Seorang warga membawa bendera Arab Saudi (Foto: Reuters)
Arab Saudi mencari pinjaman uang sebesar 10 miliar dollar AS atau Rp 130 triliun dari lembaga keuangan internasional. Ini akan jadi pinjaman luar negeri pertama Saudi setelah lebih dari satu dekade.
Seorang sumber yang dikutip Reuters, Rabu 9 Maret 2016, menyebut, pemerintah Arab Saudi sudah mengirimkan surat ke sejumlah bank untuk membicarakan pinjaman lima tahun dengan opsi tambahan pinjaman dalam periode itu.
Pinjaman ini akan digunakan untuk menambal defisit APBN Saudi akibat rendahnya harga minyak. Menteri Keuangan dan Bank Sentral Arab Saudi belum memberi komentar soal ini.
Sumber tersebut juga mengatakan, langkah ini merupakan saran dari perusahaan konsultan Verus Partners yang dibentuk mantan bankir Citigroup, Mark Aplin dan Andrew Elliot. Namun, Verus Partners juga belum mau memberi komentar.
Atas nama Menteri Keuangan Arab Saudi, Verus Partners sudah mengirim proposal kepada sekelompok kecil bank. Bank-bank yang mau terlibat kabarnya akan lebih diutamakan sebagai pengelola surat utang luar negeri yang akan diterbitkan Arab Saudi tahun ini.
Defisit APBN Saudi hampir mencapai 100 miliar dolar AS tahun lalu. Pemerintah Saudi coba menjembatani celah ini dengan melepas aset mereka di luar negeri dan menerbitkan surat utang ke pasar domestik. Namun, tambahan aset ini hanya akan bertahan untuk beberapa tahun, sementara surat utang harus bersaing di tengah ketatnya likuiditas perbankan.
Kabar mengejutkan terkait rencana Saudi meminjam uang ini memberi sinyal bahwa kerajaan itu sedang mencari cara lain untuk menjalankan ekonominya setelah anjloknya harga minyak.
Pemerintah Saudi sudah menaikkan harga jual BBM sebesar 40 persen sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi defisit anggaran sebesar 100 miliar dollar AS pada 2015. Dalam lima tahun ke depan, kemungkinan besar subsidi pemerintah untuk air bersih, listrik, dan BBM akan dicabut.
Selama ini, Arab Saudi dikenal secara tradisional menjaga harga kebutuhan pokok ini sangat rendah sebagai bagian dari kebijakan memberikan kesejahteraan sosial bagi warga negara. Selain itu, Pemerintah Saudi juga merencanakan kenaikan pajak pertambahan nilai serta pajak minuman ringan dan tembakau.
Sebelum harga minyak bumi jatuh sejak pertengahan 2014, Arab Saudi, seperti halnya negara penghasil minyak lainnya di Jazirah Arab, sangat sedikit meminjam uang dari bank-bank internasional.
Banyak negara diperkirakan bakal meningkatkan pinjaman mereka pada saat keuangan mereka tak bisa lagi membayar utang-utang dalam negeri.
Pada Januari lalu, Qatar meminjam 5,5 miliar dollar AS dan pada waktu yang hampir bersamaan, Pemerintah Oman juga meminjam 1 miliar dollar AS dari bank-bank internasional.
(Reuters/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar