Jaringan Aktifis Filsafat Islam Semarang yang dikenal dengan singkatan JAKFI Semarang untuk pertama kalinya mengadakan kegiatan pelatihan khusus sejak diresmikan di awal tahun 2015 lalu.
Melihat situasi intoleransi yang semakin membara di negara ini, JAKFI Semarang dengan mengusung tema ‘Kebebasan dan Pesan Cinta dalam Islam sebagai Upaya Mencerahkan Masyarakat dari Sikap Intoleransi’ mengadakan pelatihan singkat sehari di kalangan umum dan pelajar yang melibatkan berbagai organisasi pelajar islam, komunitas dan lembaga islam lainnya.
Dwi sebagai ketua panitia dalam acara tersebut menjelaskan bahwa mereka merasa perlu untuk mengadakan pencerahan pemikiran di kalangan muda saat ini.
“Kegiatan ini bertujuan membangun pemahaman intelektual islam khususnya kepada para pelajar, namun kami juga mengundang peserta kalangan umum. Selain itu dengan terjalinnya kerjasama dengan beberapa lembaga, organisasi, serta komunitas dalam kegiatan ini, kedepannya kami berharap dapat terus berlangsung mengadakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat lebih banyak lagi,” kata Dwi
Pemateri dalam kegiatan ini adalah AM. Safwan yakni pembina JAKFI Pusat serta pengasuh Ponpes mahasiswa Murtadha Muthahhari, Rausyan Fikr Yogyakarta. mengatakan ada poin-poin penting terkait peran filsafat dalam menyelesaikan persoalan intoleransi, diantaranya adalah Sosio-Epistemologi Islam seperti pentingnya epistemologi Islam untuk kesadaran kemanusiaan dan cinta, lalu peran filsafat dan agama dalam mebentuk etika individu dan etika moral manusia.
Menurut Safwan, Islam merupakan jalan pengetahuan, Islam adalah sistem keyakinan yang berdasarkan pada sistem pemikiran, logis yang mencari kebaikan dan kebenaran, ia merupakan agama yang mengajakan etika namun tidak mematikan hasrat.
“Sebagai agama ia datang menjadi jalan keselamatan melalui pemenuhan fitrah yang diperkuat, bukan dibunuh. Agama menjadi sangat menarik ketika mengalami adaptasi-adaptasi dan kedinamisan dalam kehidupan dan Islam tidak bebas dari itu, Misalnya ia mengalami tantangan menghadapi kritisasi, revolusi pemikiran, dan adaptasi dengan budaya lain,” kata Safwan.
Sosio epistemologis dalam hal ini Islam memberikan perspektif etikanya, menguatkannya secara personal dan menerapkannya di masyarakat. “Dalam epistemologinya Islam menempatkan keharusan bagi manusia mencapai pengetahuan secara mandiri, tidak melalui dikte ataupun berdasarkan kata ‘katanya’ sehingga tidak terpengaruh ideologi tertentu, misalnya sektarianisme, saling sesat dan mengkafirkan,” paparnya.
Kegiatan ini dibagi menjadi tiga sesi, di setiap sesinya peserta yang mayoritas adalah kalangan mahasiswa ini sangat antusias mengajukan berbagai pertanyaan terutama terkait dengan isu-isu sosial yang terjadi di Indonesia saat ini.
(Satu-Islam-Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar