Hollywood dan Kematian Superstar


Sejak lebih dari seratus tahun berdiri, industri sinema Hollywood setiap tahun memproduksi rata-rata 700 film. Selama beberapa tahun terakhir, kedudukan seni dan budaya mengalami degadrasi moral akut karena semakin jauh dari nilai-nilai moralitas. Meskipun Hollywood dalam beberapa tahun terakhir di abad 21 berhasil menancapkan pengaruhnya di seluruh penjuru dunia, tapi nilai-nilai moral kian hari semakin tersingkir dari industri sinema.

Tampaknya, para seniman Hollywood mengakui pernyataan Henry Ford, pendiri industri otomotif raksasa AS, Ford, sejak 70 tahun lalu, yang mengungkapkan bahwa Liberalisme moral dan permisifisme keyakinan telah mengarahkan masyarakat AS semakin jauh dari nilai-nilai moral.

Ford dalam bukunya, "My Life and Work" menulis, "Di negara ini kita menyaksikan sebagin arus jelas dan berpengaruh yang secara khusus menyebabkan terjadinya degadrasi kerusakan moral dalam sastra, hiburan dan perilaku sosial". Tapi, dalam kehidupan dewasa ini masalah tersebut muncul dalam bentuk lain yang juga diakui oleh para insan sinema Hollywood.

Banyak kalangan berulangkali mengingatkan mengenai berbagai penyimpangan dan kerusakan moral di dunia hiburan. Misalnya, Gwyneth Paltrow, aktris Hollywood yang mengakui semakin pudarnya nilai-nilai moral di dunia industri sinema Hollywood. Menurut Paltrow, perempuan hanya menjadi komoditas bisnis dalam industri hiburan Hollywood.

Senada dengan Paltrow, Helen Mirren seorang aktris Inggris menuturkan, "Hollywood menjadi tempat jagal bagi para pemuda. Sinema seringkali memanfaatkan pemuda berusia 18 hingga 25 tahun di arena yang amoral, dan kondisi ini sangat mengkhawatirkan.Tapi dari sekian banyak aktor dan aktris, tekanan terhadap perempuan lebih besar melebihi yang lain".

Di dunia sinema Barat, terutama Hollywood masalahnya bukan hanya berhenti sampai di sana. Kebobrokan moral yang berkembang masif di dunia hiburan menyebabkan para pelaku industri ini menghadapi masalah kejiwaan serius. Tidak sedikit dari para seniman Hollywood yang menderita penyakit mental akut.

Kini, tidak bisa dipungkiri bahwa sinema Hollywood yang menampilkan para superhero tapi para aktor dan aktris itu justru menghadapi masalah mental dalam kehidupan pribadinya.Tidak sulit untuk menunjukkan faktanya. Berbagai data statistik memperlihatkan laporan mengenai tingginya tingkat perceraian para aktor dan aktris Hollywood. Dalam banyak kasus, mereka menolak untuk membina keluarga melalui pernikahan resmi dan memilih hidup bersama tanpa nikah. Kemudian dengan amat mudah berpindah dan memilih pasangan hidup lainnya.

Tidak hanya itu, kehidupan para seniman dunia hiburan juga dekat dengan konsumsi minuman keras, dan narkotika. Seorang kritikus Hollywood, Roger Ebert berkata, "Tampaknya, setengah dari artis Hollywood sedang berusaha untuk meninggalkan minuman keras dan narkotika. Tidak sedikit dari mereka mengalami masalah keluarga dan sebagian berujung bunuh diri.

Bunuh diri merupakan 10 faktor utama penyebab kematian di dunia. Data statistik mengungkapkan bahwa setiap 40 menit satu orang mati akibat bunuh diri dan setiap tiga menit, seorang melakukan aksi bunuh diri. Angka bunuh diri di kalangan seniman dunia hiburan juga terbilang tinggi. Deretan nama seniman dunia hiburan yang mati bunuh diri karena depresi maupun overdosis narkotika, di antaranya: Freddie Prinze, John Erik Hexum, George Sanders, Lupe Velez, James Whales, dan Ledger Heathcliff.

Belum lama ini kita juga dikagetkan dengan aksi bunuh diri seorang aktor komedi kawakan bernama Robin Williams. Pria berusia 63 tahun ini ditemukan tak bernyawa di Tiburon, California Utara. Aktor yang pernah membintangi film "Mrs Doubtfire" ini pernah berjuang mengatasi ketergantungan kokain dan penyalahgunaan alkohol di awal 1980-an.

Sebelum kematiannya, dalam sebuah wawancara, Robin Williams berkata, "Di tepi sebuah jurang aku berdiri dan melihat ke bawah, mendengar suara, hanya sebuah suara yang terdengar melemah, dan bertutur lirih' 'melompatlah'. Suara itu kembali muncul. Semua orang berpikir sekali saja tidak masalah dan kemudian setelahnya tidak mungkin lagi".

Fenomena ini menunjukkan bahwa Williams sejak jauh hari sudah berpikir tentang bunuh diri akibat beratnya tekanan depresi yang dialami aktor Hollywood itu. Di luar faktor yang menjadi penyebab kematian aktor film "Patch Adams" dan "Dead Poets Society" itu, ada masalah besar di Hollywood yang menyebabkan tekanan terhadap para seniman industri hiburan tersebut.

Bagi industri sinema Barat kematian mencurigakan seperti bunuh diri hanya menjadi konsumsi media dan tidak ada upaya untuk membenahi Hollywood yang telah menempuh jalan yang keliru. Oleh karena itu, ketika Robin Williams meninggal dunia, para artis, aktor, aktris hingga presiden AS hanya cukup menyesalkan kematiannya dan menyampaikan duka cita tanpa melakukan tindakan berarti, seperti melakukan kritik serius terhadap dunia sinema Hollywood dan mencari faktor penyebab utamanya.

Benar kiranya, jika bunuh diri termasuk di kalangan seniman dunia hiburan terjadi di negara lain bukan hanya di AS, tapi tingginya fenomena seperti itu di dunia Hollywood yang memproduksi para "Pahlawan Rekaan" dalam karya-karyanya hingga kini tidak memperdulikan masalah tersebut dan membiarkan kerusakan moral menyebar ke mana-mana dan menyebabkan kematian para pemeran tokoh-tokoh rekaan itu.

Realitasnya, sinema Hollywood adalah industri hiburan raksasa yang dibuat untuk mewujudkan dua hal, kekayaan dan ketenaran. Kini, para pelaku industri raksasa itu terancam seiring tingginya jumlah aktor dan aktris yang tewas mencurigakan karena depresi semakin meningkat dari sebelumnya.

Serial bunuh diri dan kematian mencurigakan Hollywood dari bagian ke bagian mencapai sebuah titik persamaan bahwa depresi akut yang diderita para pemain dunia hiburan itu membawa mereka memasuki dunia narkotika dan minuman keras. Belum lama berselang dari kematian Philip Seymour Hoffman akibat overdosis, kini kita disuguhi dengan berita mengenaskan tentang kematian Robin Williams.

Tapi sebuah pertanyaan muncul, bagaimana upaya Hollywood untuk menyelamatkan nasib para sineasnya? Ketika industri hiburan itu tidak lagi peduli dengan moralitas, membiarkan merebaknya masalah kejiwaan para pemain, sedangkan para kapitalis Zionis hanya berpikir bagaimana bisa menternak uang sebesar-besarnya demi meraup keuntungan dari industri paling menguntungkan itu? Inikah yang disebut sebagai seni dan budaya? Jawabannya ada di tangan Anda !

(IRIB-Indonesia/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 24 Januari 2016

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Hollywood dan Kematian Superstar. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : http://abnsnews.blogspot.com/2016/01/hollywood-dan-kematian-superstar.html

Subscribe for latest Dunia Penuh Berita


0 komentar:

PROFIL ABNS