Organisasi masyarakat (ormas) DPC FPI Demak menolak untuk turut serta melakukan aksi unjuk rasa ke Jakarta pada 2 Desember mendatang.
Mereka lebih memilih menyerahkan penanganan kasus penistaan agama yang diduga dilakukan gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok agar diproses sebagaimana mestinya.”Sudah disepakati bersama oleh ratusan anggota FPI Demak agar kasus Ahok diselesaikan secara hukum. Biarkan polisi yang bekerja,” ujarnya usai apel konsolidasi pasukan secara serentak di Alun-alun, Senin (28/11).
Apel konsolidasi pasukan ini digelar dalam rangka pengamanan menjelang demonstrasi besar-besaran yang akan digelar di Monas, Jakarta pada 2 Desember mendatang. Kegiatan tersebut diikuti bupati beserta Forkompimda, banser, linmas dan tokoh masyarakat. Kapolres AKBP Heru Sutopo menyampaikan, pada kesempatan itu turut diserahkan maklumat berisi ikrar damai atas instruksi dari polda. Bahwa Kapolda Irjen Condro Kirono mengeluarkan maklumat tersebut sebagai proteksi bagi warga Jateng.”Maklumat ini berisi larangan sejumlah aturan dan ketentuan terkait dengan penyampaian pendapat di muka umum. Salah satunya berisi larangan untuk berbuat makar,’ jelas Kapolres.
Sedikitnya, ada empat poin yang tertulis dalam maklumat tersebut. Pertama, para peserta diminta mematuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum. Khususnya tentang kewajiban, larangan, dan sanksi bagi pelaku atau peserta. Kedua, penyampaian pendapat di muka umum dilarang membawa senjata tajam, senjata pemukul, atau benda-benda yang membahayakan.
Selain itu, Polda harus diberi tahu tentang rencana warga Jateng yang akan turut serta kegiatan tersebut. Ketiga, dilarang mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umum, dan melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi jalan arus lalu lintas, dan melakukan provokasi yang bersifat anarkistis atau mengarah kepada SARA. Keempat, dilarang melakukan kejahatan terhadap keamanan negara berupa makar terhadap presiden dan atau wakil presiden, dan makar hendak memisahkan dari NKRI, serta makar dengan menggulingkan pemerintah Indonesia.
Terhadap perbuatan tersebut, pelaku dapat dihukum mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun.”Tidak menutup kemungkinan aksi unjuk rasa nanti akan mengganggu ketertiban umum, melanggar hukum, dan menyebabkan kemacetan. Apabila hal tersebut terjadi, maka perlu adanya upaya pembubaran terhadap aksi unjuk rasa,” tukasnya.
(Suara-Merdeka/Berita-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar