Indonesia saat ini telah menjadi arena pertarungan politik antara Arab Saudi dan Iran.
Direktur Eksekutif the Wahid Institute Yenny Wahid mengakui masifnya kampanye radikalisme dan intoleransi lantaran masuknya pengaruh dari negara asing.
Dia mengungkapkan Indonesia saat ini telah menjadi arena pertarungan politik antara Arab Saudi dan Iran. Hal inilah, menurut dia, memunculkan maraknya gerakan anti-Syiah di tanah air.
"Ini tidak lepas kaitannya dengan dinamika geopolitik di dunia, di mana ada perseteruan antara Saudi melawan Iran untuk mendominasi kawasan Timur Tengah," kata Yenny kemarin saat memaparkan hasil penelitian the Wahid Institute dalam sebuah acara di Jakarta.
Dia menambahkan salah satu dana asing masuk ke Indonesia berasal dari negara Kabah itu. "Dengan agenda untuk merebut dominasi sebagai "pemimpin umat Islam", kemudian dipakai tamengnya agama," ujar Yenny. "Padahal di belakangnya kepentingan politiknya kental sekali."
Namun Yenny tidak mengungkapkan berapa jumlah dana dari Saudi itu masuk per tahunnya. Dia juga tidak memberitahu lewat tokoh mana saja dana-dana itu masuk ke Indonesia. Dia juga tidak menjelaskan soal dana dari Iran masuk ke Indonesia dan lewat aktor mana saja.
Dana-dana asing itu masuk melalui sejumlah aktor untuk ikut menyebarkan paham-paham mereka. "Kok kita malah ikut-ikutan. Yang perang orang lain kok malah kita disuruh tempur. Ini sebuah kebodohan sekali."
Komentar Yenny senada dengan mantan Wakil Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Asad Said Ali. Dia bilang Saudi dan Iran telah menjadikan Indonesia sebagai arena pertarungan politik mereka.
"Jadi tergantung pada pendekatan kita kepada Saudi dan Iran agar tidak menjadikan Indonesia sebagai tempat pergumulan politik mereka," tutur Asad dalam wawancara khusus dengan Albalad.co Senin pekan lalu. "Persoalannya, kalau kita dekat ke Saudi, Iran curiga. begitu pula, bila kita dekat dengan Iran, Saudi marah."
(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Direktur Eksekutif the Wahid Institute Yenny Wahid dalam sebuah acara di Jakarta, 28 November 2016.
Direktur Eksekutif the Wahid Institute Yenny Wahid mengakui masifnya kampanye radikalisme dan intoleransi lantaran masuknya pengaruh dari negara asing.
Dia mengungkapkan Indonesia saat ini telah menjadi arena pertarungan politik antara Arab Saudi dan Iran. Hal inilah, menurut dia, memunculkan maraknya gerakan anti-Syiah di tanah air.
"Ini tidak lepas kaitannya dengan dinamika geopolitik di dunia, di mana ada perseteruan antara Saudi melawan Iran untuk mendominasi kawasan Timur Tengah," kata Yenny kemarin saat memaparkan hasil penelitian the Wahid Institute dalam sebuah acara di Jakarta.
Dia menambahkan salah satu dana asing masuk ke Indonesia berasal dari negara Kabah itu. "Dengan agenda untuk merebut dominasi sebagai "pemimpin umat Islam", kemudian dipakai tamengnya agama," ujar Yenny. "Padahal di belakangnya kepentingan politiknya kental sekali."
Namun Yenny tidak mengungkapkan berapa jumlah dana dari Saudi itu masuk per tahunnya. Dia juga tidak memberitahu lewat tokoh mana saja dana-dana itu masuk ke Indonesia. Dia juga tidak menjelaskan soal dana dari Iran masuk ke Indonesia dan lewat aktor mana saja.
Dana-dana asing itu masuk melalui sejumlah aktor untuk ikut menyebarkan paham-paham mereka. "Kok kita malah ikut-ikutan. Yang perang orang lain kok malah kita disuruh tempur. Ini sebuah kebodohan sekali."
Komentar Yenny senada dengan mantan Wakil Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Asad Said Ali. Dia bilang Saudi dan Iran telah menjadikan Indonesia sebagai arena pertarungan politik mereka.
"Jadi tergantung pada pendekatan kita kepada Saudi dan Iran agar tidak menjadikan Indonesia sebagai tempat pergumulan politik mereka," tutur Asad dalam wawancara khusus dengan Albalad.co Senin pekan lalu. "Persoalannya, kalau kita dekat ke Saudi, Iran curiga. begitu pula, bila kita dekat dengan Iran, Saudi marah."
(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar