Dok: The President Post
Ima Matul Maisaroh (33), wanita asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur mendadak mulai jadi pembicaraan media Internasional dan Indonesia. Pasalnya Ima akan berpidato di depan puluhan ribu delegasi dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat yang digelar di Philadelphia, Pennsylvania, AS.
Mengutip dari The President Post, bersama belasan senator dan pembicara bergengsi lainnya, Ima tampil di panggung utama Stadion Wells Fargo, pada hari Selasa 26 Juli 2006 untuk menyampaikan pidato menganai human trafficking.
“Surat undangan resmi yang dikirim Komite Nasional Partai Demokrat baru saja saya terima Sabtu sore,’’ kata Ima dengan nada gembira.
Di ajang itulah, Partai Demokrat AS secara resmi akan memilih Hillary Rodham Clinton sebagai kandidat utama dan Senator Tim Kaine sebagai wakil presiden, dalam Pemilihan Presiden AS November 2016 nanti.
“Selain menyampaikan pidato mengenai pengalaman saya sebagai korban perbudakan manusia, saya juga menyampaikan program-program penanggulangan perbudakan dan perdagangan manusia yang telah dilakukan Hillary Clinton,’’ tutur Ima Matul.
Perempuan bertubuh mungil itu diundang tampil di ajang politik AS, karena sejumlah jabatannya yang tak main-main. Ima, yang sejak kecil bersekolah di Madrasah Tsyanawiyah di Gondanglegi, Malang itu, menjadi salah satu anggota Dewan Penasehat Perdagangan Manusia Presiden Barrack Obama.
‘’Maaf saya baru saja selesai menghadiri pertemuan rutin di Gedung Putih,’’ tutur Ima yang diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Gedung Putih bersama 10 anggota lainnya, Desember 2015 lalu.
Ima yang jebolan kelas 1 SMA Khoirudin, Gondanglegi ini, diminta memberi saran dan masukan ke Presiden Obama untuk memberantas perdagangan manusia. Tercatat 40 ribu sampai 45 ribu orang menjadi korban perdagangan manusia di AS. Bersama tiga anggota lainnya, Ima dipercaya menangani dua dari lima masalah utama. “Yakni, soal pendanaan dan sosialisasi para korban perdagangan manusia,’’ tutur Ima.
Kepercayaan itu diberikan ke pundak Ima, yang sejak tahun 2012 menjadi staf CAST, Coalition to Abolish Slavery & Trafficking. Ima menjabat sebagai organisator atau koordinator para korban Perbudakan dan Perdagangan Manusia CAST. Organisasi nirlaba ini yang menolongnya setelah melarikan diri dari siksaan bekas majikannya di Los Angeles.
Kisah Pengalaman Ima
Kisahnya dimulai tahun 1997, ketika Ima yang baru berusia 17 tahun, menerima tawaran bekerja sebagai pramuwisma seorang pengusaha interior disainer asal Indonesia yang bermukim di Los Angeles. “Sejak sampai di Bandara LAX, paspor saya sudah ditahan oleh majikan saya,’’ tuturnya. Ima enggan menyebut nama bekas majikannya itu.
Selama tiga tahun, Ima harus bekerja lebih dari 12 jam. Hampir setiap hari, Ima menjalani siksaan dan pukulan dari majikannya, seorang warga keturunan yang menjadi interior designer. Untuk kesalahan kecil yang dibuatnya, Ima harus menerima pukulan dan tamparan berkali-kali. ‘’Sampai sekarang, bekas luka di kepala masih bisa dilihat,’’ ujar Ima seraya menekankan, waktu itu ia tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali.
Setelah tiga tahun, Ima tidak tahan lagi. Pada tahun 2000, perempuan desa ini nekat menyisipkan sebuah notes kecil berisi “Permintaan Tolong” kepada seorang penjaga bayi tetangganya. Tetangga inilah yang menolong Ima melarikan diri dari rumah majikannya dan mengantarkannya ke kantor CAST. “Waktu itu saya tidak bawa paspor,’’ kata Ima.
Setelah beberapa bulan tinggal di rumah penampungan kaum gelandangan, Ima pun akhirnya bisa tinggal di rumah layak dan bekerja di CAST.
Agar paspornya dikembalikan, Ima berpura-pura pulang ke Indonesia. Ditemani seorang agen FBI, Ima bertemu dengan majikannya di Bandara LAX. “Saya juga dipasangi alat penyadap untuk merekam seluruh pembicaraan,’’ tutur Ima dengan bahasa Inggris yang rapi. Singkat cerita, majikannya memberinya tiket pesawat sekali jalan ke tanah air dan berjanji hendak mengirim uang gajinya, setelah Ima tiba di Malang, Jawa Timur.
Gaji itu tidak dibayarkan majikannya karena Ima tidak pulang ke Malang. ‘’Saya hanya masuk ke ruang dalam Bandara dan keluar lagi,’’ kata Ima yang akhirnya tidak mau menuntut majikannya yang berlaku kasar itu. Menurutnya, pihak FBI tidak bisa melakukan penahanan majikannya, karena tidak ada tuntutan dari Ima.
“Prosesnya cukup berbelit dan membutuhkan saksi mata yang jelas. Dan aksi kekerasan itu terjadi di dalam rumah tanpa diketahui banyak orang,’’ kata Ima menuturkan. “Lagipula bekas-bekas luka saya dianggap kurang menunjukkan luka serius, meski terdapat bekas luka di kepala,’’ sambungnya. Kasus itu memang berhenti sampai di situ. Dan sebagai warga AS, bekas majikannya masih tinggal di Los Angeles.
Meski begitu, Ima tetap tegar. Malah, sebaliknya, karirnya sebagai aktivis makin menanjak dan berhasil diundang ke berbagai pertemuan tingkat tinggi di Washington DC. Bagi Ima, bertemu dengan para pejabat tinggi seperti Menteri Luar Negeri John Kerry, bahkan dengan Presiden Barrack Obama, sudah pernah dilakukannya.
Namun ada satu orang yang ingin ditemuinya. Yakni, Hillary Rodham Clinton yang kini menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat. ‘’Saya belum pernah bertemu dengan Hillary Clinton,’’ ujar Ima.
Srikandi dari Jawa Timur ini berharap bisa bertemu dengan Hillary Clinton di acara Nasional Partai Demokrat di Philadelphia. ’’Dia satu-satunya pejabat tinggi AS yang punya program membantu para korban perbudakan dan perdagangan manusia, dengan menyumbang dana lewat Clinton Foundation,’’ kata Ima.
“Saya hanya dua hari di Philadelphia, karena tidak ada yang nungguin anak-anak. Suami saya sedang pulang ke tanah air karena menunggu orang tuanya yang sedang sakit,’’ tutup Ima.
(The-President-Post/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar