Sistem Pendidikan Sekuler Menghasilkan Manusia Amoral


Oleh: Prof. Dr. Ach. Ariffien Bratawinata,M.Agr - Guru Besar Perguruan Tinggi Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’ud Online (SQABM)

Konsep moralitas lebih bersifat gaya kepribadian dari pada gaya berpikir yang menuntut hidup bersama dalam keharmonisan dengan sesama dan bertujuan untuk membantu individu (peserta didik) agar memedulikan, mengindahkan, dan memperhatikan perasaan serta pribadi orang lain sebagai perwujudan akhlak mulia. Pembinaan akhlak sebagai salah satu orientasi pendidikan Islam yang tidak bisa ditawar-tawar tentunya harus dilakukan reformasi secara menyeluruh dan menyentuh berbagai aspek, guna merespons tantangan multikultural dan mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan serta peluang era global dengan berbagai konsekuensi yang melingkupinya.

Era globalisasi yang ditandai adanya perubahan di segala bidang; politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, sosial, budaya telah membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan umat manusia. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi, informasi dan transportasi membuat segala sesuatu yang terjadi di negeri yang jauh bahkan di benua yang lain bisa diketahui dan tempat tertentu bisa dicapai dalam waktu yang amat singkat, dunia seperti sebuah kampung yang kecil (perkampungan global). Dampak positif globalisasi antara lain; disiplin, kebersihan, tanggung jawab, egalitarianisme dan kerja keras. Di samping itu, juga mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan alam serta sosial di berbagai belahan dunia, mudah melakukan komunikasi yang semakin canggih, cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi), menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran pada setiap individu, memacu untuk meningkatkan kualitas diri dalam perkembangan ekonomi, sosial dan budaya, mudah memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks dan tidak terbatas.

Globalisasi tidak hanya melahirkan suatu global space yang tunggal, tetapi juga memunculkan beberapa ruang yang berbeda satu sama lainnya, meskipun tetap ada komunikasi di dalamnya yang terbagi menjadi lima ruang, yaitu: ethnoscapes, technoscapes, financescapes, mediascapes, dan ideoscapes. Akhiran –capes yang digunakan dalam penyebutan lima ruang globalisasi tersebut diarahkan menuju kepada suatu bentuk yang tidak tetap atau berubah-ubah (fluid). Peran globalisasi adalah mengintegrasikan internasional individu-individu dengan jaringan-jaringan informasi serta institusi ekonomi, sosial dan politik yang terjadi secara cepat dan mendalam pada takaran yang belum pernah dialami selama sejarah sebelumnya. Beberapa faktor dasar yang mempengaruhi globalisasi, yaitu: adanya opsi kebijakan terkait dengan liberalisasi keuangan/ moneter, perkembangan teknologi informasi (IT) yang memfasilitasi pergerakan dana melewati batas negara, munculnya instrumen-instrumen moneter baru dan institusi-institusi moneter, runtuhnya kurs tetap internasional yang memungkinkan perolehan keuntungan dan spekulasi kurs mata uang.

Hal ini berimbas pada penciptaan kultur yang homogen dan mengarah pada penyeragaman selera, konsumsi, gaya hidup, nilai, identitas dan kepentingan individu serta mengintrodusir dimensi budaya modernitas, seperti nilai-nilai demokrasi, pluralisme, toleransi dan hak-hak asasi manusia, yang memang telah mendapat perhatian secara intens syariat Islam. Dampak negatif, globalisasi telah menyebabkan manusia berperilaku keras, cepat, akseleratif dan budaya instan. Manusia bagaikan robot, selalu bersaing ketat, hidup bagaikan roda berputar cepat, meninggalkan norma-norma universal dan semakin memudarnya penghargaan terhadap nilai-nilai spiritual, nilai-nilai transendental, nilai-nilai budi pekerti, dan nilai-nilai agama, yang dapat memperlemah dan melonggarkan bentuk-bentuk identitas kultural suatu bangsa, termasuk pendidikan.

Kebangkitan sains dan teknologi (sainstek) sebagai bagian dari era globalisasi, sangat berkaitan erat dengan eksistensi pendidikan. Tanpa keterlibatan pendidikan secara intens dan konstan, sains dan teknologi (sainstek) akan sulit dapat tumbuh berkembang dengan baik sesuai harapan masyarakat beradab. Pendidikan memainkan peranan penting dalam menentukan corak dan bentuk pertumbuhan dan perkembangan sainstek. Sesungguhnya, salah satu fokus perhatian dalam persoalan pendidikan ini adalah bagaimana sains dan teknologi itu yang merupakan bagian tak terpisahkan dari berbagai diskursus pertumbuhan dan kebutuhan hidup manusia secara alami dan bersifat asasi itu dapat dikelola secara proporsional sehingga memberikan manfaat secara riil bagi kemaslahatan kehidupan umat manusia yang merata, sistematis dan bersifat rahmatan lil alamin. Bukan sebaliknya, malah menjadi bumerang yang menimbulkan momok mengerikan dan menakutkan masyarakat dunia dengan lahirnya berbagai bencana kemanusiaan dan alam akibat kemajuan sainstek yang tidak terkontrol dan terkendali. Seperti terjadinya perselisihan antar warga, kelompok, suku bahkan negara, yang tidak jarang berujung pada peperangan dan mengakibatkan terjadinya pertumpahan darah tak dapat terelakan dengan menelan korban berjatuhan.

Belum lagi bencana alam datang silih berganti terjadi di berbagai belahan bumi, seperti; tsunami, badai topan, banjir bandang, gempa bumi, gunung meletus, kebakaran hutan, dan sederet kerusakan alam lainnya berakibat pada kerugian berskala besar secara fisik (harta kekayaan) bahkan merenggut jutaan nyawa tak dapat terelakan menimpa umat manusia saat ini.

Berbagai fenomena alam dan bencana kemanusiaan yang telah diperlihatkan dan difragmentasikan itu, disadari atau tidak merupakan efek negatif dari kemajuan sainstek yang dikendalikan dan didominasi sekelompok orang yang tidak terdidik dan tidak bertanggung jawab secara akidah, moral maupun kemanusiaan. Fakta-fakta tersebut, menjadi bukti dan petunjuk nyata bahwa Barat secara de fakto mendominasi dan mengendalikan sainstek patut diduga sebagai sumber utama munculnya kekacauan pranata kehidupan umat manusia yang beradab dan terjadinya kehancuran ekosistem yang berfungsi sebagai penyeimbang di bidang kelestarian lingkungan hidup yang menjadi jantung kehidupan.


Akibat Keserakahan Manusia

Al-Quran telah menginformasikan berbagai kejadian yang menimpa alam merupakan akibat tindakan manusia serakah, sombong dan ingkar yang melahirkan berbagai bencana mengerikan. Firman Allah SWT berikut.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِى عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ. قُلْ سِيرُوا فِى الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عٰقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُم مُّشْرِكِينَ [سورة الروم/30: 41-42]

Artinya: “Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.Katakanlah, ‘adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”. (surat al-Rūm [30]: 41-42).

Pada ayat 41 surah al-Rūm, terdapat penegasan Allah bahwa berbagai kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan adalah akibat perbuatan manusia. Hal tersebut hendaknya disadari oleh umat manusia dan karenanya manusia harus segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan timbulnya bencana kerusakan di daratan dan di lautan dan menggantinya dengan perbuatan baik dan bermanfaat untuk kelestarian alam.

Kata zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu di permukaan bumi. Sehingga, karena dia dipermukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad menurut al-Ashfahani adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain.

Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad tersebut, dapat dipahami bahwa daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, yang hasilnya keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan. Sedangkan pada ayat 42 dari surah al-Rūm itu, menerangkan tentang perintah untuk mempelajari sejarah umat-umat terdahulu, terhadap berbagai bencana yang menimpa mereka adalah disebabkan perbuatan dan kemusyrikan mereka yang tidak mau menghambakan diri kepada Allah, justru kepada selain Allah dan hawa nafsu mereka.

Selain itu pula, ayat ini mengingatkan bahwa mereka dapat mengalami kehancuran seperti apa yang dialami oleh orang-orang musyrik sebelum mereka. Mereka pun mengetahui akibat yang diterima oleh banyak orang dari mereka. Mereka juga melihat bekas-bekas para pendahulunya itu, ketika mereka berjalan di muka bumi, dan melewati bekas-bekas tersebut dan dengan melakukan perjalanan di muka bumi juga dapat membuktikan bahwa kerusakan-kerusakan ini adalah betul-betul akibat perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab serta mengingkari nikmat Allah, dan dengan melihat dan meneliti bukti-bukti sejarah, maka mereka dapat mengambil pelajaran atas peristiwa-peristiwa yang telah lalu, yang pernah menimpa umat manusia.

Konteks utama kandungan ayat 41-42 dari surat al-Rūm tersebut di atas adalah pernyataan adanya pertentangan antara tauhid dan syirik. Ajaran tauhid berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tauhid berarti keesaan Allah. Ajaran syirik menunjukkan sebaliknya, yakni enggan meyakini kekuasaan Allah. Orang yang jiwa tauhidnya rapuh pasti cenderung berbuat kerusakan. Jadi, hubungan antara kuatnya tauhid dan kebaikan moral sangat erat. Rapuhnya tauhid menjadikan seseorang bermental buruk. Salah satunya berwatak perusak (al-fasid). Kerusakan fisik alam (ekologi) dan sistem (ekosistem) terjadi karena ulah manusia.

Kerusakan ini seolah menjadi bukti kekhawatiran para malaikat bahwa manusia akan melakukan kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Allah menjamin, jika manusia berilmu dan tahu akibat dari apa yang diperbuatnya, ia tidak akan melakukan kerusakan. Namun, manusia adalah makhluk pembangkang dan zhalim. Allah menyebut manusia berwatak demikian sebagai Aladdul Khishām, penentang yang paling keras dan selalu berpaling dari kebenaran dan merusak bumi (surat al-Baqarah [2]:204-205)

Fakta-fakta membuktikan bahwa pada 24 Maret 1989, kapal tanker Exxon Valdez karam dan menumpahkan muatan minyak mentahnya sebesar 11 juta galon di perairan Alaska. Akibatnya sekitar seperempat juta ekor burung dan biota laut yang tak terhitung jumlahnya mati. Pada tahun 1956, pabrik baterai Chisso Corporation diketahui membuang limbahnya yang mengandung zat meltimerkuri yang sangat berbahaya ke lepas pantai Minatama, Jepang. Akibatrnya sekitar 2.000 penduduk Minamata mengalami penyakit kelainan saraf dan meninggal akibat memakan ikan-ikan yang terkontaminasi merkuri tersebut. Kemudian pada 3 Desember 1984, sebuah tanki milik perusahaan Amerika bernama Union Carbide Corporation meledak dan melepaskan muatannya 40 ton gas bioahazard bernama methylisocynate (MIC). Akibatnya, 20.000 penduduk tak berdosa terbunuh. Yang selamat mengaku mengalami perasaan tercekik hinga kebutaan.

Sementara pada tahun 1940 perubahan bahan-bahan kimia bernama Hooker Chemical secara ilgal mengubur 21.00 ton limbahnya yang mengandung zat berbahaya bernama dioxin. Akibatnya penduduk di Love Canal, Niagara mengalami keguguran, bayi lahir cacat, dan penyakit kanker. Perusahaan tersebut sekarang namanya Occidental Petroleum Corporation.

Para ilmuwan berspekulasi mengenai perubahan-perubahan komposisi bumi, baik tentang pemanasan global atau sumber daya mineral yang sudah mulai merosot. Dari hasil pengamatannya mereka berpendapat bahwa pemanasan global adalah satu peristiwa yang tak bisa terelakan yang mempengaruhi kondisi iklim di bumi. Badai yang menghancurkan, gelombang air pasang, tsunami dan kelaparan akibat kekeringan akan terus berlanjut meskipun usaha-usaha untuk mengendalikan polusi dan kerusakan lingkungan telah dilakukan.

Selain itu, peningkatan kecil rotasi bumi diakibatkan ketidakseimbangan isi kandungan perut bumi, juga bisa mempengaruhi kita dengan berbagai cara. Banjir dahsyat yang menenggelamkan segalanya, gletser-gletser yang menghilang selamnya. Itu bisa berarti kehilangan air, pangan dan merajalelanya penyakit serta meluasnya kelaparan.

Efek berbahaya dari aktivitas manusia ini, dapat mempengaruhi sistem global dengan cara yang negatif. Perang , sebagai contoh, dapat menghancurkan bumi dalam berbagai jalan, pembunuhan massal, berkembangnya kelaparan dan penyakit, perampasan hak hidup dan kemerdekaan. Bidang sosial, terjadi eksploitasi satu kelompok/bangsa atas bangsa lain. Kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya semakin menajam. Perilaku tak terpuji merajalela di setiap lapisan masyarakat dan berbagai krisis lainnya. Bahkan di bidang kemanusiaan, ribuan manusia tak berdosa dibantai dengan keji dan biadab, serta berbagai kekejaman secara terus-menerus terjadi di mana-mana.

Dari data dan fakta di atas menunjukkan bahwa terjadinya berbagai krisis multidimensional itu tidak lain karena manusia (muslimin) meninggalkan al-Quran. Mereka tidak memahami dan mengamalkan al-Quran. Mereka lebih mengedepankan akal dan pikirannya dalam menyelesaikan permasalahan, terutama persoalan kemanusiaan ini. Al-Quran sebagai way of life adalah satu-satunya kunci perubahan dan kemajuan menuju peradaban yang bersifat rahmat. Dengan al-Quran segala persoalan dapat diselesaikan. Karena memang al-Quran, selain sebagi firman Allah yang Maha Gagah dan Maha Perkasa, juga merupakan sumber dari segala ilmu yang diperlukan manusia untuk mengatur kehidupannya menuju kemuliaan, kejayaan dan kemenangan.


Tindakan Fasiq

Tindakan merusak lingkungan hidup merupakan salah satu sifat fasik. Sifat fasik lainnya, melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Kerusakan karena ulah manusia ini terjadi di darat dan di laut. Betapa banyak wilayah pantai yang rusak dan hilang keindahan alamnya oleh kerakusan manusia. Terumbu karang atau keindahan alam bawah laut pun sudah rusak parah.

Padahal, semua itu memberi keuntungan ekonomi dan ekologi yang sangat besar bagi manusia. Setiap manusia diberi wewenang (otoritas) untuk memilih jalan hidupnya. Namun, jalan hidup apa pun pasti mendatangkan risiko. Manusia diberikan kebebasan untuk memilih sebuah jalan yang terbaik bagi keberlangsungan hidupnya sesuai hati nurani yang selaras dengan aturan dan tuntunan syariat. Karena pada akhirnya apa yang dilakukan akan memberikan hasil bergantung pada jenis dan kadar usahanya itu sesuai pernyataan al-Qurān,berikut:

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا.[سورة الإسراء/7:17].

Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,. [surat al-Isra’ [17]: 7]

Dengan penegasan ayat itu, Allah ingin menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) kepada manusia. Ketika manusia menuruti hawa nafsunya dan mengabaikan keseimbangan ekosistem, akibatnya pasti ia rasakan. Akibat itu akan meluas dan menyedihkan hatinya. Kata Allah: Supaya mereka merasakan sesuatu akibat perbuatannya agar mereka kembali ke jalan yang benar. Dalam pendidikan, pemberian hadiah dan hukuman merupakan salah satu cara yang efektif. Cara ini dapat menyadarkan seseorang bahwa setiap pribadi harus bertanggung jawab atas perilakunya.Ini sesuai dengan peribahasa: “Berani berbuat harus berani bertanggung jawab”. Semangat ini harus terus dimunculkan kembali untuk membangun sikap tanggung jawab. Rusaknya lapisan Ozon (O3), pencemaran air oleh limbah industri berskala besar; dan sulitnya menghirup udara bersih, sehat dan segar merupakan bentuk kerusakan alam yang diakibatkan oleh keserakahan manusia. Memang, “hanya” segelintir orang yang melakukan tindakan ini tetapi efek yang ditimbulkannya berskala global. Pada hakikatnya, manusia diperintahkan untuk mengamati dan memperhatikan peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Perintah pengamatan ini bukan semata-mata melihat peristiwanya, melainkan juga melihat hikmah di balik peristiwa itu. Jadi, seorang Mukmin harus melihat ada apa di balik peristiwa itu. Kalimat “lakukanlah perjalanan di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu” merupakan kalimat cerdas. Dengan kalimat itu, Allah menuntut setiap manusia untuk bersikap cerdas. Dengan perintah itu pula, manusia dituntut untuk banyak meneliti, bersikap kritis, dan mengaitkan sebuah persoalan dengan persoalan lain atas dasar iman kepada Allah.

Substansi penciptaan alam semesta dan segala isinya, daratan, lautan, angkasa raya, flora, fauna, adalah untuk kepentingan umat manusia secara merata dan berkeadilan, melarang terjadinya penghisapan satu individu, kelompok, negara atas lainnya. Karena sesungguhnya air, lautan yang daripadanya manusia dapat memakan daging segar, menjalankan bahtera, mengeluarkan perhiasan yang dapat dipakai, daratan dan apa yang ada padanya dari binatang ternak, tumbuh-tumbuhan, gunung-gunung yang dengannya bumi dapat stabil sehingga manusia dan makhluk lainnya dapat tinggal di atasnya, kesemuanya itu disiapkan Allah SWT untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh semua makhluk, terutama manusia (surat surat al-Nahl/16:10-16).

Manusia sebagai khalifah, mengemban tugas dari Allah untuk melakukan usaha-usaha agar alam semesta dan segala isinya tetap lestari, sehingga umat manusia dapat mengambil manfaat, menggali dan mengelolanya untuk kesejahteraan umat manusia dan sekaligus sebagai bekal dalam beribadah dan beramal saleh. Ketamakan manusia terhadap alam, telah berakibat buruk terhadap diri mereka sendiri, seperti terjadinya longsor, banjir, gempa, gunung meletus, dll. Hal ini diperlukan upaya keras, sungguh-sungguh dan konsisten dari semua lapisan masyarakat sebagai khalifah Allah agar kewajiban untuk memelihara dan melestarikan alam demi kesejahteraan bersama tetap terjaga dan menghentikan segelintir orang dengan menggunakan kedok sainstik yang tidak bertanggung jawab yang telah mengeksploitasi alam demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan struktur ekosistem alam secara bijak, berimabang dan berkeadilan.


Pelajaran untuk Keharmonisan

Dalam melaksanakan kewajibannya, sebagai khalifah/para pemangku otorita termasuk seluruh umat manusia, diarahkan dan dianjurkan untuk mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan mengambil pelajaran darinya untuk dapat diimplementasikan secara efektif dan proporsional memprakarsai terciptanya kelestarian dan keharmonisan antara sesama makhluk ciptaan Allah, terutama makhluk sosial bernama manusia. Rasulullah SAW bersabda:

من سنّ فى الإسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل اجر من عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيء. ومن سنّ سنّة سيّئة فعمل بهابعده, كتب عليه مثل وزر من عمل بها,ولا ينقص من أوزارهم شيء. (رواه مسلم)

Artinya:“Barang siapa yang berbuat baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahala dari perbuatan itu dan pahala dari orang yang melaksanakan atau meniru prakarsa itu setelahnya tanpa mengurangi pahala orang-orang yang menirunya. Dan barang siapa berprakarsa yang jelek, maka ia akan mendapatkan dosa dari prakarsanya itu tanpa mengurangi dosa orang yang menirunya.” (Riwayat Muslim)

Hadith di atas menjelaskan bahwa siapa saja yang memprakarsai suatu perbuatan yang baik, seperti menciptakan suatu teori, metode, atau cara yang baik kemudian ditiru dan dilakspeserta didikan oleh orang lain maka ia akan memperoleh pahala hasil prakarsa dan penemuannya itu serta pahala yang terus mengalir dari pahala-pahala orang yang menirunya dan melakspeserta didikannya tanpa mengurangi pahala-pahala orang yang mengikutinya itu. Analoginya, orang yang berusaha mengangkat kehidupan orang miskin dengan cara memberi pinjaman modal usaha kecil-kecilan.

Bila usahanya sudah berjalan dan pinjamannya dapat dikembalikan dengan cara diangsur tanpa bunga, apabila perbuatan ini diikuti oleh orang lain, maka si pemrakarsa tadi akan mendapat dua pahala. Begitu juga sebaliknya, orang yang berbuat kejahatan, ia akan mendapat dua dosa dari perbuatan dirinya dan dari dosa orang yang menirunya. Perumpamaan orang yang mencari lahan pertanian dengan cara membakar hutan sehingga hutan menjadi gundul dan rusak, lalu perbuatannya itu ditiru orang lain, maka ia akan mendapat dua dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang mengikuti jejaknya.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, maka terdapat beberapa unsur yang patut dijadikan konsiderans dalam berpikir, bersikap dan bertindak, yaitu: konsep yang terdapat pada bagian isi kandungan surat al-Rūm 41-42 memaparkan bahwa maksud dari menjaga kelestarian lingkungan secara umum adalah memperlihatkan fakta-fakta kehancuran yang dialami oleh umat-umat pada masa dahulu, yang diakibatkan karena perbuatan mereka, menyekutukan Allah. Di samping, bukti-bukti lain, terjadinya berbagai kerusakan lingkungan, seperti adanya banjir, longsor, gempa, dll. untuk dijadikan dasar pedoman dalam mengakhiri dan berbuat sesuatu untuk menjaga kelestarian lingkungan dan tidak merusaknya melalui suatu sistem yang sudah melembaga, yaitu pendidikan.

Posisi pendidikan dalam mewujudkan kelestarian lingkungan menduduki tempat strategis dan responsif serta berada di garis depan untuk berperan aktif mengambil bagian guna menyelesaikan krisis lingkungan hidup dan persoalan-persoalan kemanusiaan berskala besar, vital dan bersifat fundamental. Karena itu, pendidikan dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam mengakhiri berbagai tindakan tak bermoral segelintir orang yang telah melahirkan kesengsaraan dan krisis multidimensional di segala bidang dan perubahan menuju kemajuan masyarakat atau bangsa dalam meningkatkan tatanan kehidupannya yang layak, berdaulat dan berwibawa di tengah-tengah percaturan dunia yang penuh tantangan dan persaingan.

Untuk itulah kehadiran Perguruan Tinggi Shuffah Al-Quran Abdullah bin Masud (SQABM) Online sebagai sistem pendidikan dalam Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah berusaha mengimplementasi model pendidikan Rasulullah SAW siap membangun peradaban dan memperbaiki moral bangsa yang sedang mengalami kemunduran menuju kemajuan dan kedamaian yang berkeadilan.

Wa Allah-u ‘Alam bi al-Shawab.


Referensi:

Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).

Abī Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyaerī al-Naesaburī, Ṣahih Muslim, juz IV, Kitab al-‘Ilmi, Bab Man Sanna Sunatan Hasanatan wa Man Da’ā ilā Hudā au Ḍalāl, Hadith nomor 1017 (Beirut: Dār al-Hadith, t.th).

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra: 2008).

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Kalimah, 2004).

Deliarnove, Ekonomi Politik (Jakarta: Erlangga, 2006).

Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemeahnya (Jakarta: CV. Naladana, 2004).
Kalidjernih, Cakrawala Baru Kewarganegaraan, Refleksi Sosiologis Indonesia (Jakarta: Regina, 2007).

Haedar Nashir, Laptop Dewan (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 23 Maret 2007). Dalam Sigit Dwi Kusrahmadi, Dinamika Pendidikan No.1/Th.XIV/Mei 2007, h. 119.

http://www.pengertian.org/2015/07/pengertian-globalisasi.html diakses November 2014

Jens-Uwe Wunderlich dan Meera Warier, Dictionary of Globalization (London: Routledge, 2007).

Latief Dohack, Ekonomi Global (Surakarta: Muhamadiyah Universitas Press, 2000).

Martin Khor, Globalisasi Perangkat Negara-negara Selatan (Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2002).

Msthofa Rembangi, Pendidikan Trasnpormatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisai (Yogyakarta: TERAS, Cet. 2,2010).

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran volume 6, cet.ke-2(Jakarta: Lentera Hati, 2009).

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani Press, 2003).

Yusri Panggabean, dkk. Strategi, Model dan Evaluasi (Bandung: Bina Media Informasi, 2007).

Yusuf al-Qardhawi, Islam dan Globalisasi Dunia, terj. (Jakarta: Al-Kutsar, tt).

(Mi’raj-Islamic-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Selasa, 11 Oktober 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Sistem Pendidikan Sekuler Menghasilkan Manusia Amoral. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/10/sistem-pendidikan-sekuler-menghasilkan.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS