Eksekusi mati Syaikh Nimr An-Nimr beberapa waktu lalu telah menghadapkan hubungan Iran dan Arab Saudi sebagai dua kekuatan papan atas Timur Tengah kepada sebuah problem serius. Sekalipun dilema ini bukan pertama kali terjadi kali ini.
Iran dan Arab Saudi disetir oleh kekuatan dengan orientasi dan garis pemikiran yang berbeda. Kedua negara dihuni oleh mayoritas Syiah dan Ahli Sunnah. Hanya saja, perbedaan signifikan antara kedua negara ini adalah, berbeda dengan Iran, Arab Saudi disetir oleh kelompok-kelompok yang memang menginginkan perpecahan dunia terjadi.
Kedua negara memang menginginkan menjadi pemimpin Timur Tengah. Setelah Perang Dunia II berakhir, Iran dan Arab Saudi memasuki sebuah arena persaingan yang sengit dalam setiap masalah. Bahkan dalam menentukan harga minyak sekalipun, mereka sering berseteru.
Isu nuklir yang berkembang di Iran juga mendorong Riyadh untuk menjadi sebuah negara berkekuatan nuklir. Mereka meminta Cina untuk membantu mereka dalam hal ini. Mereka ingin menjadi seperti Iran yang memiliki energi nuklir. Hanya saja, energi nuklir Arab Saudi hanyalah sebuah energi nuklir impor.
Di arena Yaman, Suriah, Bahrain, dan bahkan kondisi internal Lebanon, Riyadh dan Tehran juga sedang melakukan persaingan regional.
Sekarang, apakah kita harus khawatir terhadap kekhawatiran Riyadh atas hubungan Iran dan Barat? Sementara ini, memang belum ada reaksi berarti dari Riyadh. Tapi, yang jelas, mereka pasti akan mengambil sikap.
(Shabestan/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar