Peran Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Bumi Nusantara

Seminar Sehari “Merajut Fakta Sejarah Peran Tionghwa dalam Penyebaran dan Pengembangan Islam di Bumi Nusantara”, Kamis 24 Desember 2015 yang diselenggarakan oleh Komunitas Gusdurian Banyumas bekerjasama dengan Klenteng Hok Tik Bio dan MAKIN Purwokerto

Bagi kaum Muslim, hubungan Islam dan Cina sangatlah khas. Sabda Nabi Muhammad, “Carilah ilmu sampai ke negeri Tiongkok,” menempatkan Cina sebagai negeri yang begitu penting dalam tradisi pencarian ilmu pengetahuan kala itu.

Berawal dari Zheng He (1371-1433), aslinya bernama Ma He, dari suku Hui adalah seorang pelaut, penjelajah, diplomat, dan laksamana armada di masa Dinasti Ming. Zheng melakukan ekspedisi pelayaran ke Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat, dan Afrika Timur dari 1405 ke 1433.

Kapalnya berukuran besar dengan panjang sekitar 400 kaki (Kapal Santa Maria Columbus, untuk perbandingan, adalah 85 kaki). Selama ekspedisi, Zheng He menyerahkan proses pencatatan secara detail kepada pembantunya bernama Ma Huan.

Demikian Bratayana Ongkowijaya, SE., XDS memulai pembicaraan dalam Seminar Sehari “Merajut Fakta Sejarah Peran Tionghwa dalam Penyebaran dan Pengembangan Islam di Bumi Nusantara”, Kamis 24 Desember 2015 yang diselenggarakan oleh Komunitas Gusdurian Banyumas bekerjasama dengan Klenteng Hok Tik Bio dan MAKIN Purwokerto.

Di Indonesia, Ma Huan dikenal sebagai salahsatu dari Wali Songo, yakni Sunan Ampel. Kata Sunan atau Susuhunan, berasal dari bahasa Hokkian; suhu, Yang artinya, guru, pujangga, tetua, yang karena ilmunya layak untuk dihormati. Demikian lanjut Bratayana menurutkan.

Di Indonesia, kedudukan Cina sebagai salah satu asal muasal penyebaran Islam di nusantara pernah menjadi perdebatan pada awal pemerintahan Orde Baru. Situasi politik anti-Cina kala itu menjadikan apa saja yang berbau Cina sempat dicurigai, termasuk penulisan sejarah Cina dan Islam di Indonesia.

Suasana anti-Cina berdampak pada kebijakan negara yang memarginalkan warga keturunan Cina (Tionghoa) dari ranah kehidupan politik dan sosial. Sepanjang pemerintahan Orde Baru, misalnya, warga keturunan Cina telah menjadi warga negara kelas dua dengan kebijakan khusus. Kebijakan tersebut secara tidak langsung berakibat pada marginalisasi penulisan sejarah Cina di nusantara.

“Terlepas dari segala permasalahan politis, diakui ataupun tidak, fakta sejarah telah mencatat begitu banyak peran budaya cina dalam pengaruh awal penyebaran Islam di Nusantara. Sejarah kedatangan Islam di Jawa, tidak bisa dipisahkan dari peranan para Wali Songo yang sebagian besar anggotanya memiliki pertalian darah dengan komunitas Islam Tionghwa.” Tegas Bratayana.

Berbeda dengan Bratayana, dr. Mulyadi sebagai pembicara sesi kedua menyoroti tentang berbagai referensi dokumen dan buku-buku yang bertemakan Peran Tionghwa terhadap masuknya Islam di Nusantara, dan pengaruh-pengaruh budaya Tionghwa di Indonesia seperti arsitektur berbagai masjid di Jawa yang berusia lebih dari 600 tahun, Baju Koko, Tembikar dan Keramik, Bedug, dan masih banyak yang lainnya.

Seminar sehari yang diselenggarakan di Klenteng Hok Tik Bio Purwokerto ini dipandu oleh Koordinator Komunitas Gusdurian Purwokerto, Yusuf Chumedy, SE., MM. dalam suasana dipenuhi keakraban yang sesekali diselingi guyonan gaya Ngapak Banyumasan.

(Satu-Islam/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 27 Desember 2015

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Peran Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Bumi Nusantara. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2015/12/peran-tionghoa-dalam-penyebaran-islam.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS