Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Sayyid Ali Khamenei
Keputusan Arab Saudi untuk mengeksekusi mati ulama Syiah terkemuka, Syeikh Nimr Baqir al-Nimr telah menyulut ketegangan antara Teheran dengan Riyadh.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Sayyid Ali Khamenei mengutuk Saudi atas eksekusi itu dengan mengatakan bahwa Tuhan pun tak akan mengampuni Arab Saudi yang telah mengeksekusi seorang ulama Syiah terpandang.
“Pertumpahan darah dari martir ini akan memiliki konsekuensi yang cepat,” kata Khamenei kepada ulama di Teheran seperti dikutip AFP, Senin 4 Januari 2016.
“Tuhan tidak akan mengampuni … Itu akan menghantui para politisi dari rezim ini.”
Khemaenei juga menyatakan, bahwa eksekusi terhadap al-Nimr adalah sebuah kesalahan politik. Dia memperingatkan bahwa Arab Saudi akan menghadapi ‘balas dendam ilahi’ sebagai konsekuensi telah mengeksekusi seorang ulama.
Khamenei sangat berkabung dengan dieksekusinya Nimr al-Nimr. Dia menyebut hukuman mati merupakan perbuatan yang keji.
Di tengah perang yang sedang berlangsung di Suriah dan Yaman, eksekusi Nimr ini semakin mempertajam ketegangan antara Iran dengan Saudi yang ambisius sebagai negara yang menjadi poros kekuatan di kawasan.
Nimr, adalah ulama Syiah di Arab Suadi yang menghabiskan lebih dari satu dekade untuk belajar teologi di Iran. Dia adalah kekuatan di balik protes anti-pemerintah yang menolak diskriminasi di timur Arab Saudi pada tahun 2011.
Dia dieksekusi pada Sabtu 2 Januari 2016 bersama dengan 46 orang lain yang didakwa melakukan teror. PBB telah menyatakan kekhawatirannya atas buntut dari eksekusi mati ulama Syiah itu. Sementara itu, mitra Arab Saudi, yakni Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Kuwait dan Yaman menyerukan dukungannya. Menurut mereka,eksekusi mati adalah hak pemerintah Arab untuk menanggulangi teror.
Di sisi berlawanan, pemimpinan keagamaan Iraq menyatakan kemarahannya atas Arab Saudi. Ayatollah Sistani menyebut eksekusi yang dilakukan Arab Saudi adalah “ketidakadilan dan bentuk agresi” sementara ulama yang lain, Mohammed Taqi al-Mudaressi, mengatakan itu adalah “deklarasi perang”.
Kementerian Luar Negeri Iraq menuduh Arab Saudi menggunakan isu memerangi terorisme untuk membungkam para oposisi.
Di Lebanon, kepala gerakan Hizbullah, Hassan Nasrallah, menuduh Arab Saudi mencari cara untuk memicu “konflik antara Sunni dan Syiah”. Syiah di Lebanon menyatakan bergabung dengan Iran.
Di Iran, demonstrasi di luar kedutaan Arab Saudi dan di Palestina Square Teheran terus berlangsung hingga Minggu 3 Januari 2016. Sekitar 1.500 orang berdemo di depan kantor kedutaan. ”Kematiannya akan memulai revolusi yang diharapkan akan menyebabkan jatuhnya kerajaan Saudi,” kata Rezvan, 26 tahun, salah seorang pendemo.
Presiden Iran Hassan Rouhani mengutuk eksekusi Nimr tetapi juga mengecam serangan terhadap kedutaan Saudi di Teheran dan konsulat di kota kedua Masyhad.
Arab Saudi baru saja menyatakan telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Dalam waktu 48 jam, Arab Saudi akan menarik semua diplomatnya dari Iran.
(Satu-Islam/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar