Seorang petugas SPBU mengisikan bensin ke sebuah mobil di Jeddah, Arab Saudi, Senin (28/12). Pemerintah Saudi menaikkan harga BBM, tarif listrik, dan air karena tahun ini mencatat rekor defisit anggaran akibat kemerosotan harga minyak mentah. (Foto: AFP)
Sebuah pemandangan tak lazim terlihat Senin 29 Desember 2015 malam di Riyadh, ibukota Arab Saudi. Antrian mobil memanjang hingga memenuhi jalan raya di sebuah stasiun pengisian bahan bakar. Situasi serupa bisa dilihat di kota-kota lain negeri kaya minyak itu.
Penyebabnya adalah kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) yang mulai berlaku Selasa 30 Desember 2015, dari sekitar 2.224 Rupiah menjadi 3.336 Rupiah per liter. Langkah tersebut diambil setelah Arab Saudi mengumumkan rekor defisit anggaran negara menyusul runtuhnya harga minyak dunia yang kini bertengger di kisaran 38 US Dollar per barrel.
Eksekusi mati ulama Syiah Syeikh Nimr Baqir al-Nimr berlangsung ditengah situasi negara yang mengalami defisit anggaran belanja. Kini perhatian dunia terfokus pada konflik diplomatik Arab Saudi dan Iran, sementara di dalam negeri Saudi sendiri rakyatnya sedang menghadapi “economic bomb”, menurut istilah CNN Money.
Apa penyebabnya? Pemerintah negara itu mulai kehabisan uang akibat anjloknya harga minyak dunia dan tingginya beban subsidi negara.
Anjloknya harga minyak dipicu langkah Iran yang menggenjot produksi minyaknya. Iran merencanakan menambah angka ekspor minyak hingga 1 juta barel per hari dalam 6 bulan ke depan pasca pencabutan sanksi dari AS dan sekutunya. Langkah tersebut dipastikan akan kembali menempatkan Iran sebagai negara pengekspor minyak terbesar kedua di dunia.
Pemerintah Saudi menggunakan kekayaan minyaknya untuk memberikan tunjangan yang sangat murah hati kepada warga negara dan membiayai ekspor ideologi ke negara-negara muslim lain dengan jargon dakwah Islam.
Ketika gerakan revolusi Arab Spring mengguncang Timur Tengah pada 2011 dan mengancam pemerintahan monarki seperti Saudi, maka Raja Saudi menggelontorkan dana subsidi lebih banyak lagi untuk meredam situasi. Uang Saudi juga digunakan untuk membiayai perang Yaman dinilai banyak kalangan telah gagal.
Persediaan dana tunai Saudi saat ini sangat menipis. Pemerintah pun menaikkan harga bensin 50% dan membuat warga Saudi mengantri panjang lagi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) hari Senin 4 Januari 2016 lalu.
Sebagai catatan, kenaikan harga yang drastis ini sebetulnya tidak menciptakan harga yang luar biasa dalam standar dunia.
Harga bensin sebelumnya hanya 16 sen Amerika (2.224 Rupiah) per liter, salah satu yang termurah di dunia. Sekarang harga naik menjadi maksimal 24 sen Amerika (3.336 Rupiah) per liter, masih sangat murah.
“Banyak warga Saudi mengendarai mobil-mobil SUV (sport utility vehicle) yang besar dan tidak memiliki konsep menghemat bensin,” kata Robert Jordan, mantan duta besar Amerika Serikat di Arab Saudi, seperti dikutip CNN Money.
Sekitar 75% anggaran pemerintah Saudi berasal dari minyak. Harga minyak telah terjun bebas dari di atas US$ 100 per barel menjadi sekitar US$ 36 sekarang ini. Untuk tahun 2015 Riyadh mengumumkan defisit anggaran sebesar 367 milyar Rial atau sekitar 100 milyar US Dollar.
Padahal anggaran tahunan Arab Saudi cuma berkisar 608 milyar Rial. Menurut Kementerian Keuangan, selama 2015 pemerintah sudah menghabiskan dana sebesar 975 milyar Rial.
Sebagai reaksi Arab Saudi mengumumkan pemotongan subsidi, antara lain untuk air minum, listrik dan bahan bakar minyak. Selain itu Riyadh juga berencana menaikkan pemasukan di luar sektor minyak lewat privatisasi di berbagai sektor.
Beban lain yang mengancam anggaran adalah belanja pertahanan yang besar. Pengeluaran Saudi di bidang pertahanan mencakup 11% dari produk domestik bruto, prosentase tertinggi di dunia. Dan Saudi berniat meningkatkan angka itu tahun ini.
Dana Moneter Internasional (IMF) belum lama ini memprediksi bahwa Saudi bisa kehabisan dana tunai dalam lima tahun ke depan atau kurang, jika harga minyak dunia tetap di bawah US$ 50 per barel. Tingkat pengangguran juga cukup tinggi, yaitu 12% menurut data resmi pemerintah.
(AFP/CNN-Money/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar