Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, dikenal pintar, ganteng dan masih bujangan. Pria kelahiran tahun 1967 hobi bermain piano dan suka sejarah. Rutte ternyata juga penggila masakan Indonesia terutama nasi goreng. – Foto: Getty Images
Dalam lawatan resmi keduanya ke Indonesia, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menegaskan, negaranya menganggap Indonesia sebagai mitra dagang strategis. Dia didampingi tiga menteri dan sekitar 200 delegasi bisnis saat mengunjungi Semarang dan Jakarta pada 22-23 November lalu.
”Indonesia adalah kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan Belanda merupakan tujuan utama ekspor ke Eropa bagi Indonesia,” kata Rutte. Pria 49 tahun ini menambahkan, nilai perdagangan kedua negara mencapai 3,2 miliar euro atau sekitar Rp 45,9 triliun sepanjang tahun lalu.
Di tengah jadwalnya yang padat, Rutte menyempatkan berbincang dengan Amanda Siddharta dan Mahardika Satria Hadi dari Tempo serta dua wartawan media nasional lain di Hotel Fairmont, Jakarta, Senayan, pada Rabu, 23 November 2016. Berikut ini petikannya.
Apa hal menarik dari kunjungan Anda ke Semarang yang dapat dikembangkan dalam kerja sama dengan Indonesia?
Salah satunya pengelolaan air dan perlindungan pesisir. Saya ke Bangar Polder melihat stasiun pompa. Yang menarik adalah masih diterapkannya nilai tradisional Belanda untuk melibatkan semua warga dalam pengelolaan isu air. Proses demokratis sejak abad ke-13. Tidak hanya membangun stasiun pompa, tapi juga memilikinya bersama, termasuk petani.
Tentang reklamasi Teluk Jakarta, Belanda tetap mendampingi Indonesia?
Indonesia tentu saja yang memimpin. Kami hanya dapat menawarkan pendampingan. Ketika keputusan sudah diambil, barulah kami membagikan pengetahuan. Kami dapat menerapkan yang telah kami pelajari di Belanda. Tapi, sekali lagi, pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta yang menentukan.
Tanggapan Anda tentang hilangnya sisa-sisa bangkai kapal perang Belanda dari era Perang Dunia II di Laut Jawa?
Kabar yang sangat menyedihkan, khususnya bagi keturunan mereka yang kehilangan nyawa dalam Perang Dunia II di Laut Jawa. Sangat penting untuk mendapatkan kejelasan tentang apa yang telah terjadi. Saya tidak ingin berspekulasi. Saya senang bahwa pemerintah Belanda dan Indonesia bekerja sama untuk mencari tahu penyebabnya.
Sentimen anti-Islam meningkat di Eropa, terutama dari politikus sayap kanan. Akan mempengaruhi hubungan Eropa dengan negara berpenduduk mayoritas muslim?
Tidak sama sekali. Saya akan berjuang di Eropa dan di mana pun untuk melawan kecenderungan anti-Islam. Memerangi iman benar-benar tidak dapat diterima. Yang harus kita lawan adalah terorisme.
Dikutip dari Tempo, Sabtu 26 November 2016
(Tempo/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar