Perbudakan Modern di Arab Saudi


Kurang tepat rasanya jika kita harus berbicara tentang perbudakan pada abad 21, mengingat semua pemerintah dan bangsa-bangsa dunia gencar menyuarakan demokrasi, kebebasan, hak asasi manusia, dan kesetaraan. Akan tetapi, faktanya di dunia saat ini masih ditemukan negara-negara yang menjalankan sistem perbudakan. Sistem itu dapat disaksikan di Arab Saudi ketika mereka menangani para migran dan buruh dari benua Afrika dan Asia.

Kementerian Informasi Ethiopia merilis sebuah rekaman video tragis yang diberi judul "Hell on Earth" yang menggambarkan kondisi pilu warga Ethiopia di Arab Saudi. Pemerintah Ethiopia mengajukan tuntutan ke organisasi-organisasi internasional untuk segera menghentikan tindakan represif rezim Saudi terhadap warga negara Ethiopia.

Dalam rekaman video itu, beberapa warga Ethiopia tampak diikat dan dipukuli secara brutal oleh pasukan keamanan Saudi. Menurut sejumlah laporan, beberapa pekerja asing tewas di Arab Saudi akibat tindakan keras rezim dalam beberapa hari terakhir. Para pekerja asing terutama warga Ethiopia, menghadapi pemukulan, penyiksaan, pemerkosaan, pelecehan dan mati di Arab Saudi.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ethiopia Tedros Adhanom mengutuk Arab Saudi atas penumpasan brutal terhadap pekerja migran. Pusat Hak Perempuan Ethiopia (CREW) juga menyatakan keprihatinannya tentang kondisi buruh migran Ethiopia di Arab Saudi. CREW mengutuk pelanggaran rasis berat hak asasi manusia yang menargetkan warga Ethiopia, serta menyeru masyarakat internasional dan semua organisasi HAM untuk mendesak rezim Saudi agar berhenti menyiksa pekerja Ethiopia.

Pekerja asing tidak dapat pindah pekerjaan atau meninggalkan Arab Saudi tanpa izin dari sponsor mereka. Sebagian besar dari sponsor itu mengambil paspor para pekerja selama masa kontrak mereka. Kelompok-kelompok HAM mengkritik Saudi atas kondisi buruh migran dan meminta Riyadh untuk menghapus sistem sponsor bagi pekerja migran.

Pada April lalu, pemerintah Arab Saudi memberi kesempatan tiga bulan kepada para pekerja dan migran yang melebihi batas izin tinggal (overstay) di negara itu untuk memperjelas status mereka. Sekarang kesempatan tersebut sudah berakhir dan jutaan pekerja dan migran dari Asia dan Afrika harus meninggalkan Arab Saudi tanpa nasib yang jelas. Sejak awal pekan lalu, polisi Saudi mulai melakukan patroli besar-besaran untuk memburu para pekerja asing yang masih bertahan di negara itu.

Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi telah menerjunkan tim dan patroli polisi untuk memburu para pekerja asing di perusahaan, rumah-rumah penduduk, dan lembaga-lembaga yang mempekerjakan warga asing. Mereka yang ditangkap terancam hukuman dua tahun penjara dan denda 20 ribu euro. Meskipun keputusan itu merupakan bagian dari wewenang pemerintah setempat, tapi pemanfaatan dan penyalahgunaan para tenaga kerja asing dan bahkan kekerasan terhadap mereka, tentu saja tidak dibenarkan oleh undang-undang internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Namun, para pejabat Arab Saudi sama sekali tidak mengindahkan semua aturan dan memaksa para pekerja asing keluar dari negara itu setelah dimanfaatkan secara maksimal dengan upah murah. Pada November lalu, polisi Saudi membubarkan paksa protes oleh pekerja asing dan menyebabkan tiga pekerja migran Ethiopia tewas. Bentrokan pecah di wilayah Manfuhah, di mana ribuan pekerja Afrika, sebagian besar Etiopia, sedang menunggu bus yang akan mengangkut mereka ke pusat-pusat deportasi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ethiopia Dina Mufti mengatakan, "Tindakan membunuh warga sipil tak berdosa tidak bisa dibenarkan, kami mengutuk itu. Pemerintah Ethiopia menyerukan penyelidikan atas pembunuhan tersebut."

Pekan lalu, warga Ethiopia berkumpul di luar Kedutaan Besar Saudi di Washington untuk mengutuk kekerasan terhadap migran gelap di negara itu. Mereka secara khusus marah terkait kasus penembakan baru-baru ini tiga warga Ethiopia di Arab Saudi. Demonstrasi serupa juga diadakan di luar kedutaan Saudi di Norwegia, Jerman dan Ethiopia.

Pada akhir Oktober, Amnesty International mengecam pemerintah Saudi karena tidak memperbaiki situasi hak asasi manusia. Kelompok ini juga menyerahkan catatan kepada PBB, termasuk informasi mengenai gelombang baru penindasan terhadap masyarakat sipil, yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO), banyak warga Ethiopia yang bekerja di luar negeri sebagai pekerja rumah tangga mengalami perlakukan buruk, mereka mengalami penganiaan fisik, upah rendah dan diskriminasi.

Kekerasan terhadap pekerja asing di Arab Saudi disinyalir melibatkan negara. Ada banyak laporan tentang kekerasan fisik , seksual dan psikologis yang menimpa para pekerja di tangan majikan, agen dan anggota keluarga. Undang-undang ketenagakerjaan yang buruk, rasisme, kenakalan sponsor, menciptakan sebuah lingkungan di mana penganiayaan ekstrim telah menjadi hal biasa di negara kaya minyak itu.

Situasi hak asasi manusia di Arab Saudi sudah sangat memprihatinkan, di mana Ali al-Dalimi, ketua Lembaga Pembela HAM dan Kebebasan Yaman, meminta negara-negara anggota Dewan HAM PBB untuk mencabut dukungannya terkait keanggotaan Arab Saudi di organisasi itu. Dia menyatakan bahwa keanggotaan Saudi di Dewan HAM PBB merupakan noktah hitam bagi lembaga tersebut.

Hukum perburuhan dan situasi HAM di Arab Saudi sekarang mendapat sorotan tajam dari organisasi-organisasi internasional. Pola pelanggaran HAM di negara itu telah dikecam berulang kali, tapi Riyadh sepertinya masih tidak peduli. Mengenai pengusiran para pekerja ilegal, jika mereka harus dideportasi, mereka bisa dipulangkan dengan cara yang lebih manusiawi.

Naseer al-Omari, penulis dan komentator politik dari New York dalam sebuah wawancara dengan Press TV, menyoroti perlakuan buruk terhadap pekerja migran di Arab Saudi dan Qatar. Dia berpendapat bahwa perbudakan modern yang diterapkan di negara-negara Arab di Teluk Persia, adalah sebuah hal yang memalukan.

Menurut Sekretaris Fraksi PKB Hanif Dhakiri, ada persepsi di kalangan masyarakat Saudi bahwa pembantu sama dengan budak yang boleh diapakan saja sesuka hati majikan. Ini adalah pengaruh dari ideologi zaman perbudakan di sana yang tampaknya masih belum hilang. Dia menambahkan, persepsi perbudakan di Saudi belum hilang karena struktur masyarakat Saudi yang superpatriarkis berkelindan dengan sistem teokrasi kekuasaan negara.

(IRIB-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Jumat, 02 September 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Perbudakan Modern di Arab Saudi. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/09/perbudakan-modern-di-arab-saudi.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS