Melihat masifnya gerakan kebencian saat ini, Rais Syuriah NU Australia-New Zealand Prof. Dr. Nadirsyah Hosen mengaku, ia sampai pada satu titik bahwa memang tengah ada rekayasa pihak luar yang ingin Indonesia bertengkar dan hancur lebur. Dimulai dari politisasi ayat, hadist dipotong seenaknya untuk mengobarkan permusuhan, sampai pelecehan kepada para kiai sepuh dan terakhir penistaan terhadap Kapolri.
“Saya percaya memang ada gerakan yang secara massif, sistematis dan terorganisir hendak mengacaukan Indonesia,” kata pria yang akrab disapa Gus Nadir ini via telegram ‘Islam Kontekstual’ (27/11)
Menurut dosen senior Monash Law School ini, mereka gagal masuk lewat isu Sunni-Syiah dan sekarang masuk lewat kasus pilkada DKI. “Dan kita sesama anak bangsa dan sesama umat beragama dibenturkan agar terjadi kekacauan. Waspadalah!”
Gus Nadir tidak percaya para tokoh MUI berada di belakang gerakan politisasi ayat dan hadits atau penistaan terhadap kiai sepuh dan juga Kapolri.
“Saya tidak ragukan komitmen kebangsaan MUI, NU dan Muhammadiyah,” katanya.
Cendekiawan Nahdhiyin yang juga aktif di twitter ini mengatakan, sejelek-jeleknya umat Islam tidak akan bersusah payah mencari potongan hadist membenarkan pembunuhan di luar proses hukum. Demikian juga memotong hadits untuk menyerang kaum “bermata sipit”. Atau, membuat meme menyamakan Kapolri dengan PKI.
“Tidak mungkin dilakukan oleh kita semua. Ini sudah digerakkan oleh pihak luar,” katanya
Gus Nadir berharap, para ulama, santri, tokoh nasional, TNI/Polri bergandengan tangan menjaga bangsa dan negara ini. Jangan larut dalam permainan pihak luar yang hendak memainkan emosi kita.
“Mari kita tenangkan semua elemen bangsa dan umat serta stop kebencian yg bisa menjadi pintu masuk pihak luar memporak-pondakan bangsa kita,” katanya
Gus Nadir mengajak saling bergandengan tangan dan mengatakan #janganterpancing pada setiap info di twitter, whatsapp, line, facebook, telegram yang menebar provokasi kebencian dan penghinaan memainkan emosi kita.
Di Bogor (27/11), Presiden Jokowi juga menyebut, dalam sebulan ini materi pembicara di media sosial lebih banyak saling menghujat, menjelekkan, dan memaki antar anak bangsa yang menurutnya bukan tata nilai Indonesia.
“Menghujat, saling menjelekkan, saling memaki, fitnah-fitnah, adu domba, ada semua di media sosial kita. Ini adalah tugas Bapak dan Ibu guru untuk memberitahu kepada anak didik kita karena nilai-nilai ke-Indonesia-an kita bukan itu,” tegas Presiden.
Presiden Jokowi juga meminta para guru berhati-hati terhadap kemungkinan adanya infiltrasi asing masuk ke negara Indonesia dengan cara melemahkan dan memecah belah bangsa seperti itu. Presiden menilai guru memiliki peran sentral untuk menyampaikan mengenai etika berinternet dan sopan santun dalam menyampaikan sesuatu di media sosial.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar