Manuskrip karya ulama Aceh terdahulu yang dikoleksi pemerhati sejarah Tarmizi A Hamid di rumahnya di Banda Aceh (Foto: Okezone)
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah menyiapkan digitalisasi manuskrip dan kitab-kitab karya para ulama NU yang telah dikumpulkan dari Aceh hingga Papua. Tujuannya, agar karya ulama terdahulu itu tak hilang ditelan zaman.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, gagasan dirinya yang kemudian dipimpin Imam Pituduh dalam ekspedisi nusantara telah berhasil mengumpulkan karya-karya para ulama sepuh dari berbagai penjuru Tanah Air.
“Lebih dari 2.000 manuskrip kitab-kitab ulama yang masih tulisan tangan,” kata Said Aqil Siradj saat menjadi penceramah dalam Haul ke 46 KH Moch Yahya di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gadingkasri, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Minggu 31 Juli 2016.
Sejauh ini, kata Said, PBNU telah melakukan kesepakatan bersama (MoU) dengan perusahaan untuk digitalisasi manuskrib tersebut. “Nanti bisa dibaca oleh masyarakat via handphone,” kata dia.
Sementara itu ditempat terpisah dalam rangka meramaikan pagelaran 1 abad berdirinya Madrasah Qudsiyyah Kudus, pihak panitia pagelaran bekerja sama dengan Yayasan Turats Nusantara membuka Pameran Kitab Ulama Nusantara pada 1-3 Agustus 2016, di kompleks Madrasah Aliyyah setempat, kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Dari 200 kitab yang dipamerkan oleh pihak penyelenggara,ada beberapa kitab legendaris dari berbagai generasi ulama Nusantara. Seperti karya Syaikh Yasin al-Fadani,Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Mahfudh at-Tarmasi, KH Soleh Darat, KH Sahal Mahfudh, KH Maimoen Zubair dankarya-karya lain.
Melansir dari NU Online, menurut ketua penyelenggara Nanal Ainal Fauz, pihak dari Yayasan Turats Ulama Nusantara sebenarnya sudah mengumpulkan kurang lebih 400 kitab yang ditulis oleh ulama dari berbagai generasi dan daerah di kepulauan Nusantara.
“Melihat situasi dan kondisi kita hanya memamerkan 200an kitab saja,” kata Nanal
Kitab legendaris ulama Nusantara yang diakan dipamerkan di antaranyamanuskrip kitab Kifayatul Mustafid li Maa ‘Alaa min al-Asanid karya Syaikh Mahfudh at-Tarmasi Pacitan. Meskipun penyalinnya bukan Syaikh Mahfuzh Sendiri, namun manuskrip ini disalin sebelum tahun 1332 H, yang berarti berusia sekitar 95 tahun.
Kitab Sabilul Muhtadin karya Syaikh Arsyad al-Banjari yang merupakan kitab berbahasa melayu yang sangat populer di kalangan santri, khususnya di Kalimantan. Ada pula Sirojuth Tholibin karya Syaikh Ihsan Jampes, yakni kitab syarah Minhajul Abidin milik Imam Ghazali.
Lalu kitab yaitu al-Hasyiyah al-Martiyyah ‘Ala al-Badri ath-Thali’ syarh Jam’il Jawami’. Kitab ushul fiqh monumental yang disusun oleh KH Miftah bin Ma’mun Marti Cianjur ini merupakan komentar panjang atas kitab Jam’il Jawami’ karya Imam As-Subki.
Ada juga kitab Mandhumat Mu’jam Nahwi, nadhamat (syair) bidang ilmu Nahwu yang tersusun dari 8465 bait ber-baharRajaz. Ini adalah karya Syaikh KH Muhammad Muhibbi bin al-Hamzawi, Kajen, Pati.
Menariknya ada manuskrip risalah atau catatantentang diskusi terkait hasil keputusan Muktamar NU di Menes Banten yang disusun KH Raden Asnawi yang dipersembahkan kepada KH Hasyim Asy’ari yang ditemukan menyelip kitabSyarah Tajul Arusy di perpustakaan pribadi milik KH Hasyim Asya’ari sendiri.
Lain lagi manuskrip kitab al-Manhajul Qawim yang sudah berusia 200 tahun, disalin oleh salah satu ulama Nusantara. Uniknya, dalam manuskrip ini sudah dibubuhi makna pegon ala pesantren.
Nanal berharap dari pameran kitab ulama Nusantara ini bisa membaca keadaan zaman ini dengan kacamata ulama Nusantara tempo dulu. “Kita juga bisa membandingkan era kita dengan era ulama terdahulu dari kitab-kitab mereka,” pungkas santri asal Demak itu.
(Oke-Zone/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar