Ketua Umum MUI Ma’ruf Amien. (Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mewajibkan semua produk yang digunakan masyarakat Indonesia agar bersertifikasi halal.
Produk itu tidak hanya makanan atau barang konsumtif saja, tetapi juga diberlakukan bagi produk pakaian seperti baju, celana, dan sepatu. Sebab, menurut MUI, ada saja bahan yang digunakan berasal dari bahan yang haram.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan salah satu produk sandang yang terbuat dari bahan haram adalah sepatu dari kulit babi.
"Karena berasal dari bahan yang haram, tetap saja sepatu itu tidak boleh dipakai. Jika pada dasarnya bahan yang digunakan adalah barang haram, maka penggunaannya juga haram," kata Ma'ruf seperti dikutip media pada Kamis, 24 Maret, ketika berbicara di Gedung Pascasarjana ITS Surabaya.
Namun, ketika dikonfirmasi Rappler, Ma'ruf mengatakan apa yang dia sampaikan kemarin hanya menjelaskan apa yang sudah tertuang di dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Di dalam UU ternyata yang harus disertifikasi bukan hanya produk makanan dan minuman saja, tetapi juga barang gunaan. Artinya, semua produk yang digunakan warga," ujar Ma'ruf kepada Rappler melalui telepon pada Jumat, 25 Maret.
Berikut isi UU Jaminan Produk Halal:
Baca disini: https://www.scribd.com/embeds/305907489/content?start_page=1&view_mode=scroll&show_recommendations=true
Pentingkah sertifikasi tersebut? Ma'ruf tegas menyatakan sertifikat halal itu penting dan baik bagi kepentingan umat. Dia berharap pada 2018, semua produk yang digunakan, termasuk pakaian dan sepatu, sudah tersertifikasi.
"Kami juga sudah mulai menyosialisasikan bahwa produk yang digunakan itu harus memiliki sertifikasi halal," katanya.
UU Jaminan Produk Halal telah disetujui dalam rapat paripurna DPR pada 25 September 2014 dan disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014. Dalam UU yang terdiri dari 68 pasal itu tertulis produk yang masuk, beredar, dan diperdagangankan di Indonesia wajib bersertifikat halal.
Sementara, dalam UU itu, yang dimaksud produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
UU juga menyatakan pemerintah bertanggung jawab untuk membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) dan melapor langsung kepada Menteri Agama.
BPJH memiliki kewenangan untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan jaminan produk halal (JPH), norma, standar, prosedur dan kriteria JPH, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal produk luar negeri serta melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri. Dalam melaksanakan kewenangan itu, BPJH bekerja sama dengan Kementerian atau lembaga terkait, lembaga pemeriksa halal (LPH) dan MUI.
(Rappler/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar