Wawancara Dengan Acin Muhdor: Habib Yang Mengkritik Habib


Munculnya sosok Habib Rizieq Shihab sang imam besar Front Pembela Islam (FPI) yang kontroversial di tengah-tengah umat Islam dan masyarakat Indonesia mencuatkan respon beragam atas penyandang gelar habib (keturunan Nabi Muhammad saw) secara keseluruhan.

Akibat pandangan dan tindakan Habib Rizieq yang kontroversial, tak jarang banyak penilaian yang mengarah kepada gelar “habib” bahwa setiap habib seperti Habib Rizieq. Akibatnya ada stigma negatif yang dialamatkan kepada penyandang gelar habib. Di sisi lain, kalangan habaibnya ada yang merasa gelisah dengan apa yang dilakukan Habib Rizieq dan pandangan-pandangan Habib Rizieq tentang Islam dan keindonesiannya dan ada pula yang setia mendukung Imam besar FPI itu.

Salah satu habib yang merasakan kegelisahan itu adalah Habib Husein Al Muhdhor atau lebih sering disapa “Acin Muhdhor”. Dirinya merasakan kegelisahan itu dengan menulis surat terbuka untuk Habib Rizieq di websitenya yang diberi judul ‘Surat Terbuka dari Habib kepada Habib’. Surat terbuka yang ditulis Acin Muhdor bisa dibuka di sini di perangdingin.com


*****

Surat Terbuka dari Habib Untuk Habib

Assalamualaikum wr.wb


Salam Sejahtera untuk kita semua

Hari-hari ini suhu ketegangan akibat pro dan kontra seputar Cagub DKI menambah suhu panas matahari Jakarta. Saya sebagai salah satu warga DKI yang memiliki hak konstitusional untuk memilih, sekaligus orang yang secara temurun “tertimpa” gelar “habib”. Saya sengaja memilih kata “tertimpa” karena bagi saya gelar ini secara nyata menjadi beban dengan aneka dimensinya.

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa gelar “habib” sebagai hak personal beberapa orang saja Padahal siapapun yang terbukti berada dalam garis keturunan Sayyidina Husein dan Sayyidina Hasan berhak menyandang gelar itu. Terus terang, saya tidak terdidik dalam lingkungan yang relijius, justeru sebaliknya. Saya juga bukan aktifis organisasi yang beratribut agama. Saya bahkan seorang broadcaster dan punya pergaulan luas lintas keyakinan. Bayangkan, betapa sakitnya hati saya membaca status-status dan cuitan-cuitan yang mencemooh bahkan menghina gelar “habib” karena perilaku atau sikap seseorang yang bergelar “habib”.

Mungkin bila penulis surat ini seorang Denny Siregar yang notabene bukan habib, surat ini bisa dicurigai tendensius dan rasial. Tapi bila yang memberikan kritik terhadap seorang habib adalah habib maka mestinya, pihak-pihak yang menentang sepak terjang seorang habib (Rizieq Sihab) tidak mencemooh gelar habib, karena yang “habib” bukan hanya Rizieq Sihab dan tidak semua habib mendukung pandangan dan sikap Imam Besar FPI itu. Lagian, mestinya yang menjadi objek kritik adalah sikap dan pandangannya yang mungkin dinilai tidak pantas, bukan gelar “habib”-nya.

Karena itu, dalam kesempatan ini izinkan saya untuk menulis surat terbuka kepada Habib Rizieq Sihab sebagai upaya meluruskan opini yang sesat tentang habib di kalangan masyarakat karena pandangan dan sepak terjang Rizieq Sihab, dan sebagai upaya untuk mengajak Habib Rizieq menimbang-nimbang efek komunal yang dirasakan oleh ribuan “habib” akibat pernyataan-pernyataan dan tindakan-tindakannya yang diikuti oleh para pengikutnya.

Yang terhormat saudaraku Rizieq Sihab!

Pernahkah terlintas di benak Anda bahwa pernyataan dan aksi-aksi Anda menyulitkan banyak habib di pelosok-pelosok yang tidak tau apapun tentang pilgub DKI dan agenda-agenda organisasi Anda? Mungkin Anda merasa benar dengan tindakan-tindakan anda, dan itu hak anda. Tapi itu bukan alasan yang bisa dijadikan dasar untuk mengabaikan efek-efek negatif yang dirasakan oleh habib-habib yang tidak berpandangan seperti Anda, itu pun hak mereka.

Pernahkah Anda berpikir bahwa cara santun dan lembut lebih mengundang simpati yang lebih luas demi mencapai tujuan-tujuan yang Anda harapkan. Karena itu Anda perlu melakukan evaluasi dan berkonsultasi dengan orang-orang yang lebih bijak dari Anda, tentang metode-metode yang efektif dalam berdakwah dan menyampaikan pesan-pesan yang anda anggap benar.

Itu tidak mengurangi kehormatan Anda sebagai Imam besar di organisasi Anda. Justeru hal itu menunjukkan kerendahan hati yang selama ini menjadi ciri habib. Pelajari biografi Habib Husein Luar Batang, Embah Priok, Habib Kuncung, dan puluhan habib besar lainnya yang menjadi icon budaya sekaligus keagamaan bagi masyarakat Jakarta terutama kaum Betawi. Saya bisa pastikan, mereka tidak pernah melakukan mobilisasi dan aksi-aksi penentangan secara frontal.

Pernahkah terlintas di benak Anda bahwa ada kemungkinan salah dalam tindakan Anda? Apa yang Anda yakini benar belum tentu benar menurut orang lain. Munculnya aneka macam mazhab dan pandangan ulama yang berbeda-beda sepangjang sejarah umat Islam membuktikan pentingnya membangun dialog guna mendengar pendapat orang lain dan meninjau kembali pendapat sendiri bila terbukti salah atau tidak diterima oleh mayoritas.

Anda tidak mewakili wahyu, pandangan anda relatif, pandangan-pandangan Anda meski didasarkan pada ayat atau riwayat, tetaplah interpretasi subjektif. Karena itu, tradisikan mendengar, mengunjungi ulama’-ulama’ yang lebih tua, lebih matang, lebih bijak meski mungkin berbeda pandangan dengan Anda, agar pilihan pandangan Anda lebih variatif dan fleksibel.

Pernahkah terlintas di benak Anda bahwa ucapan dan pilihan kata yang terlontar itu tidak akan bisa dianulir karena tidak semua telinga yang mendengar bisa memahaminya dengan tepat dan baik Penghinaan, hatespeech, pemelesetan nama dan kata-kata yang bisa diartikan sebagai pernyataan rasial justeru menegasi tujuan-tujuan mulia Anda.

Indonesia adalah mozaik ragam etnis, budaya, keyakinan, bahasa, tradisi dan lainnya. Jakarta adalah miniaturnya. Di dalamnya ada aneka etnik; Betawi, Jawa, Batak, Padang dan lainnya. Di dalamnya pula ada agama-agama dan keyakinan-keyakinan yang berbeda; Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lainnya. Sadarlah, bahwa yang berkerumun saat Anda berorasi tidak lebih dari 10% warga Jakarta, hiruk pikuk yang bergema saat Anda berpidato tidak merepresentasi 12 juta warga Ibu Kota.

Memang, secara faktual Anda mempunyai pengikut yang setia dan fanatik tapi Anda juga tau bahwa sebagian dari mereka atau sebagian besar dari mereka bukan dari warga Jakarta. Dan semuanya tidak memiliki loyalitas yang sama rata. Yang perlu Anda lakukan adalah mengelola mereka dengan baik dan mensterilkan dari unsur-unsur penyusup yang justeru melakukan pembusukan atau upaya-upaya untuk merusak citra Anda dan organisasi Anda.

Surat ini saya tulis karena rasa hormat saya dan optimisme saya bahwa Anda akan berlapang dada untuk menerima kritik konstruktif dari seorang yang tidak punya kepentingan apapun, baik pro maupun kontra dengan Anda. Saya pantang menjelekkan Anda di sosmed atau mengkritik Anda di sudut-sudut jalan. Saya yakin bila tujuannya baik, maka semestinya harus disampaikan. Itulah yang membedakan antara membenci dan mengkritik dengan sangka baik. Tentu anda berhak menerima atau menolak kritik saya. Tapi itu tidak penting, yang penting bagi saya adalah membuktikan kepada warga Jakarta dan Rakyat Indonesia secara umum bahwa Habib tidak direpresentasi oleh satu sosok saja.

Demikian surat yang saya tulis dengan tujuan baik ini. Semoga Allah SWT menganugerahkan hidayah dan taufiqnya kepada kita semua. Amin.

Terimakasih.

Assalamualaikum wr.wb

Salam sejahtera untuk kita semua.

(Acin Muhdor 28 Oktober 2016)

*****

Acin mengatakan, surat terbukanya itu ditanggapi dengan komentar beragam. Banyak yang mengkritiknya bahkan mengecamnya, dan banyak pula yang membelanya. Menurutnya, kebanyakan yang mengkritik dan mengecamnya justru dari kalangan habaib.

Terkait dengan surat terbuka yang pro dan kontra itu, Satu Islam mewawancarai Acin Muhdor. Berikut wawancaranya:


Apa yang melatarbelakangi anda menulis surat terbuka untuk Habib Rizieq?

Itu muncul karena sebuah kekecewaan kepada sikap banyak orang yang mendiskreditkan gelar “habib” karena ulah satu sosok atau beberapa orang yang menggunakan nama habib kemudian gelar habib menjadi sasaran. Seakan-akan gelar habib hanya direpresentasi oleh satu sosok atau beberapa orang saja. Itu yang pertama.

Yang kedua, saya harus mengatakan hal ini.


Mengapa kok harus?

Saya mewakili banyak habib. Ada banyak orang yang berpandangan seperti saya, baik itu dari kalangan habaib atau bukan. Ada juga beberapa orang pecinta habib yang tersinggung atas caci makian kepada habib. Begini mas, ketika berada di posisi netral tentu gak melakukan apa-apa. Kan ada dua sikap, pertama ikut mencela, ikut mencaci maki juga, berada di jajaran para hater. Yang kedua berada di posisi yang mengkritik yang memberikan sebuah gagasan bahwa habib tidak direpresentasi oleh satu sosok. Walaupun sebagian orang yang krisis pikiran mencerna kritikan sebagai penghinaan. Tentunya itu bukan masalah saya.

Ada juga habib model begini, ada juga habib yang model begitu. Ada habib yang keras, ada habib yang lembut, ada habib yang pake sorban, pake jubah, bahkan ada habib pake jins. Macam-macam habib itu.


Mengapa anda menilai apa yang dilakukan Habib Rizieq meresahkan habib secara keseluruhan, bukankah habib yang sepandangan dengan Habib Rizieq juga ada?

Habib yang sepandangan dengan Habib Rizieq banyak. Habib yang berbeda pandangan dengan Habib Rizieq juga banyak. Habib tidak harus dikelompokkan ketika anda habib, anda harus yang sepandangan dengan habib Rizieq, tidak seperti itu. Yang perlu saya tegaskan adalah saya mendapatkan kritikan, saya mendapatkan serangan dengan mengatakan apa yang saya tulis itu bermuatan politis. Dianggapnya apa yang saya tulis itu berkaitan dengan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Gak ada hubungan sama sekali dengan Ahok wa la pemilu, wa la apa. Sama sekali gak ada hubungan dengan itu semua.

Surat terbuka yang saya lontarkan sebenarnya bukan kritik personal untuk Habib Rizieq semata, tapi itu kritik untuk seluruh habib, untuk seluruh orang yang menyandang gelar habib. Dan kemudian menggunakan gelar habib untuk kepentingannya sendiri yang kalau dibiarkan menjadi resistensi bagi yang menyandang gelar habib.


Anda menyatakan kritik kepada habib bila dilakukan bukan habib dicurigai tendensius, Bisa dijelaskan?

Ya bisa dianggap demikian. Ya akan dicurigai tendensius. Mengapa? Karena bisa muncul pernyataan “kamu ini bukan habib mengkritik habib, sudahlah habib itu hormati saja”. Saya yang habib ini ketika membuat surat terbuka untuk Habib Rizieq, dianggap kehabiban saya palsu kok, apalagi yang bukan habib. Saya dianggap kehabiban saya palsu. Bahkan ada yang bilang kehabiban saya “gantungan kunci” hehehe, padahal sama sekali saya gak menghina Habib Rizieq. Bisa dibayangkan gak saya yang habib mengkritik Habib Rizieq saya dibilang kehabiban saya gantungan kunci. Bayangkan kalau bukan habib yang mengkritik. Kritik saya yang tidak menghina yang tidak menyudutkan Habib Rizieq bahkan saya memanggil beliau dengan “wahai saudaraku Habib Rizieq Sihab”, saya memberikan saran saya juga memuji di dalam surat terbuka itu dan ada indikasi tulisan saya yang menunjukkan sikap respek saya kepada beliau, saya dituduh melakukan diskriminasi melalui tulisan kepada Habib Rizieq. Digugat kehabiban saya. Dikatakan kehabiban saya palsu. Bagaimana kalo bukan habib yang mengkritik?.


Bisa dijelaskan efek negatif lainnya atas tindakan Habib Rizieq?

Dengan menghina penyandang gelar habib karena perilaku Habib Rizieq ya pasti ada efek negatifnya. Banyak habib yang gak tau mengenai sepak terjang FPI (Front Pembela Islam). Bahkan banyak habib yang gak faham persoalan pilgub, politik dan persoalan kebangsaan. Tapi mereka harus menerima stigma negatif bahwa habib itu identik dengan anarkisme.


Efek negatif tulisan saya itu ya jelas ada, kepada saya pribadi. Saya dibenci oleh banyak habib karena dianggap memerangi habib dan dianggap tidak berada di jajaran yang sama dengan Habib Rizieq. Padahal tulisan saya bukan semata mengkritik Habib Rizieq atau soal keberpihakan atau ketidak berpihakan. Sebagian orang menuntut saya untuk mendatangi Habib Rizieq. Ketika itu konteksnya personal saya berbicara dengan Habib Rizieq secara langsung, ya gak jadi hikmah buat semuanya. Tujuannya untuk menyadarkan semua orang termasuk saya, bahkan yang bukan habib harus tau bahwa habib tidak direpresentasi oleh satu sosok habib. Namun sebagian orang menuduh apa yang saya lakukan karena saya pengecut. Banyak yang datang kepada saya ingin menjembatani pertemuan saya dengan Habib Rizieq, padahal saya kapanpun bisa mendatangi Habib Rizieq.


Sebagian orang ada yang menilai ketika menjelang pilkada, pemilu dan pilpres, habaib ditarik-tarik ke persoalan politik kekuasaan. Apa pandangan anda?

Saya menilai itu terjadi karena ada habib yang memang sejak awal memiliki kecenderungan melibatkan diri ke persoalan politik kekuasaan. Terkait pernyataan Habib Rizieq menjelang pilkada DKI misalnya, karena statemen-statemen itu menggiring opini setiap orang bahwa gerakan Habib Rizieq itu gerakan politik, bukan gerakan membela agama. Itu yang saya khawatirkan.

Saya gak ingin peristiwa masa lalu menjelang pesta demokrasi terus kemudian habib ditarik ke persoalan politik kekuasaan dihubungkan dengan surat terbuka saya. Dan saya kuatir pembelaan orang kepada Habib Riziq malah merugikan Habib Rizieq sendiri. Saya sudah ingatkan di dalam surat terbuka saya waspadai penyusup yang melakukan pembusukan dari dalam.


Kabarnya ada beberapa habaib di Madura yang ikut-ikut melakukan demo pada 4 November mendatang, menurut anda bagaimana?

Memang ada habib yang memiliki kecenderungan politik kekuasaan dan ada juga yang tidak. Ada habib yang menegur Habib Riziq karena menentang Ahok dan ada habib yang menegur Habib rizieq mengapa tidak mendukung Ahok.

Anda menduga habaib Madura yang ikut-ikut demo 4 November itu memiliki kepentingan politik?

Layak dipertanyakan kepada mereka mengapa mereka bukan warga DKI, mereka warga Madura kok demo menolak Ahok? Bisa jadi mereka memang membela kitab suci tapi juga gak salah ketika ada yang menganggapnya bermuatan politis.

Persoalan surat Al Maidah yang diributkan itu masih ikhtilaf tafsirnya dan video Ahok itu juga bisa ditafsirkan macam-macam. Persoalan kitab suci itu rumit, ada kajian sendiri tentang tafsir dan melibatkan para pakar tafsir. Persoalan video Ahok itu kan masih dalam proses hukum. Belum ada keputusan hukum apakah Ahok menghina Alquran atau tidak.


Terimah kasih atas wawancaranya.

Sama-sama. Oh iya, sebagai penutup dari wawancara ini, yang perlu digaris bawahi adalah habib tidak direpresentasi oleh satu sosok atau beberapa sosok. Habib itu bermacam-macam jenis, karakter, pandangan, dan tingkat intelektualnya. Ada habib konservatif, ada habib liberal, ada habib moderat. Habib yang radikal dan anarkis juga ada. Habib yang sufi banyak.

Habib itu beraneka macam. Dengan kondisi yang demikian jangan menghujat habib hanya karena ulah satu orang atau beberpa orang habib.

Silahkan mau mendukung Ahok atau menentang Ahok. Silahkan mendukung Habib Rizieq atau menentang Habib Rizieq. Itu gak ada hubungannnya dengan gelar habib. Dan gak ada keharusan mengikuti habib, karena habib itu relatif alias gak mutlak. Habib itu bukan kemuliaan dan standar kebenaran.

Habib bisa salah dan bisa benar. Habib bisa memiliki tujuan mulia atau tidak mulia. Ini bukan kritik secara personal kepada Habib Rizieq, ini kritik juga kepada semua penyandang gelar habib dan kritik kepada pecinta habib maupun pembenci habib.

Saya membuat surat terbuka supaya semua orang bisa baca. Kalau saya mengkritik Habib Rizieq dengan mendatangi beliau ya selesai persoalannya dan hanya saya dan beliau saja yang tau. Yang terpenting bagi saya surat terbuka itu pesannya sampai kepada banyak orang.

(Perang-Dingin/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 06 November 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Wawancara Dengan Acin Muhdor: Habib Yang Mengkritik Habib. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/11/wawancara-dengan-acin-muhdor-habib-yang.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS