Polda DIY
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan penjemput dokter Rica, yakni Eko Purnomo dan istrinya Veni Ori Nanda sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan pasal penculikan.
Kasubdit I Ditreskrimum, AKBP Ganda M Saragih menyampaikan, keduanya dikenai pasal hukuman pasal berlapis. Antara lain Pasal 328 KUHP mengenai penculikan dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara, dan Pasal 332 KUHP tentang membawa lari orang dewasa dengan hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
"Kami menetapkan pasal tersebut berdasarkan keterangan keduanya serta saksi bernama Kharisma yang tidak lain merupakan adik Eko," ujarnya di Polda DIY, Selasa (12/1).
Berdasarkan keterangan yang telah dikumpulkan penyidik, meskipun tidak berada di bawah ancaman, selama perjalanan 10 hari lalu, dokter Rica tidak bisa menghubungi keluarganya serta berada di bawah kuasa Eko dan Veni.
Bahkan ATM milik dokter Rica pun berada ditangan keduanya. Namun perubahan ATM dr. Rica sendiri belum bisa diketahui, karena masih dalam penyelidikan. Maka itu, kondisi tersebut layak disebut sebagai penculikan. Hingga saat ini kedua tersangka mengaku membawa dokter Rica dengan tujuan mencari pekerjaan baru yang lebih baik.
"Namun, tujuan ini terbantahkan. Karena selama pergi pun mereka tidak dapat pekerjaan. Ditambah pekerjaan Rica sebelumnya kan sudah jelas, yaitu sebagai dokter," katanya.
Menurutnya saat ditemukan kemarin ada enam orang yang ikut dalam rombongan perjalanan mencari pekerjaan. Antara lain Rica, anaknya, Eko, Vani, anaknya Eko dan Vani, adik Eko bernama Kharisma.
Namun, saat berangkat dari Yogyakarta 10 hari lalu ada satu peserta lain dalam rombongan yang berinisial B. Saat ini B masih dalam tahap pencarian. Sementara tersangka sendiri mengaku kedatangan mereka ke Semarang merupakan upaya untuk pulang ke Yogyakarta.
Selama pemeriksaan kedua tersangka tidak mau memberikan keterangan mengenai keterkaitan mereka dengan sebuah aliran. Karena itu pihak kepolisian belum bisa menyimpulkan adanya kaitan antara perjalanan rombongan ini dan program eksodus Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Adapun kronologis perjalanan mereka dimulai dari tanggal 30 Desember. Di mana rombongan melakukan penerbangan dari Bandara Adisutjipto Yogyakarta menuju Pontianak. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Mentawai Hilir, Kalimantan Barat. Mereka sempat tinggal di sana selama dua hari.
Namun karena berita media yang menyebutkan lokasi mereka terdeteksi, akhirnya rombongan ini pindah tempat. Mereka lalu tinggal selama dua hari di Pangkalan Banteng, dan dua hari di Pangkalan Bun.
"Selama perjalanan ini mereka tinggal di hotel yang berbeda-beda," ucapnya.
Maka itu isu keberadaan permukiman khusus kelompok Gafatar di Pangkalan Bun pun belum bisa dipastikan. Pada kasus ini, polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti berupa laptop, lima flashdisk, dan satu tetra hardisk. Hingga sekarang Polda masih menyelidiki isi dari barang bukti tersebut.
Saragi mengemukakan, selama perjalanan tersebut semua nggota rombongan menggunakan dana pribadi masing-masing. Saat bertemu dibawa pulang kemarin, Rica tidak melakukan penolakan. Bahkan, ia dan suaminya sempat berpelukan ketika bertemu.
"Saat kami bawa pulang dari Pangkalan Bun kemarin pun tidak ada penolakan dari dokter Rica," kata Saragih.
Meskipun sudah dipulangkan ke keluarganya, Rica belum bisa memberikan keterangan terkait perjalanannya tempo hari. Sementara Eko dan Veni masih ditahan di Polda DIY.
(Republika/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar