebaikan yang berlimpah ruah), aku adalah makhluk pertama yang memberi syafaat dan makhluk pertama pula yang syafaatnya diterima, kemudian Dia mengeluarkanku di sebaik-baik generasi umatku, dan umatku adalah pemuji yang banyak bersyukur dan memerintahkan yang makruf serta mencegah yang munkar. [101]


Dengan demikian ayat suci

 وَ تَقَلُّبَکَ فِی السَّاجِدِینَ 

dan sabda-sabda Rasulullah saw. “sungguh orang-orangtuaku sama sekali tidak tersentuh perzinaan, dan Allah swt. senantiasa memindahkanku dari sulbi-sulbi suci ke rahim-rahim yang suci, bersih dan jernih …” secara sempurna membuktikan kesucian silsilah orangtua ayah dan ibu Rasulullah saw. dari noda dan najis, dan mereka juga terhindar dari kesyirikan karena kesyirikan adalah noda atau najis.

Oleh karena itu, Aminah binti Wahab – semoga Allah swt. meridhoinya – adalah wanita yang mengesakan Tuhan, beriman, beragama suci (hanif) dan tidak musyrik, dan sebagai konsekuensi dari bukti-bukti ini adalah riwayat yang sebelumnya telah disebutkan dan diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa’i dari Abu Hurairah merupakan salah atau pelecehan terhadap kedua orangtua Rasulullah saw.

Kenyataan ini mendorong sebagai komentator hadis yang obyektif berupaya untuk mentakwil riwayat yang dinukil oleh Muslim dan Nasa’i tadi, dan itu menunjukkan fitrah mereka yang sehat tidak dapat menerima pelecehan-pelecehan semacam itu.

Syekh Manshur berkata riwayat ini tidak bertentangan dengan masuknya orangtua beliau ke surga, karena sesungguhnya dia tergolong ahli fatroh atau orang yang hidup di masa yang kosong dari rasul, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hidup di masa itu akan mendapatkan keselamatan di akhirat … bahkan lebih dari itu bahwa menurut kesaksian yang benar dari ahli-ahli mukasyafah (penyingkapan alam supranatural) Allah swt. menghidupkan kembali kedua orangtua Rasulullah saw. setelah beliau diutus menjadi nabi dan rasul, kemudian mereka mengimani beliau sebagai utusan Allah swt., oleh karena itu mereka tergolong ahli surga. [102]

Penafsiran ini bukan spesial milik mazhab syiah imamiyah [103] dan juga bukan mereka saja yang meriwayatkan hadis-hadis tentang ayat itu melainkan sebagaimana Anda perhatikan tadi bahwa Suyuthi meriwayatkannya dari Ibnu Abi Hatim, Ibnu Murdawaih, Abu Na’im dan Adni, kemudian Bazzaz dan Tabrani meriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas [104] sehingga tidak ada alasan lagi Fakhrur Razi [105] untuk menuduhkan penafsiran ini hanya milik kelompok syiah. [106]

Sayangnya, tuduhan yang sama ditujukan pula pada pelindung Rasulullah saw. dan pembela beliau yaitu Abu Thalib as., padahal siapa saja yang memperhatikan sikap-sikap kepahlawanan Abu Thalib dan puisi-puisi serta pidato-pidatonya niscaya dia akan sampai pada keyakinan bahwa Abu Thalib adalah orang yang beriman, mengEsakan Tuhan, dan meyakini kenabian Rasulullah saw., namun fanatisme Dinasti Umawi dan kedengkian kelompok Khaibar menghalangi pengakuan terhadap kenyataan dan kebenaran ini sehingga mereka enggan mengatakan Abu Thalib meninggal dunia dalam keadaan beriman dan bertauhid.

Berikut ini Anda bisa perhatikan ungkapan aneh dari Ibnu Katsir … telah kami paparkan sebelumnya perjuangan Abu Thalib dalam membela, mendukung, dan melindungi Rasulullah saw., memotivasi dan memuji beliau beserta sahabatnya, mengungkapkan kasih sayang, cinta dan rindunya terhadap beliau dan sahabatnya dalam puisi-puisi yang dia lontarkan, mengeritik dan merendahkan siapa saja yang menentang Rasulullah saw. dan mendustakannya serta dia mengutarakan dalam bentuk kalimat-kalimat fasih dengan ciri kefasihan Bani Hasyim yang tidak tertandingi oleh orang arab manapun, semua itu dia lakukan secara sadar bahwa Rasulullah saw. adalah benar, baik dan penunjuk jalan, tapi kendati pun demikian hatinya tidak beriman … . [107]

Itulah fanatisme yang bisa Anda perhatikan dari Ibnu Katsir, seolah-olah dia berada di lubuk hati Abu Thalib sehingga dia dapat mengetahui apa yang tersimpan di sana!! Atau seakan-akan – na’udzu billah – dia menyandang sifat Allah swt. mengetahui mata pandangan yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada!. Sebagaimana Anda perhatikan, dia mengakui Abu Thalib telah membenarkan Rasulullah saw. tapi menurutnya pembenaran itu bukan dari hati Abu Thalib!!

Itulah kenyataan yang dapat kita saksikan bersama; Ibnu Katsir dan orang-orang seperti dia dengki pada Abu Thalib hanya karena dia adalah ayahnya Ali as., dan seumpama dia adalah ayah Muawiyah niscaya dia akan mendapat saham pujian-pujian yang lebih banyak daripada pujian-pujian dusta yang mereka tujukan pada Abu Sufyan.


Referensi: Rowafid al-Iman ila Aqoid al-Islam; Najmudin Tabasi - Penerjemah: Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah)


Referensi:

1. Diterjemahkan dari kitab Rowafidu al-Iman fi Aqo’idi al-Islam, karya Najmuddin Thabasi, dari halaman 93 sampai124.
2. Irsyadu as-Sari jilid 2, hal. 329.
3. Kasyfu al-Irtiyab 459.
4. Al-Mawahibu al-Laduniyah bi al-Minahi al-Muhammadiyah jilid 3, hal. 410.
5. Thorhu at-Tatsrib fi Syarhi at-Taqrib 297.
6. Kasyfu al-Irtiyab 256, 340.
7. Muhammad bin Harb adalah seorang hafidz (penghafal literatur Islam khususnya hadis-hadis) dan fakih (pakar ilmu fikih) al-Khulani yang wafat pada tahun seratus sembilan puluh empat hijriah, penyusun kitab-kitab induk hadis shahih meriwayatkan hadis dari dia, dan dia juga termasuk orang yang dinyatakan terpercaya oleh Ibnu Mu’in dan at-Tho’i. (Siyaru A’lami an-Nubala’ jilid 9, hal. 58.
8. Wafa’u al-Wafa’ jilid 41326, lihat pula referensinya ar-Rawdlu al-Fa’iq jilid 2, hal. 380; Kasyfu al-Irtiyab 258; al-Mawahibu al-Laduniyah jilid 3, hal. 405; Mughni al-Muhtaj jilid 1, hal. 512; Kunuzu al-Haqo’iq jilid 2, hal. 108; Nailu al-Awthor jilid 5, hal. 108, dan al-Maraghi berargumen dengan ayat ini untuk membuktikan pensyariatan ziarah ke kuburan Rasulullah saw. dan sesungguhnya perbuatan itu adalah pendekatan diri pada Allah swt.
9. Al-Ghodir jilid 5, hal. 93; Sunan ad-Daromi jilid 2, hal. 278; al-Ahkamu as-Sulthoniyah jilid 2, hal. 109; as-Sunanu al-Kubro jilid 5, hal. 245; al-Kamilu fi ad-Dhu’afa jilid 6, hal. 351; ad-Dhu’afa’u al-Kabir jilid 4, hal. 170; as-Syifa bi Ta’rifi Huquqi al-Musthofa jilid 5, hal. 194, Mukhtashoru Tarikhi Dimisyq jilid 2, hal. 406, at-Targhibu wa at-Tarhib jilid 2, hal. 224; Syifa’u as-Siqom 2; Kanzu al-Ummal jilid 15, hal. 651; Nailu al-Awthor jilid 5, hal. 108.
10. Ibnu Badran menjatuhkan potongan ini dalam tahdzibnya.
11. Al-Ghodir jilid 5, hal. 167.
12. Ar-Rof’u wa at-Takmil 211.
13. Al-Kamilu fi ad-Dhu’afa jilid 6, hal. 351.
14. Syifa’u as-Siqom 8.
15. Al-Mu’jamu al-Kabir jilid 12, hal. 225; Ihya’u Ulumi al-Qur’an jilid 1, hal. 231; Mukhtashoru Tarikhi Dimisyq jilid 2, hal. 406; Syifa’u as-Siqom 16; Wafa’u al-Wafa’ 41340; Mughni al-Muhtaj jilid 1, hal. 512; al-Mawahibu al-Laduniyah jilid 4, hal. 571. 16. Al-Ghodir jilid 5, hal. 246. lihat pula referensi-referensinya yaitu al-Mu’jamu al-Kabir jilid 12, hal. 310; Sunan ad-Daru Quthni 2278.
17. Kanzu al-Ummal jilid 15, hal. 651; ad-Durroh ats-Tsamiah 397; Misykatu al-Masobih jilid 2, hal. 128; Syifa’u as-Siqom 20-27; ar-Roudhu al-Fa’iq 380; Wafa’u al-Wafa’ 41340; Nailu al-Awthor jilid 5, hal 108, Misbahu ad-Dzolam jilid 2, hal. 351.
18. Nailu al-Awthor jilid 5, hal. 108; Syifa’u as-Siqom 27; Wafa’u al-Wafa’ 41342; al-Mawahibu al-Laduniyah jilid 3, hal. 404; Kasyfu al-Khofa’ jilid 2, hal. 244; Kitabu al-Majruhin jilid 3, hal. 73; Mushonnafu Abdur Rozzaq jilid 3, hal. 569, al-Ghodir jilid 5, hal. 100.
19. Mujtama’u al-Anhur fi Multaqo al-Abhur jilid 1, hal 157; Wafa’u al-Wafa’ 41340.
20. Syifa’u as-Siqom 44.
21. Wafa’u al-Wafa’ 41340.
22. Ibid.
23. Ibid.
24. Al-Ghodir jilid 5, hal. 109.
25. Al-Bukhori jilid 2, hal. 136, kitabu as-sholah; Muslim jilid 4, hal. 126, kitabu al-hajj; Ihya’u Ulumud Din jilid 2, hal. 247, karya Ghazali.
26. Irsyadu as-Sari jilid 2, hal. 332.
27. Irsyadu as-Sari jilid 2, hal. 332; al-Bukhori jilid 2, hal. 137.
28. Usudu al-Ghobah jilid 1, hal 208; Tahdzibu al-Matholib jilid 2, hal. 408; Syifau as-Siqom 85.
29. Tapi bukti-bukti sejarah mengatakan bilal tiga mengumandangkan azan setelah wafatnya Rasulullah saw., dua kali di Madinah dan sekali di Syam. Lihatlah kitab Qomusu ar-Rijal jilid 2, hal. 398.
30. Tarikhu al-Islami (‘ahdu al-khulafa’) jilid 3, hal . 205; Wafa’u al-Wafa’ 41357.
31. Wafa’u al-Wafa’ 41358.
32. Tahdzibu at-Tahdzib jilid 21, hal. 408.
33. Irsyadu as-Sari jilid 2, hal. 329.
34. Al-Hadhrotu al-Unsiyah fi ar-Rihlati al-Qudsiyah 129.
35. Ihya’u Ulumi ad-Din jilid 2, hal. 247.
36. Furqonu al-Qur’an 133; al-Ghodir jilid 5, hal. 154.
37. Al-Ghodir jilid 5, hal. 116; Kasyfu al-Irtiyab 372; al-Jauharu al-Munadzom fi ziyaroti al-Qobri al-Mukarrom 12.
38. At-Taju al-Jami’u li al-Ushul jilid 2, hal. 386.
39. Al-Mawahibu al-Laduniyah jilid 3, hal. 403 dan 406.
40. Tidak seperti apa yang dilakukan oleh kelompok Wahabi sekarang di ruang suci nabi dan kuburan mulia beliau, mereka menghina, mencaci dan bahkan memukul setiap orang yang menyentuh makam beliau atau mendekatinya.
41. Siyaru A’lami an-Nubala’ jilid 4, hal. 484-5.
42. Ibid.
43. Al-Mawahibu al-Laduniyah bi al-Minahi al-Muhammadiyah jilid 3, hal. 405.
44. Shohih Muslim jilid 3, hal. 65; Sunanu an-Nasa’i jilid 4, hal. 89; Mustadroku al-Hakim jilid 1, hal. 530, no. 1385.
45. At-Taju al-Jami’u li al-Ushul jilid 1, hal. 381; Jami’u al-Ushul jilid 11, hal. 438.
46. Ibid.
47. Musnadu Ahmad bin Hanbal jilid 2, hal 337; lihat pula kitab Mausu’atu Athrofi al-Hadis jilid 10, hal. 181.
48. Akhbaru Makkah jilid 2, hal. 52.
49. Wafa’u al-Wafa’ 3932.
50. Wafa’u al-Wafa’ 3883; dari Sahih Muslim jilid 3, hal. 63; dan Nasa’I, Sunan al-Kubro jilid 4, hal. 132.
51. Sunanu Ibnu Majah jilid 1, hal. 501; Mustadroku al-Hakim jilid 1, hal. 531; Akhbaru Makkah jilid 4, hal. 53.
52. Mustadroku al-Hakim jilid 1, hal. 531, no. 1388.
53. Mustadroku al-Hakim jilid 1, hal. 533, no. 1394, al-jana’iz; lihatlah kitab Majma’u az-Zawa’id jilid 3, hal. 58.
54. Sunanu Abi Dawud jilid 3, hal. 216; as-Sunanu al-Kubro jilid 4, hal. 127; dan menurut jalur Atthaf demikian isinya sesungguhnya Rasulullah saw. menziarahi kuburan para syahid perang Uhud (Wafa’u al-Wafa’ 3932).
55. As-Sunanu al-Kubro jilid 4, hal. 132.
56. Mushonnafu Abdi ar-Rozzaq jilid 3, hal. 572; as-Sunan al-Kubro jilid 4, hal 131; Mustadroku al-Hakim jilid 1, hal. 533; Wafa’u al-Wafa’ jilid 2, hal. 932; lihat pula kitab al-Ghodir jilid 5, hal. 167.
57. Ibid.
58. Ibid.
59. Ibid.
60. Mushonnafu Abdi ar-Rozzaq jilid 3, hal. 570.
61. As-Sunanu al-Kubro jilid 4, hal 131.
62. Wafa’u al-Wafa’ 3933.
63. Wafa’u al-Wafa’ 3932.
64. Siyaru A’lami an-Nubala’ jilid 9, hal. 464.
65. Rihlatu Ibnu Jubair 229; lihatlah juga kitab al-Ghodir jilid 5, hal 184.
66. Tarikhu Baghdad jilid 12, hal. 241.
67. Al-Muntadzom jilid 12, hal. 241.
68. Mustadroku al-Hakim jilid 3, hal. 518, no. 5929; Shofwatu as-Shofwah jilid 1, hal. 470; dan di dalam kitab Rihlatu Ibni Bathuthoh jilid 1, hal. 187 tentang kuburan Thalhah yang di atasnya terdapat kubah dan masjid yang sangat dihormati oleh masyarakat. 69. Rihlatu Ibni Jubair 19.
70. Biara yang bertempat di sekitar Damaskus (Mu’jamu al-Buldan jilid 2, hal. 562.
71. Tarikhu al-Islam hawaditsu sanata 100, hal. 26; Tadzkirotu al-Huffadz jilid 1, hal. 121.
72. Tarikhu Baghdad jilid 1, hal. 120; lihat pula al-Bidayatu wa an-Nihayah jilid 5, hal. 88.
73. Syadzarotu adz-Dzahab jilid 3, hal. 97.
74. Wafayatu al-A’yan jilid 4, hal. 165; Tahdzibu at-Tahdzib jilid 7, hal. 339.
75. Ibid.
76. Mizanu al-I’tidal jilid 1, hal. 114; Khathib Baghdadi meriwayatkan dari Abul Faraj al-Hindaba’I berkata dulu aku menziarahi kuburan Ahmad bin Hanbal, tapi kemudian aku meninggalkan kebiasaan itu sehingga aku mimpi ada seorang yang berkata padaku kenapa kamu tinggalkan ziarah ke kuburan Ahmad bin Hanbal!!. Tarikhu Baghdad jilid 4, hal 423.
77. Tarikhu Baghdad jilid 1, hal. 123.
78. Ibid.
79. Wafayatu al-A’yan jilid 1, hal. 318.
80. Shifatu as-Shofwah jilid 2, hal. 413.
81. Sebuah daerah dekat Awana di atas sungai Dujail dan di sisi biara Jatsliq, di situlah dulu tempat kejadian antara Abdul Malik bin Marwan dan Mus’ab bin Zubair pada tahun 72 hijriah sehingga menyebabkan Mus’ab terbunuh di sana, dan kuburan dia di sana terkenal. Mukjamu al-Buldan jilid 5, hal. 127.
82. Al-Muntadzom jilid 15, hal. 14.
83. Anda bias lihat dalam kitab Siyaru A’lami an-Nubala’ jilid 4, hal. 141, atau jilid 3, hal. 467 dan jilid 8, hal. 132 berkenaan dengan Imam Malik dan Hijrus Syahid.
84. Al-Jawahiru al-Mudhi’ah jilid 2, hal. 720, no. 1131.
85. Tadzkirotu al-Huffadz jilid 3, hal 780, no. 772.
86. Wafayatu al-A’yan jilid 6, hal. 394. lihat pula kitab al-Ansabu karya Sam’ani jilid 3, hal. 484, dia berkata kalau dirinya pernah menziarahinya. Siyaru A’lami an-Nubala’ jilid 14, hal 419.
87. Ibid.
88. Al-Bidayah wa an-Nihayah jilid 11, hal. 375.
Dia adalah penguasa Andalusia setelah ayahnya, dialah yang membunuh raja Frans dan membantai penduduknya, sehingga mengobarkan fitnah di Andalusia yang kemudian berakhir pada penawanan dan pembunuhannya. Siyaru A’lami an-Nubala’.
89. Al-Mawahibu al-Laduniyah jilid 3, hal. 390. Syadzarotu ad-Dzahab jilid 5, hal. 388.
90. Al-Mawahibu al-Laduniyah jilid 3, hal. 396. Syadzarotu ad-Dzahab jilid 2, hal 397. lihatlah kitab al-Ibar jilid 2, hal. 363.
91. Thobaqotu al-Qurro’ jilid 2, hal. 22.
92. Nailu al-Ibtihaj 62.
93. An-Nujumu az-Zahiroh jilid 7, hal. 80.
94. Kitabu at-Tsiqot jilid 6, hal. 402, al-Ansab jilid 1, hal. 517.
95. Siyaru A’lami an-Nubala’ jilid 16, hal. 92, jilid 17, hal. 193, disebutkan pula bahwa Syekh al-Hanabilah at-Tamimi menziarahi kuburan Baqilani pada setiap jum’at.
96. Irsyadu as-Sari jilid 3, hal. 400.
97. Wafa’u al-Wafa’ 41362.
98. Muslim jilid 3, hal. 65, al-jana’iz; an-Nasa’i jilid 4, hal. 90; Mushonnafu Abdur Rozzaq jilid 3, hal. 572; as-Sunanu al-Kubro jilid 4, hal. 128.
99. Ad-Duru al-Mantsur jilid 5, hal. 98.
100. Ibid.
101. Ibid.
102. At-Taju al-Jami’u li al-Ushuli jilid 1, hal. 382.
103. Zamaksyari berkata … ayat ini ( وَ تَقَلُّبَکَ فِی السَّاجِدِینَ) merupakan bukti keimanan orangtua dan nenek moyang Rasulullah saw. serta keyakinan mereka terhadap keEsaan Tuhan, dan mereka berpindah dari sulbi-sulbi orang yang suci dan sujud ke rahim-rahim yang suci dan sujud pula. Lihatlah kitab Abu Tholib wa Banuhu, hal. 219, kayra Sayid Ali Khan, begitu pula kitab Munyatu ar-Roghib, hal. 56, karya al-Marhum Ayatullah Tabasi.
104. Lihatlah kitab al-Mizan jilid 15, hal. 367.
105. At-Tafsiru al-Kabir jilid 24, hal. 173.
106. Selain itu perlu ditambahkan pula penjelasan di bawah ini untuk menguatkan bukti-bukti di atas bahwa ayat ini mempunyai beberapa kemungkinan arti
1. Maksudnya adalah tingkah lakunya di tengah malam berupa keterjagaan untuk menunaikan shalat tahajud dan aktivitas mereka menyelidiki keadaan orang-orang yang berjerih payah dalam beramal demi mengetahui rahasia-rahasia mereka.
2. Maksudnya adalah dia melihatmu saat kamu menunaikan shalat berjamaah dengan masyarakat, dan maksud dari وَ تَقَلُّبَکَ فِی السَّاجِدِینَ adalah aktivitasnya di tengah mereka berupa berdiri dalam keadaan shalat, ruku’, sujud, dan duduk saat mengimami mereka.
3. Maksudnya adalah keadaanmu bukan hal yang tersembunyi baginya setiap kali kamu berdiri dan bergerak bersama orang-orang yang sujud untuk mengatur urusan-urusan agama.
4. Maksudnya adalah gerakan panglihatannya terhadap orang-orang yang shalat di belakangnya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. sempurnakanlah ruku’ dan sjud kalian karena demi Allah swt. aku melihat kalian dari belakang.
Menurut saya; sebagaimana ayat ini bisa menampung empat kemungkinan makna di atas dan tidak ada bukti yang menetapkan satu arti serta menolak arti-arti yang lain, maka di sini juga ada kemungkinan kelima yang tidak bisa dihindarkan karena diperkuat dengan hadis-hadis baik dari kalangan ahlisunah maupun syiah, kemungkinan arti kelima itu adalah Allah swt. memindahkan ruh beliau dari orang yang sujud ke orang yang sujud lainnya. Dengan demikian maka ayat ini menampung semua kemungkinan makna yang telah disebutkan tanpa ada satu makna yang unggul daripada yang lain, Rasulullah saw. bersabda aku senantiasa berpindah dari sulbi-sulbi orang-orang yang suci ke rahim-rahim orang-orang yang suci pula. Di satu sisi, orang musyrik adalah najis atau najas (اِنَّمَا المُشرِکُونَ نَجَسٌ) dan jelas noda dan kesyirikan tidak bisa berkumpul dengan kesucian sulbi dan rahim.
Oleh karena itu, kedua orangtua Rasulullah saw. adalah muslim. Dan apabila Anda menggugat dengan berlandaskan pada firman Allah swt. yang berbunyi:

 وَ اِذ قَالَ اِبرَاهِیمُ لِاَبِیهِ آزَرَ 

dan menyatakan bahwa kakek-kakek beliau kafir maka kami katakan bahwa kata أب juga digunakan untuk arti paman sebagaimana dalam ayat:

 نَعبُدُ اِلهَکَ وَ اِلهَ آبَائِکَ اِبرَاهِیمَ وَ اِسمَاعِیلَ وَ اِسحَاقَ , 

dalam ayat ini putera-putera Ya’qub menyebut Isma’il sebagai أب atau abanya Ya’qub, padahal beliau adalah pamannya Ya’qub. Dan apabila Anda katakan semua kemungkinan arti tidak bisa dinisbatkan kepada ayat tersebut kami jawab bahwa secara prinsipal boleh hukumnya penggunaan satu kata untuk menyampaikan makna lebih dari satu, dan meskipun berdasarkan prinsip Anda yang melarang penggunaan tersebut tetap saja kemungkinan arti yang kelima tidak bisa disingkirkan sebagaimana tidak ada pula bukti yang menetapkan satu kemungkinan arti yang lain dari lima arti tersebut.
107. Al-Bidayatu wa al-Nihayah jilid 11, hal. 124.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Sabtu, 10 September 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Apa Hukumnya Menziarahi Kuburan Menurut Islam? (Bagian 2). Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/09/apa-hukumnya-menziarahi-kuburan-menurut.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS