Game-game yang mengandung simbol-simbol tersembunyi yang menghina Islam bermunculan. Islam secara diam-diam diidentikkan dengan kejahatan dan kekerasan. Tak banyak disadari para gamer. Antisipasi pun sulit dilakukan.---
Tersebutlah kisah seorang agen rahasia Amerika Serikat bernama Leon S. Kennedy yang tinggal di kota Racoon. Dari atasannya, Leon mendapat tugas untuk menyelamatkan putri Presiden Amerika Serikat, Ashley Graham, yang diculik sebuah sekte jahat yang bermukim di sebuah pedesaan di Eropa. Demi mengemban tugas itu, Leon pun berkelana hingga berhasil menemukan sebuah pulau yang menjadi sarang para anggota sekte jahat tersebut.
Demikianlah sekelumit gambaran game "Resident Evil 4" garapan Capcom, perusahaan spesialis pembuat game konsol (game yang dimainkan dengan peranti serupa video). Belakangan, Capcom juga merilis game itu dalam format PC. Sejak diluncurkan pertama kali pada 1996-1997, game yang di Jepang diberi nama "Biohazard" ini telah menarik hati puluhan juta gamer di seluruh dunia. Dalam catatan Capcom, hingga 30 Juni tahun ini, seri "Resident Evil 1-6" telah terjual 50 juta unit.
Game yang kisahnya berputar pada aksi-aksi heroik Leon dalam melawan musuh semisal para zombie itu juga mendapat respons positif dari para produsen game. Tak mengherankan jika beberapa kali game ini mendapat predikat "game of the year". Sayangnya, kredibilitas game itu tercoreng lantaran, entah disengaja atau tidak oleh Capcom sang produsen, memuat beberapa gambar atau grafis yang dinilai menghina berbagai agama, terutama Islam.
"Resident Evil 4" sebenarnya dirilis sejak tahun 1999. Namun kontrovesi soal muatan yang menghina agama itu baru muncul belakangan ini. Ada beberapa skena dalam game tersebut yang memuat simbol-simbol yang melecehkan umat Islam. Simbol-simbol itu muncul di level keempat, ketika Leon berada di depan sebuah gerbang yang diberi nama "The Door", yang merupakan pintu masuk ke sarang zombie-zombie jahat penculik putri Presiden Amerika Serikat.
Gambaran The Door sebagai gerbang sarang penjahat, jika diamati, ternyata sangat mirip dengan gerbang "Umar bin Khattab" di Masjid Nabawi, Madinah. Hanya saja, simbol gerbang itu disamarkan dengan peletakan simbol "Illuminati" berbentuk mirip capung. Menyamakan gerbang Masjid Nabawi dengan gerbang menuju para zombie jelas menimbulkan penafsiran si pembuat game menyamakan Islam dengan kejahatan atau pihak yang jahat.
Isu penghinaan ini pun kemudian ramai diperbincangkan. Apalagi, dalam suatu bagian, ketika Leon berhadapan dengan sekelompok zombie dan menanyakan sektenya, para zombie menjawab: "This is a new religion." Kalimat inilah yang semakin menguatkan upaya menyamakan Islam dengan sekte jahat atau kejahatan.
Memang diperlukan wawasan yang cukup luas atas khazanah keislaman untuk bisa menyadari hadirnya simbol-simbol tersembunyi yang menghina Islam itu. Wajar jika banyak gamer, khususnya di Indonesia, tidak menyadarinya. Fathan Muhammad, siswa SMP di Depok, Jawa Barat, yang menggemari game tersebut mengaku tidak memperhatikan ornamen gerbang yang mirip gerbang Masjid Nabawi itu. Ia mengaku baru menyadari setelah hal ini ramai dipergunjingkan di internet. "Saya tahunya dari internet. Terus coba mainin dan ternyata benar mirip. Jadi, nggak mau main lagi," katanya kepada Mira Febri Mellya dari GATRA.
"Resident Evil 4" bukanlah satu-satunya game yang memuat penghinaan terhadap Islam. Game-game lain seperti "Devil May Cry 3", "Prince of Persia", "Guitar Hero 3", dan "Clive Barker Undying" juga bermuatan serupa. Dalam game "Devil May Cry 3" produksi Capcom, pada mission level 14, Dante, si tokoh utama, masuk ke sarang setan lewat sebuah pintu yang ornamennya sangat mirip dengan pintu Ka'bah. Pintu itu juga terlihat jelas pada potongan skena di mission 8.
Sementara itu, pada game "Guitar Hero 3" terdapat simbol yang mirip dengan lafaz Allah pada panggung yang diinjak-injak tokoh dalam game produksi Activision tersebut. Panggung berlafaz Allah itu dapat dijumpai pada level 4 sebanyak tiga kali, ketika diputar lagu milik The Killers berjudul When You Were Young. "Ada dua kemungkinan tentang lambang Allah di 'Guitar Hero 3' itu. Kemungkinan besar itu lambang virgo. Ya, 25%-lah kemungkinan penghinaannya," tutur Fathan.
Fathan juga menunjukkan game "Prince of Persia" bertajuk "The Sands of Time". Game produksi Ubisoft yang bermarkas di Rennes, Prancis, ini memang sangat beken hingga diangkat ke layar lebar. Unsur penghinaan terhadap Islam dalam game tersebut diwakili oleh pedang yang dipakai Pangeran Dastan, sang tokoh utama. Pedang itu berukir tulisan Arab yang artinya: "Sebarkanlah ajaranku walau satu ayat pun". Kalimat itu adalah sabda Rasulullah SAW sebenarnya merupakan anjuran untuk mendakwahkan kebenaran.
Eh, di game ini pernyataan itu dipelintir seolah-olah Nabi Muhammad SAW mengajarkan kekerasan. Sebab dalam game tersebut, pedang tadi dipakai Dastan untuk membunuhi musuh-musuhnya. Gambaran ini menjurus pada sterotipe Barat terhadap Islam yang diidentikkan dengan teroris. Suatu tuduhan yang tak bertanggung jawab. Ada juga game "Clive Barker Undying". Dalam sebuah adegan, game ini memuat sebuah tulisan kaligrafi Arab berlafaz Allah yang tegas tergambar pada dinding istana setan.
Pakar semiotika dari ITB, Yasraf Amir Piliang, menilai lambang-lambang atau tanda-tanda yang dimunculkan dalam game-game itu memang diniatkan untuk menghina Islam. Dalam game tersebut, menurut Yasraf, Islam dipandang atau ditampilkan sebagai agama yang tidak beradab. "Saya rasa, jika itu dipakai dalam game, bagi umat Islam itu merupakan pelecehan," ujarnya kepada GATRA.
Pemuatan simbol-simbol menghina Islam ini memang tidak lepas dari konteks politik yang terjadi antara Islam dan Barat. Pasca-Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, Amerika memang membuat skenario lain, yakni konflik peradaban itu tidak lagi antara Amerika dan Soviet, tapi Barat dengan Islam, serta Cina. Konstruksi politik seperti inilah yang membuat stereotipe tersebut muncul. "Sehingga ketika ada masalah teroris, langsung mencap itu Islam," kata Yasraf.
Pikiran sesat Barat terhadap Islam itu, menurut pengamat dunia Islam, Haidar Bagir, disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena ketidaktahuan. "Pengetahuan mereka soal Islam adalah Islam sebagai sesuatu yang buruk. Di zaman Pertengahan, bahkan Nabi Muhammad diberi sebutan sebagai mahound. Itu artinya setan juga," ujar Haidar kepada GATRA.
Kemungkinan kedua adalah unsur kebencian. Jika ini yang terjadi, menurut Haidar, jelas tak bisa dibiarkan. "Orang Islam tidak boleh diam. Kita bisa memberitahu penggunaan simbol-simbol Islam, dalam konteks yang buruk, itu sesuatu yang tidak bisa ditoleransi. Namun caranya tentu dengan dakwah dan pengajaran," ujarnya. Hal ini perlu dilakukan, mengingat dampaknya kepada pemakai. "Dampaknya saya kira bisa buruk. Simbol itu bisa masuk ke pikiran sadar, juga bisa masuk ke pikiran bawah sadar," kata Haidar.
Yasraf sepakat dengan pandangan itu. Menurut dia, game-game tersebut dapat membentuk pikiran para gamer, membentuk keyakinan serta ideologinya juga. "Yang pasti, game itu membentuk persepsi apa itu baik atau itu buruk, karena secara tidak langsung game merupakan sarana pendidikan tentang berbagai hal," paparnya.
Psikolog dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Fredrick Dermawan Purba mengatakan, pengaruh game ini harus dilihat secara-hati-hati. Menurut dia, game-game itu tidak langsung menyatakan anti-Islam. Karena itu, ia ragu para gamer bisa memahaminya. "Saya melihat, jika itu dikaitkan dengan agama, sepertinya akan sulit diketahui oleh para gamer," katanya kepada GATRA.
Apalagi, game-game tersebut banyak dimainkan anak SMP-SMA. Hanya saja, menurut pria yang akrab disapa Jecky itu, pengaruh game-game tadi tetap perlu diperhatikan karena mengandung unsur kekerasan. "Karena untuk anak SD sampai usai sebelum remaja, anak itu berpikir kongkret. Buat mereka, kalau itu kekerasan, ya,itu kekerasan," ujarnya.
Adisti Fathimah Soegoto, psikolog anak dari Universitas Indonesia, juga memandang pesan-pesan tersembunyi dalam game itu tidak serta-merta akan membuat para gamer menyetujui unsur penghinaan terhadap agama tertentu. "Motif orang dalam bermain game berbeda-beda dan bersifat personal. Sehingga untuk melihat pengaruh persoalan ini dari segi psikologinya juga tak bisa dipukul rata," katanya kepada Fitri Kumalasari dari GATRA.
Boleh jadi, ada anak yang paham adanya muatan menghina Islam itu. Tetapi, menurut dia, apakah si anak memilih berhenti atau melanjutkan permainan itu, kembali kepada anak tersebut. "Ada yang mungkin menilai karena game ini seru dan sudah mencapai level sekian sehingga merasa tanggung untuk diselesaikan," ujar Adisti.
Meski begitu, menurut Adisti, intensitas anak memainkan game tersebut bisa jadi turut mempengaruhi dirinya dan terekam dalam ketidaksadaran. Ketidaksadaran karena sering dicekoki simbol agama tertentu yang mengarah pada penghinaan lambat laun dapat berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya. Tanpa sadar, hal itu mempengaruhi cara pandang atau cara bersikap. "Sehingga mungkin saja anak tumbuh menjadi pribadi yang penuh kebencian terhadap satu perbedaan tertentu," Adisti menegaskan.
Hal itu sangat mungkin dihindari jika orangtua memberikan perhatian lebih kepada anak, terutama saat menjelang dewasa, ketika kontrol orangtua mulai merenggang. "Kalau kita sudah membentengi anak dengan cinta kasih, anak tidak akan memilih game ini karena menjelek-jelekkan agama tertentu. Anak bisa memilih, kok," ungkap Adisti.
Pilihan-pilihan itu memang sangat subjektif. Gamer seperti Teza Faisal, meski mengaku tahu adanya muatan penghinaan terhadap Islam dalam game-game tersebut, mengaku tetap memainkannya. "Saya sih memainkannya dengan kesadaran penuh bahwa game itu buatan manusia dan hasil dari imajinasinya. Jadi, sah-sah saja kalau dalam game terkandung simbol-simbol agama, tapi dipakai untuk simbol kerajaan setan dan sebagainya," tutur Teza.
Menurut dia, bagi para gamer, yang terpenting adalah bagaimana memecahkan misteri dan menyelesaikan misi dalam game itu. Sedangkan soal artistik tidak terlalu menjadi perhatian. Alhasil, bagi kebanyakan gamer, simbol-simbol tersembunyi itu memang nyaris tak disadari. Nyatanya, meski kontroversi merebak, dari pantauan GATRA, hal itu tidak banyak memberi pengaruh pada penjualan game-game tersebut.
Tak hanya versi aslinya, versi bajakannya pun dijual bebas di sentra-sentra penjualan peranti lunak game, seperti Pusat Grosir Cililitan, Point Square Lebak Bulus, dan Glodok, Jakarta. Jane, seorang pemilik toko game konsol dan PC di Harco Glodok, mengaku tidak mengetahui adanya kontroversi soal penghinaan Islam dalam game-game yang disebutkan tadi. "Saya nggak tahu, nggak pernah main, sih," ujarnya.
Ia juga yakin, banyak gamer tidak menyadarinya. Keping-keping cakram padat game-game itu pun tetap laku. Untuk satu keping game, Jane dan para pedagang lainnya di Glodok menjual dengan harga Rp 4.000. Sedangkan untuk pembeli grosir di atas 100 keping, harganya turun menjadi Rp 2.800 per keping. "Satu hari minimal 50 keping per jenis game," kata Jane.
Mengendalikan peredaran game-game seperti itu memang sulit. Terlebih, setelah dilepas dalam format game PC, banyak yang bisa memainkannya secara online dengan cara mengunduhnya dari internet. Apalagi, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) ternyata tidak menyadari peredarannya.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S. Dewa Broto, mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui adanya game yang berisi penistaan terhadap agama Islam itu. "Tetapi laporan ini sangat penting bagi Kominfo, dan kami akan melakukan monitoring untuk memastikan apakah game tersebut benar-benar memenuhi unsur kebencian dan permusuhan," kata Gatot kepada GATRA.
Karena itu, Gatot berharap, masyarakat melaporkannya. Sebagai langkah antisipasi, menurut Gatot, Kominfo setiap hari melakukan monitoring dan memblokir konten-konten internet yang dianggap melanggar Undang-Undang ITE. Untuk game penistaan Islam itu, Kominfo berencana menanyakannya kepada pemuka agama. "Supaya tidak salah blokir," ujar Gatot.
(M. Agung Riyadi, Mukhlison S. Widodo, Rach Alida Bahaweres, dan Gandhi Achmad)
-----------------
Terang-terangan Anti-Islam
Jika game semacam "Resident Evil 4" mengandung muatan menghina Islam secara sembunyi-sembunyi. Game-game berikut adalah contoh game yang terang-terangan menunjukkan kebencian pada Islam.
Battlefield 3
Game ini jelas-jelas mendiskreditkan umat Islam. Game produksi EA Digital Illusions CE tahun 2011 ini memuat plot rencana seseorang yang mencoba menyerang New York. Komandan Blackburn, demikian si tokoh utama game ini, mengungkapkan bahwa misi serangan itu dilakukan sebuah kelompok teroris bernama PLR (kelompok teroris Iran) di bawah komando seseorang bernama Sulaiman.
Stereotipe terhadap Islam sebagai teroris ditegaskan dengan tokoh-tokoh antagonis, yang semuanya beridentitas muslim. Ada tokoh PLR bernama Al-Basyir yang akan melakukan aksi teror, tapi dapat digagalkan tentara Amerika. Dalam game ini, tentara Amerika digambarkan sebagai pihak yang "baik", serdadu pemberani, cinta damai, dan penyelamat umat manusia.
Moschee Baba
Game ini adalah hasil buah pikir sempit satu partai ekstrem kanan di Austria. Judul itu berarti "Selamat Tinggal Masjid". Isinya memang tegas-tegas menggambarkan kebencian dan penghinaan terhadap Islam. Plot game ini sangat sederhana, yaitu pemain diharuskan menembak jatuh muazin atau menara masjid dalam waktu 60 detik untuk mengumpulkan poin.
Game yang dibuat Partai Kebebasan (FPOe) ini digunakan untuk kampanye mendukung Gerhard Kurzmann, calon anggota parlemen dari daerah Styria, pada 2010. Latar belakangnya adalah sikap kebencian karena banyaknya masjid berdiri di wilayah itu. Padahal, nyatanya, di kota itu hanya ada empat masjid untuk sekitar 1,6% penduduknya yang beragama Islam.
Muslim Massacre: The Game of Modern Religious Genocide
Dari judulnya saja jelas, game buatan seorang maniak komputer bernama Eric "Sigvatr" Vaughn ini memang memuat kebencian terhadap Islam. Game berplatform Microsoft Windows ini dirilis pada 2008. Plotnya sangat brutal, yaitu pemain memerankan seorang pahlawan Amerika dengan membawa beberapa jenis senjata.
Bermodal senjata-senjata itu, sang "hero" diterjunkan ke Timur Tengah dan tugasnya sederhana: membantai semua muslim yang muncul di layar komputer pada setiap level. Sang jagoan harus membantai semuanya, baik muslim yang digambarkan sebagai sipil biasa maupun teroris. (M. Agung Riyadi)
Laporan Utama Majalah GATRA edisi 18/51, terbit Kamis 25 Oktober 2012
(Gatra-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar