Benua Eropa yang terbentuk dari Inggris sampai Perancis dengan gelombang Islamfobianya dan yel-yel anti imigran yang diutarakan oleh para pejabatnya menyeret benua itu kembali masa kelam era Fasisme.
“Catherine Shakdam” analis politik, penulis dan komentator dalam sebuah acara berita ini pada sebuah artikelnya di surat kabar Today ia mengatakan, “Saat ini di Eropa Fanatisme bodoh terutama Fanatisme agama telah menjadi rutinitas. Sebuah benua dimana hanya beberapa dekade yang lalu terbebas dari era Fasisme ini, namun hari ini, kekerasan yang dulu pernah terjadi kembali terulang dan mereka memainkan kebencian yang sama.”
“Friedrich Nietzsche” pernah mengatakan, “Siapapun yang berjuang dengan monster, maka harus melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ia tidak akan berubah menjadi monster juga. Dan jika kalian menatap sebuah jurang maka jurang juga akan menatap kalian.”
Kutipan ini mewakili keadaan Eropa saat ini, Eropa tentu telah kehilangan celah radikalismenya. Terlepas dari siapa yang salah, ada sebuah kenyataan pahit, Eropa yang mengklaim dan menggembar-gemborkan kebebasan tapi ternyata tidak ada lagi kebebasan di Eropa.
Hari ini, para pejabatnya telah berubah menjadi penganut Fasisme baru dan infanterinya berubah menjadi penganut liberalisme.
Dari Perdana Menteri Perancis, Manuel Valls yang mengklaim bahwa orang muslim harus menyelamatkan keyakinannya, hingga mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair mengatakan orang Muslim tidak sesuai dengan dunia modern. Eropa tetap menjadi seekor domba yang sedang menanti pemotongan, seperti bom di ambang ledakan.
Pemerintahan Eropa di politiknya sangat anti dan membenci kaum minoritas khususnya Muslimin yang mana peran mereka dalam menciptakan kerusuhan dan pergolakan di seluruh dunia tidak terlihat. Tentu saja, jika tidak ada Intervensi militer maka Eropa tidak akan melihat krisis imigrasi yang sekarang terjadi.
(Today/Shabestan/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar