Haruskah Ke Luar Negeri? Dilema Wanita Saudi Saat Membeli Celana Dalam

Menjelang pernikahannya, Huda Batterjee rela pergi ke luar negeri hanya untuk membeli pakaian dalam khusus pengantin. Memangnya di Arab Saudi tidak ada toko

Menjelang pernikahannya, Huda Batterjee rela pergi ke luar negeri hanya untuk membeli pakaian dalam khusus pengantin. Memangnya di Arab Saudi tidak ada toko yang menjual pakaian dalam perempuan?

Sebenarnya ada, namun Huda enggan menyambangi toko-toko pakaian di Arab Saudi. Pasalnya, semua pramuniaga toko adalah laki-laki – termasuk mereka yang menjaga ruangan khusus pakaian dalam perempuan.

Itulah yang membuat perempuan di Saudi, seperti Huda, menjadi risih. Mereka pun tak mau mencocok-cocokan bra, apalagi celana dalam, di depan tatapan lelaki yang bukan suaminya.

“Saat saya membeli pakaian dalam di Saudi, sejumlah laki-laki pramuniaga berkata, ‘Ukuran itu tidak cocok buat Anda,'” kata Huda. “Kita juga merasa dilecehkan. Kenapa sih dia (laki-laki pramuniaga) melihat saya seperti itu?” lanjut Huda.

Maka, perempuan berusia 26 tahun itu memilih pergi membeli pakaian dalam ke Dubai, Uni Emirat Arab. Dia dan suaminya kini tinggal di Virginia, Amerika Serikat.

Perasaan risih juga melanda Heba al-Akki. Dia pun sampai merasa membeli pakaian dalam di Saudi tak ada bedanya dengan membeli barang terlarang. “Saya pergi ke toko, ambil [pakaian dalam] ini dan itu lalu cepat-cepat pergi. Seolah-olah kok seperti membeli barang terlarang,” kata Heba.

Menurut hukum syariah di Arab Saudi, perempuan wajib menutupi aurat dari kepala hingga jari kaki bila pergi ke luar rumah. Namun, bila di dalam rumah sendiri , termasuk di kamar tidur, mereka boleh mengenakan baju apapun. Itulah sebabnya pakaian dalam seksi termasuk baju yang populer di kalangan perempuan Saudi.

Namun, untuk membeli pakaian dalam, apalagi yang seksi, bukan hal yang mudah. Di Saudi, toko pakaian dilarang menyediakan kamar pas atau ruang ganti. Itulah sebabnya konsumen tidak akan yakin telah membeli pakaian dalam perempuan dengan ukuran yang pas sebelum mereka sampai di rumah.

“Saya punya bra dari berbagai ukuran, mulai dari 32 hingga 38 karena saya tidak bisa mencoba di toko,” kata Modie Batterje, saudara perempuan Huda. Modie langsung teringat saat suaminya langsung kabur dari toko karena tak tahan mendengar istrinya menanyakan bra khusus perempuan yang baru melahirkan kepada seorang lagi-lagi pramuniaga.

Sebenarnya, bukan tak ada perempuan di Saudi yang mau bekerja sebagai pramuniaga, namun profesi itu sampai sekarang dilarang dilakoni oleh Kaum Hawa. Diskriminasi itulah yang mulai membuat jengkel para perempuan di negara yang kaya dengan minyak mentah itu.

Maka, sekelompok perempuan Saudi di kota pelabuhan Jeddah, Selasa 24 Maret 2009, melancarkan kampanye boikot dengan mengajak sesama mereka untuk tidak mengunjungi toko-toko pakaian dalam di kerajaan itu. Dipimpin oleh Modie, sekitar 50 perempuan berkumpul di kantor pusat penyuluhan perempuan sekaligus tempat khusus menyusui bayi Al-Bidaya di Jeddah.

Selain itu, 1.700 orang telah mendukung petisi lewat internet yang dikirim di laman jejaring sosial facebook. Sejumlah koran di Saudi juga menulis artikel mengenai kampanye itu.

Kampanye bakal berlangsung hingga pengelola toko diperbolehkan atau bersedia mempekerjakan perempuan untuk menjadi pramuniaga, atau populer dengan sebutan SPG (sales promotion girl). Para peserta kampanye itu juga meminta pemerintah Saudi untuk segera menerapkan aturan yang telah dibuat tahun 2006, yaitu laki-laki tidak boleh bekerja di toko yang menjual pakaian khusus perempuan.

Laki-laki pramuniaga pun ada yang merasa risih bila harus bertugas menjaga dagangan pakaian dalam perempuan. Di sebuah butik pakaian dalam di suatu pusat perbelanjaan di Riyadh, Rabu 25 Maret 2009, wajah sejumlah pramuniaga tampak merah (pertanda malu) saat ditanya mengenai pekerjaan mereka. Tak heran bila mereka mendukung kampanye untuk merekrut pekerja perempuan.

“Di tempat-tempat yang terbuka seperti di Amerika Serikat dan Eropa, tidak ada laki-laki yang menjual pakaian dalam untuk perempuan,” kata Husam al-Mutayim, manajer sebuah butik pakaian dalam. “Saya pun tidak mau kerabat perempuan saya membeli pakaian dalam dari laki-laki. Malu-maluin,” lanjut pria berusia 27 tahun asal Mesir itu yang juga mendukung kampanye yang digalang Modie.

Namun, tidak semua perempuan yang mendukung kampanye itu. Di Riyadh, seorang perempuan bercadar, yang hanya terlihat matanya, justru merasa was-was bila toko pakaian dalam hanya dijaga perempuan. Menurut perempuan yang tak mau disebut namanya itu, bisa saja seorang pramuniaga, dengan telepon selulernya, akan memotret konsumen yang sedang mencoba pakaian dalam di ruang ganti.

(Manhaj-Salafi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Selasa, 11 Oktober 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Haruskah Ke Luar Negeri? Dilema Wanita Saudi Saat Membeli Celana Dalam. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/10/haruskah-ke-luar-negeri-dilema-wanita.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS