Habib Acin Muhdor: “Politik Uang” Kini Menjelma “Politik Ayat”


Izinkan Saya Menyapa Saudara Non Muslim

Oleh : Habib Acin Muhdor

Ada politik di setiap langkah kita, harusnya itu disadari. Supaya tak kagetan menyikapi politik di luar diri kita. Beberapa aktor politik yang sedang diuji dengan popularitas yang "parsial", dimanfaatkan untuk mengelabui opini demi beberapa tujuan.

Awalnya kita hanya memahami bahwa sebagian besar gerak politik hanya untuk mengeruk uang, di situ "uang" menjadi "alat" sekaligus "tujuan", tentunya ditopang oleh mediasi yang lebih besar yaitu "kekuasaan".

"Politik uang" dalam waktu sekejap berubah menjadi "politik ayat". Kalian saudara-saudara non-muslim berusaha dilibatkan dalam hal ini.

Dan saya melihat ketangguhan dalam diri kalian, saya bangga dengan kalian. Masih banyak yang dapat melihat peristiwa secara menyeluruh. Tetap bertahan dalam kebaikan dan toleransi. Hati-hati, jangan terpengaruh. Saya lanjutkan.

Genosida mental paling ampuh jika dibenturkan dengan konflik antar agama. Ada yang mengharapkan kita perang. Sadari, ada yang menginginkan Indonesia hancur dan bertekuk lutut di hadapan tirani modal dunia.

Saya teringat konsep "Divide et Impera" atau "politik pecah belah". Awalnya, strategi politik ini merupakan kombinasi dari tujuan politik, militer, dan ekonomi. Saat ini kita menghadap ke arah yang sama dengan unsur-unsur yang berbeda. "Agama" menjadi pilihan, karena ia adalah unsur paling reaktif.

Politik pecah belah terus eksis, kita semua; saya, anda, kaum muslimin, kaum nasrani, kaum atheist dan seluruh masyarakat. Kita menghadap kepada dinding politik pecah belah antar umat manusia.

Ketika politik ada di setiap langkah kita, begitu juga agama, ada agama di rumah kita dan di rumah tetangga kita. Harusnya sudah tak perlu gerah menyikapi agama di luar kita. Kita terpaksa mencampur adukkan antara politik dengan agama karena ulah beberapa orang bertopeng Tuhan yang mengganti fungsi libidonya dengan hasrat kekuasaan.

Untuk saudara seiman dan seluruh sahabat-sahabat Nasrani, Hindu, Budha, dan semua umat manusia. Saya ingatkan, ada beberapa prinsip mendasar dalam berkebangsaan; prinsip ke-Tuhan-an, prinsip kemanusiaan dan prinsip Ke-Indonesia-an.

Saat ini kita sedang berusaha ditarik mundur ke masa kegelapan, saat di mana agama harus menjadi senjata untuk menumpaskan pemimpin yang sah secara konstitusional.

Tulisan ini jangan dipahami sebagai bentuk pembelaan kepada seorang aktor politik atau bentuk perlawanan kepada lawan politik pemerintahan yang sah. Ini merupakan ajakan berpikir logis yang siapa pun boleh terima boleh tidak. Dan ini bagian dari cara berprinsip dalam berkebangsaan.

Sadari, kita sedang diperalat untuk saling bermusuhan, untuk saling merampas hak yang seakan-akan hak itu pernah kita miliki atau harus kita miliki. Padahal hak yang paling jelas dalam hidup berkebangsaan adalah "hak berprinsip". Hak berprinsip adalah hak mutlak setiap manusia. Bahkan Tuhan pun tak mau ikut campur dalam hal ini, apalagi negara.

Sahabat-sahabat non muslim, pahami bahwa lawan dari "Muslim" adalah "Non Muslim" (bukan kafir). Karena lawan dari "kafir" adalah "mukmin". Dan saat ini umat Islam di Indonesia belum dianugerahi banyak "mukmin" yang mampu merepresentasi nilai-nilai ke-Islam-an bangsa ini. Jangan merasa tersudutkan dengan stigma sesat yang menyesatkan kalian.

Umat Islam di Indonesia berada di ujung jurang kehancuran, karena nilai-nilai toleransi yang seharusnya terang benderang, harus redup tergerus gergaji politik berjubah agama. Kita harus selalu sadar bahwa tidak ada yang mampu membendung "gerakan politik" kecuali sikap yang diawali oleh "kesadaran politik".

Kesadaran politik bukan hal yang sulit dicapai, hanya perlu sedikit kepedulian terhadap beberapa prinsip berkebangsaan. Apabila anda sulit menerima orang lain karena dia tidak seiman, maka pandang lah orang lain dengan prinsip keindonesiaan.

Apabila itu masih sulit, pandanglah orang lain dengan prinsip kemanusiaan. Di situ akan tampak, mana yang masih "manusia" dan mana yang sudah pensiun dari jabatan resminya sebagai manusia.

Apabila ini tidak diperhitungkan, kita akan menerima hukuman semesta berupa kehancuran massal antar umat beragama, yang pada akhirnya merusak seluruh nilai positif yang pernah kita jaga, yang pernah susah payah diperjuangkan oleh leluhur bangsa ini, yang nama mereka akan selalu terpatri dalam wajah sejarah bangsa. Atau, kita akan menduduki posisi sebagai generasi yang mencoreng kening sejarah.

Dan secara sadar, sama saja kita menyerahkan bangsa yang besar ini kepada tangan kotor yang telah lama menanti rontoknya seluruh prinsip mulia bangsa ini.


Bencana kita saat ini :
Bukan soal kebenaran
Bukan soal agama
Bukan soal ayat
Bukan soal kitab suci
Bukan soal yang tampak


SALAM TOLERANSI!!!
Assalamualaikum wr.wb.
Salam sejahtera untuk kita semua.

(Perang-Dingin/Soeara-Moeria/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 06 November 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Habib Acin Muhdor: “Politik Uang” Kini Menjelma “Politik Ayat”. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : https://abnsnews.blogspot.com/2016/11/habib-acin-muhdor-politik-uang-kini.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS