Wakil Putera Mahkota sekaligus Ketua Dewan Perekonomian dan Pembangunan Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman. (Foto: Twitter/@SaudiMonarchy)
Takut dibunuh pesaingnya, Pangeran Muhammad bin Nayif ke mana-mana naik helikopter dan dikawal lebih dari 80 personel keamanan.
Mengutip sejumlah sumber tingkat tinggi, laporan bikinan the Institute for Persian Gulf Affairs menyebutkan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz tengah menyiapkan rencana menjadikan putra kesayangannya, Pangeran Muhammad bin Salman, sebagai pengganti dirinya.
Raja Salman memang sudah sepuh, umurnya 80 tahun. Dia bahkan dikabarkan telah pikun.
Sumber-sumber itu memang tidak menyebutkan kapan penobatan Pangeran Muhammad bin Salman, anaknya dari istri ketiga, itu bakal dilakukan. Mereka menambahkan Raja Salman telah menemui saudara-saudara tirinya untuk meminta dukungan mengubah pola suksesi menjadi kepada anak.
Persiapan ke arah sana memang sudah terlihat sejak Raja Salman naik takhta Januari tahun lalu. Tidak lama setelah itu, dia menunjuk Pangeran Muhammad bin Salman sebagai menteri pertahanan. Tiga bulan kemudian, anaknya ini diangkat menjadi wakil putera mahkota.
Keputusan itu diambil setelah Raja Salman mencopot adiknya Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz dari jabatan putera mahkota. Otomatis Pangeran Muhammad bin Nayif waktu itu menjadi wakil menggantikan posisinya.
Dekrit Raja Salman ini mengagetkan sekaligus bersejarah. Sejak pendiri Arab Saudi Raja Abdul Aziz bin Saud wafat, enam raja berikutnya – Saud, Faisal, Khalid, Fahad, Abdullah, dan kini Salman – merupakan anak dari pasangan Raja Abdul Aziz dengan istri kesayangannya Hissa as-Sudairi.
Putusan Raja Salman itu sekaligus mengakhiri era generasi anak Raja Abdul Aziz walau 13 putranya masih hidup. Dia ingin menyampaikan pesan sekarang giliran sang cucu mesti memimpin negara Kabah itu.
Tapi gelagatnya Raja Salman ingin putranya menduduki singgasana. Sebab itu, meski Pangeran Muhammad bin Salman berada di urutan kedua untuk menjadi penguasa, Raja Salman bisa saja mencopot Pangeran Muhammad bin Nayif dari jabatan putera mahkota, seperti dia lakukan atas Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz.
Sejak Pangeran Muhammad bin Salman, diperkirakan berusia antara 29-32 tahun, menjadi wakil putera mahkota, persaingan sengit itu dimulai. Apalagi kekuasaan anak raja ini kian gendut dengan jabatan tambahan sebagai kepala Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan serta memimpin Dewan Tertinggi Saudi Aramco, perusahaan minyak dan gas terkaya di dunia.
“Banyak orang melihat ini sejenis kudeta…di mana sebuah faksi mengambil kekuasaan untuk dirinya sendiri,” kata Stephane Lacroix, spesialis Arab Saudi dari Universitas Sciences Po di Ibu Kota Paris, Prancis.
“Muhammad bin Salman jelas sedang mengumpulkan kekuasaan luar biasa besar dan berpengaruh amat cepat. Ini untuk mengguncang para pesaingnya,” ujar Frederic Wehrey dari Program Timur Tengah di the Carnegie Endowment for International Peace di Washington, Amerika Serikat.
Gara-gara persaingan dua calon penguasa negara Kabah itu, menurut dia, menghasilkan sejumlah kebijakan mengganggu di dalam dan luar negeri. Muncul hal-hal belum pernah terjadi dan terasa aneh.
Misalnya dalam Perang Yaman. Untuk pertama kalinya Arab Saudi terlibat langsung secara militer dengan membentuk pasukan koalisi. Tentu saja kebijakan ini mudah ditebak: untuk menaikkan pamor Pangeran Muhammad bin Salman sebagai orang belum berpengalaman.
Manuver politik Pangeran Muhammad bin Nayif tidak kalah jitu. Bulan lalu dia mengikutkan ulama Syiah Syekh Muhammad Nimr an-Nimr dalam rombongan narapidana dihukum mati. Akibatnya bisa ditebak. Hubungan dengan Iran memanas dan memuncak dengan putusnya hubungan diplomatik kedua negara.
Juga ada dua insiden besar selama pelaksanaan haji tahun lalu. Pertama, jatuhnya sebuah derek raksasa di Masjid Al-Haram, Kota Makkah, menewaskan 111 jamaah haji dan melukai 238 lainnya. Dua pekan berselang, tabrakan arus jamaah saat pelaksanaan lempar jumrah di Mina, tepat di hari raya Idul Adha.
Kejadian ini menewaskan 769 orang dan mencederai 934 lainnya, versi pemerintah Arab Saudi. Namun hasil investigasi kantor berita Associated Press menunjukkan jumlah korban tewas 2.117, itu baru data 30 dari 180 negara mengirim warganya berhaji.
Tragedi pertama sudah tuntas penyelidikannya, tapi untuk tragedi Mina belum juga ada hasilnya.
Keberpihakan Raja Salman terhadap putranya terasa saat September tahun lalu dia memberhentikan salah satu menterinya, Saad al-Jabri, merupakan orang dekat Pangeran Muhammad bin Nayif. Kabar beredar Menteri Perminyakan Ali an-Naimi, teknokrat dan bukan keluarga penguasa, bakal diganti Abdul Aziz bin Salman, juga anak raja.
Pangeran Muhammad bin Nayif pun sadar akan hal ini. Pada 19 Januari lalu, seorang aktivis media tersohor asal Arab Saudi bilang putera mahkota telah mengadakan pertemuan rahasia dengan para sesepuh suku di Arab Saudi untuk meningkatkan konflik internal buat mencegah Pangeran Muhammad bin Salman naik takhta.
Perebutan takhta ini membikin Pangeran Muhammad bin Nayif cemas akan upaya pembunuhan. Karena itu, dia mengubah lokasi tugas-tugas harian, prosedur dan jadwal kunjungan serta acara, tim pengawal dan metode mereka buat mengurangi risiko bahaya.
Dia juga lebih sering menggunakan helikopter saat mengunjungi beragam tempat. “Puluhan kendaraan bersenjata dan lebih dari 80 personel keamanan selalu menemani dia saban kali lawatan,” tutur Mujtahid, pegiat politik Saudi diyakini anggota keluarga kerajaan atau memiliki hubungan dekat dengan penguasa.
Mujtahid menambahkan Pangeran Muhammad bin Nayif jarang tinggal di istana-istana miliknya. Dia lebih sering tidur di istana kepunyaan mendiang ayahnya di sebuah pulau di Laut Merah dengan barikade dan kawalan superketat. Dia juga sering menyadap telepon anggota keluarga kerajaan lainnya.
Persaingan sengit kedua pangeran itu kentara sekali. Sampai-sampai media berbahasa Rusia Landscape of the New East berani memprediksi Pangeran Muhammad bin Salman bakal menggunakan pasukan angkatan darat untuk menumbangkan sepupunya itu setelah dinobatkan sebagai raja.
Tentu saja tidak mudah menyingkirkan Pangeran Muhammad bin Nayif, calon kesukaan pihak Barat. Apalagi dia pernah bekerja sama erat dengan Amerika Serikat dan sekutunya dalam memerangi jaringan Al-Qaidah.
Tapi Pangeran Muhammad bin Salman tidak kalah cerdik. Dia menawarkan reformasi ekonomi dengan membuka peluang investasi asing masuk, termasuk rencana penjualan saham perdana Saudi Aramco, buat menggaet sokongan Barat.
Semua masih mungkin, namun kedua pengeran itu mesti berkejaran dengan waktu. Sebab sudah ada seruan kudeta disampaikan secara terbuka oleh seorang pangeran senior, termasuk cucu dari pendiri Arab Saudi. Dia mendesak Raja Salman, Pangeran Muhammad bin Nayif, dan Pangeran Muhammad bin Salman lengser.
Kalau sudah begini, cara haram pun bisa dihalalkan demi gelar Pelindung Dua Kota Suci.
(Al-Balad/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar